ASKEP Otitis Media kronik dan media serosa

Askep Otitis Media Kronik dan Media Serosa Lengkap

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Tak sedikit masyarakat kurang pengetahuannya tentang penyakit system pendengaran. Diantaranya otitis media, dari itu kami dari kelompok 1 akan membahas tentang pengertian, tanda, penyebab serta bagaimana cara mengatasinya. Dengan tujuan setelah kami mempresentasikan materi, kami berharap isi materi yang disampaikan dapat diimplementasikan baik di lingkungan keluarga atau di masyarakat.
     Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika) dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara dengung (tinitus).
askep otitis media kronik dan media serosa diagnostico
ASKEP Otitis Media kronik dan media serosa
     Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. Berikut akan kami bahasa Askep Otitis Media Kronik dan Media Serosa Lengkap dalam Bab II.
B. Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Otitis media?
  2. Apa Pengertian Otitis Media Akut?
  3. Apa Pengertian Otitis Media Serosa?
  4. Apa Pengertian Otitis Media Kronik?
  5. Apa Penyebab Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
  6. Bagaimana Patofisiologi Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
  7. Bagaimana Manifestasi Klinis Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
  8. Bagaimana Diagnosis Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
  9. Bagaimana Diagnosa Keperawatan dalam Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
  10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dalam Otitis Media Kronik dan Media Serosa?
C. Tujuan Penulisan Askep Otitis Media Kronik dan Media Serosa
  1. Agar Mahasiswa Memahami dan mengerti beberapa gangguan yang sering muncul dalam Otitis Media kronik dan media serosa.
  2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, penyebab seta asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis Media.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Otitis media

     Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
     Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :

1. Otitis Media Akut

     Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

2. Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)

     Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.

3. Otitis Media Kronik

     Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

B. Penyebab

     Pada umumnya Otitis media disebabkan oleh :
  1. Streptococcus.
  2. Stapilococcus.
  3. Diplococcus pneumonie.
  4. Hemopilus influens.
  5. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
  6. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
  7. Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

C. Patofisiologi

     Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
     Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

D. Manifestasi Klinis

a. Otitis Media Akut
     Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
     Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia ) Sakit telinga yang berat dan menetap.
  1. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
  2. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ÂșC
  3. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
  4. Demam
  5. Anoreksia
  6. Limfadenopati servikal anterior
b. Otitis Media Serosa
     Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
c. Otitis Media Kronik
     Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.

E. Diagnosis

1. Anamnesis
  • Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu
  • Pendengaran menurun (Tuli).
2. Pemeriksaan
  • Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).(382.1).
  1. Perforasi sentral
  2. Mukosa menebal
  3. Audiogram: Tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 dB
  4. X – foto mastoid : Sklerotik.
  • Tipe degeneratif (382.1).
  1. Perforasi sentral besar
  2. Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani
  3. Audiogram : tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50 – 60 dB
  4. X-foto mastoid : sklerotik.
  • Tipe metaplastik (atikoantral, maligna). (385.3)
  1. Perforasi atik atau marginal
  2. Terdapat kolesteatom
  3. Desttruksi tulang pada margotimpani
  4. Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih.
  5. X- foto mastoid : sklerotik/rongga.
  • Tipe campuran (degeneratif, metaplastik). (385.3)
  1. Perforasi marginal besar atau total
  2. Granulasi dan kolesteatom
  3. Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih
  4. X- foto mastoid : sklerotik / rongga.
3. Pemeriksaan tambahan : Pembuatan audiogram dan X- foto mastoid seperti diatas).
I. Penyulitan
1. Abses retro airkula (383.0)
2. Paresis atau paralisis syaraf fasialis (351)
3. Komplikasi intrakranial :
  • Meningitis
  • Abses ekstradural
  • Abses otak
II. Terapi
1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:
  • Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
  • Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
  • Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
  • Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
  • Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).
2. Tipe degeneratif :
  • Atikoantrotomi (5.203)
  • Timpanoplastik (5.195).
3. Tipe meta plastik / campuran
  • Mastoidektomi radikal (5.203)
  • Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :
Abses retroaurikuler
  1. Insisi abses
  2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.
  3. Mastoid dektomi radikal urgen

F. Pengkajian

Pengumpulan data
1. Riwayat
a) Identitas Pasien
b) Riwayat adanya kelainan nyeri
c) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d) Riwayat alergi.
e) OMA berkurang.
2. Pengkajian Fisik
a) Nyeri telinga
b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c) Suhu Meningkat
d) Malaise
e) Nausea Vomiting
f) Vertigo
g) Ortore
h) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.
3. Pengkajian Psikososial
a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b) Aktifitas terbatas
c) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
4. Pemeriksaan Laboratorium.
5. pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Audiometri : AC menurun
b) X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
6. Pemeriksaan pendengaran
a) Tes suara bisikan
b) Tes garputala

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Nyeri berhungan dengan proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
  2. Perubahan sensori / persepsi Auditorius berhungan dengan Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran.
  3. Gangguan Body Image berhubungan dengan paralysis nervus fasialis
  4. Ancietas berhubungan dengan prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Nyeri berhungan dengan proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeri
Intervensi :
  • Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien
  • Berikan analgetik sesuai indikasi
  • Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching.
2. Perubahan sensori / persepsi Auditorius berhungan dengan Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran.
Tujuan : Memperbaiki Komunikasi
Intervensi :
  • mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
  • Memandang klien ketika sedang berbicara
  • Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
  • Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir
  • Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
  • Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klienBila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.3. Gangguan Body Image berhubungan dengan paralysis nervus fasialis
Intervensi :
  • Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahuluBeritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut dari penyakit tersebut
  • Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
4. Ancietas berhungan dengan prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.
Intervensi :
  • Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.
  • Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk diketahui klien sebelum pembedahan
  • Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
    Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun. Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan fatologi jaringanireversibel dan biasanya disebabkan karena infeksi berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi kronik telingan tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus yang hampir selalu melibatkan mastoid. Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan carian, tanpa bukti adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negatif dalam telingah tengah yang disebabkan obstruksi tuba eustachi.
     Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telingah tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachi seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas. Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah, otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut, penyumbatan tuba eustakius, cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba. Penyebab otitis media serosa adalah obstruksi pada tuba eustachi telinga tengah ( pada anak-anak).
B. Saran
  1. Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang penyakit pre-eklampsia dan pencegahannya.
  2. Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting, dan diharapkan kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu penyakit tersebut beserta asuhan keperawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders.
Othrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »