Makalah Pertanggungjawaban Keuangan Negara

Pertanggungjawaban Keuangan Negara

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Mustopadidjaja (2003), pertanggungjawaban merupakan ujung dari siklus anggaran, setelah perencanaan dan pelaksanaan. Inti dalam pertanggungjawaban adalah evaluasi, evaluasi kinerja, dan akuntabilitas. Dalam mempertanggungjawabkan keuangan Negara yang dipercayakan Rakyat, Pemerintah menggunakan Laporan Keuangan sebagai alat pertanggung jawaban. Informasi yang terkandung dalam Laporan Keuangan yang dibuat Pemerintah dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum, wakil rakyat, serta Pemerintah sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa Pengertian Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)?
  2. Apasaja Landasan Hukum yang mendasari pertanggungjawaban keuangan Negara?
  3. Bagaimana Prosedur Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan keuangan Negara?
  4. Bagaimana Perjalanan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat?
  5. Bagaimana Pertanggungjawaban Keuangan Daerah?
  6. Permasalahan Apasaja Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Pertanggungjawaban keuangan negara sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya, Presiden (dalam hal ini Pemerintah) memerlukan dana untuk pembiayaannya dalam bentuk APBN. Pada hakekatnya APBN tersebut merupakan mandat yang diberikan oleh DPR RI kepada Pemerintah untuk melakukan penerimaan pendapatan negara dan menggunakan penerimaan tersebut untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan kepemerintahannya mencapai tujuan-tujuan tertentu dan dalam batas jumlah yang ditetapkan dalam suatu tahun anggaran tertentu. APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang dan setiap Undang-Undang menghendaki persetujuan bersama DPR RI dengan Presiden. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah berkewajiban memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah disetujui oleh DPR (pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan ketentuan dalam setiap Undang-Undang APBN).
Mandat yang diberikan oleh DPR itu harus dipertanggungjawabkan. Sebelum terbitnya Undang-Undang No.17 tahun 2003, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN diwujudkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN). Dalam menyusun PAN ini, Menteri Keuangan ditugasi untuk Mempersiapkan PAN berdasarkan laporan keuangan departemen-lembaga. Hal ini mengacu pada pasal 69 ICW yang menyatakan bahwa Pemerintah membuat suatu Perhitungan Anggaran dengan menyebutkan tanggal penutupannya. Setelah terbitnya Undang-Undang No.17 tahun 2003 pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berubah dari PAN menjadi Laporan Keuangan. Laporan Keuangan ini disusun dengan menggunakan standar akuntansi pemerintahan yang mengacu pada international public sector accounting standard (IPSAS).

B. Landasan Hukum yang mendasari pertanggungjawaban keuangan Negara

Sesuai dengan pasal 30 UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan ketentuan dalam Undang-Undang APBN tahun anggaran bersangkutan, Presiden berkewajiban untuk menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan.
Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan kepada DPR tidaklah sama dari suatu tahun anggaran dibandingkan dengan tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004 batas waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai tahun anggaran 2005 batas waktunya diperpendek menjadi 6 bulan.
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban keuangan dari Pemerintah atas pelaksanaan APBN, selain yang disebut di atas, diatur juga dalam pasal 23 ayat 5 UUD’45, pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 dan pasal 2 ayat 1 Undang- Undang No.15 tahun 2004.

C. Prosedur Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan keuangan Negara

APBN Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan.
Pertanggungjawaban APBN
Sistem Pertanggungjawaban APBN

Oleh Menteri Keuangan laporan-laporan atas pertanggungjawaban pengguna anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden kepada DPR. DPR melalui alat kelengkapannya yaitu komisi akan membahas RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak pemerintah. Pembahasan dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan semester dan opini BPK. Berdasar hasil pembahasan tersebut, DPR memberikan persetujuannya dan menyampaikan persetujuan atas RUU tersebut kepada Pemerintah untuk diundangkan.
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah sebagaimana ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) yang disusun oleh suatu komite yang independen, yaitu Komite Standar Akuntansi Pusat dan Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Saat ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP).
Tujuan Laporan Keuangan, sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010, adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan :
  1. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan
  2. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran
  3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai.
  4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya
  5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman
  6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.    
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, komponen pokok yang terdapat dalam Laporan Keuangan Pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Laporan Realisasi APBN
Laporan realisasi APBN mengungkap berbagai kegiatan keuangan pemerintah untuk satu periode yang menunjukkan ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan melalui penyajian ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya yang dikelolanya. Laporan realisasi anggaran akan memberikan informasi mengenai keseimbangan antara anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan dengan realisasinya. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Realisasi Anggaran, terdiri dari Pendapatan (LRA), Belanja, Transfer, dan Pembiayaan (financing). Selain itu juga disertai informasi tambahan yang berisi hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiscal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, dan daftar yang memuat rincian lebih lanjut mengenai angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset baik lancar maupun tidak lancar, kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca tingkat Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi dari neraca tingkat Kementerian/Lembaga. Dalam neraca tersebut harus diungkapkan semua pos asset dan kewajiban yang didalamnya termasuk jumlah yang diharapkan akan diterima dan dibayar dalam jangka waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah uang yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu dua belas bulan.
4. Laporan Operasional
Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional, terdiri dari Pendapatan (LO), Beban, Transfer, dan Pos-pos Luar Biasa.
5. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, dana cadangan, pembiayaan, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah selama periode tertentu. Laporan arus kas ditujukan untuk memberikan informasi mengenai arus masuk dan ke keluar kas dari pemerintah dalam suatu periode laporan. Laporan Arus Kas diperlukan untuk memberi informasi kepada para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas-aktivitas tersebut terhadap posisi kas pemerintah. Disamping itu, informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara aktivitas operasi, investasi, pembiayaan, dan non anggaran.
6. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
7. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan Atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

D. Perjalanan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

Laporan keuangan Pemerintah Pusat tahun 2004 – 2008 diberikan opini Disclaimer oleh BPK. Ada permasalahan yang menyebabkan LKPP diberikan opini Disclaimer antara lain :
  1. Pembatasan lingkup pemeriksaan BPK dalam bidang perpajakan dan biaya perkara di Mahkamah Agung.
  2. Pelaksanaan sistem akuntansi yang belum sempurna sehingga berdampak pada angka-angka yang disajikan pada LKPP.
  3. Pengelolaan dan pelaporan rekening Pemerintah dan BMN yang belum memadai.
  4. Penyimpangan terhadap penerapan ketentuan keuangan Negara seperti adanya PNBP di KL yang tanpa didukung oleh peraturan pemerintah dan penggunaan langsung atas PNBP tanpa melaporkannya dalam laporan realisasi anggaran.
  5. Ketidaktaatan dalam pengeluaran anggaran dan pengeluaran negara yang belum jelas pertanggungjawabannya, terutama untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan
Berbagai upaya perbaikan terus dilakukan antara lain dengan :
  1. Penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan beserta aplikasinya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 171 Tahun 2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
  2. Sosialisasi, pembinaan, dan bimbingan teknis mengenai sistem akuntansi pada seluruh KL dan satker-satker yang bersangkutan.
  3. Pelaksanaan penertiban rekening pemerintah pada seluruh KL, dengan menyusun pedoman tentang Pengelolaan Rekening Pemerintah dan membentuk Tim Penertiban Rekening Pemerintah.
  4. Pelaksanaan penertiban BMN, yang meliputi inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi BMN pada seluruh KL. Sampai dengan akhir tahun 2008 telah selesai lebih dari 50% dari total seluruh satker.
  5. Penyelenggaraan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan di seluruh KL. Pada tahun 2008 telah dilatih sebanyak 7.181 pegawai.
  6. Inventarisasi PNBP pada seluruh KL, menetapkannya dalam PP tentang Jenis dan Tarif PNBP, dan melakukan sosialisasi pada seluruh KL tentang pengelolaan PNBP.
  7. Penyusunan peraturan mengenai pertanggungjawaban dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, termasuk penerapan sanksi yang tegas

E. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah


Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang membuat laporan keuangan semesteran yang terdiri dari laporan realisasi semester pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya Disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah berakhirnya semester pertama (10 Juli). Gubernur/bupati/walikota membuat laporan keuangan semesteran yang terdiri dari laporan realisasi semester pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya Disampaikan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya semester pertama (31 Juli)
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang didahului dengan laporan keuangan (yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan) dari Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang yang dilaporkan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan keuangan telah diselenggarakan sesuai derngan standar akuntansi pemerintahan
Laporan Keuangan yang dibuat Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (terdiri Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan dilampiri dengan laporan Kinerja dan Ikhtisar Laporan Keuangan BUMD) disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah laporan-laporan atas pertanggungjawaban pengguna anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai bagian pokok dari Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang akan disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada DPRD.
Kepala Daerah menyampaikan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berupa Laporan Keuangan kepada DPRD paling lama 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD adalah Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Persetujuan DPRD terhadap Raperda pertanggungjawaban yang telah diaudit BPK paling lambat diberikan 1 (satu) bulan sejak disampaikan atau akhir bulan Juli.
Rancangan Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan Kepala daerah tentang penjabaran pertanggung jawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri/ Gubernur untuk dievaluasi paling lama 3 (tiga) hari kerja dan penyampaian hasil evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri/Gubernur paling lama 15 (limabelas) hari kerja.

F. Permasalahan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

Berbagai permaslahan dalam pertangungjawaban keuangan di daerah antara lain sebagai berikut :
  1. Masih lemahnya kapasitas dan integritas SDM pengelolaan keuangan daerah
  2. Kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah
  3. Kurangnya dukungan teknologi informasi yang tepat guna
  4. Masih terdapat ketidakpatuhan terhadap peraturan, pelaksanaan tugas tidak sesuai SOP
  5. Masih lemahnya peraturan daerah dan peraturan kepala daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah
  6. Terdapat ketidaksinkronan peraturan perundangan-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya, Materi Pokok Pengelolaan Keuangan Negara, BPPK Depkeu, 2009
Prof. Dr. Achmad Djuaeni Kadmasasmita, SE, MEc. Akuntabilitas Keuangan Negara : Konsep dan Aplikasi. Paparan Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan, 2009

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »