kolaborasi penyelenggaraan layanan bimbingan konseling adalah |
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT.Atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling”. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan sekalian umatnya yang bertaqwa.
Ucapan terima kasih pula kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, baik bantuan materil maupun nonmateril.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.
BAB I
PENDAHULUAN
Kolaborasi penyelenggaraan layanan Bimbingan konseling adalah salah satu kegiatan pendukung dalam pembelajaran di Bimbingan dan Konseling. Karena dengan mengadakan kolaborasi penyelenggaraan layanan Bimbingan konseling dalam proses belajar konselor dapat bekerjasama dan saling memberi informasi keterkaitan siswa tersebut, sehingga perkembangan siswa secara integral (terpadu) dapat diketahui. Untuk dapat melakukan perbaikan dan peningkatan yang diperlukan.
Perkembangan siswa yang semakin tidak dimengerti oleh orang tua dan guru diperlukannya Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling. Pada tahap Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling siswa membutuhkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tugas perkembangan sesuai periodenya. Maka dalam kolaborasi penyelenggaraan layanan Bimbingan konseling dapat membantu konselor maupun orang tua untuk memahami apa saja yang terjadi pada siswa.
Dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang dialami siswa, konselor hendaknya menggunakan berbagai strategi layanan. Pada makalah ini akan dibahas tentang “Kolaborasi penyelenggaraan layanan Bimbingan Konseling”.
Dari latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
- Jelaskan Pengertian Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling?
- Sebutkan Karakteristik Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling?
- Sebutkan tujuan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling?
- Bagaimana Bentuk Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling?
- Jelaskan Hubungan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling dengan Berbagai Aspek?
- Jelaskan Bentuk Pelaksanaan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka dapat ditarik tujuan penulisan sebagai berikut :
- Untuk mengetahui Pengertian Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Untuk mengidentifikasi Karakteristik Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Untuk mengetahui tujuan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Untuk mengetahui Bentuk Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Mengetahui Hubungan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling dengan Berbagai Aspek
- Untuk mengetahui Bentuk Pelaksanaan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat.
Pengertian Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling menurut beberapa ahli:
- Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara beberapa orang yang berkesinambungan.
- Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
- Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
Dari berbagai definisi kolaborasi yang dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran secara berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat saling ketergantungan di dalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
2.2 Karakteristik Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
- Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
- Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
- Adanya tujuan yang masuk akal.
- Ada pendefinisian masalah.
- Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
- Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan.
- Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
- Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi
2.3 Elemen kunci efektifitas Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Kerjasama menghargai pendapat konseli dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
- Asertivitas merupakan hal yang penting ketika konseli dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
- Tanggung jawab mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
- Komunikasi setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai isu yang terkait.
- Konsep dengan arti yang sama mutualitas dimana individu mengartikannya sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi proses dinamis antara orang-orang yang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
- Kepercayaan konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi.
2.4 Tujuan Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling
- Menjalin hubungan baik antar konselor,konseli serta pihak lain sehingga ketika terjadi permasalahan yang membutuhkan pihak ahli konselor dapat dengan mudah melakukan penanganan.
- Konselor mampu membantu siswa menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik
- Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan konseli melalui ahli-ahli lain
Berbagai bentuk kolaborasi disajikan oleh beberapa ahli dalam usaha mencapai tujuan bimbingan dan konseling di sekolah. Diantaranya yang dikemukakan oleh Stone dan Dahir melalui CASTT a Wider net, Colllaboration Inclusion Models oleh Clark dan Bremen, serta Collaborative Culturally Competent Schools oleh Simcox, Nuijens dan Lee (Dollarhide & Saginak, 2012:166-170).
1) Model CASST
Model CASTT yang merupakan akronim dari Community, Administrators, Students, Teachers, and Technology merupakan usaha kerjasama lebih luas yang dapat dilakukan oleh guru BK/konselor dengan masyarakat, administrator, siswa, guru dan teknologi untuk membantu siswa mencapai kesuksesan dan prestasi baik dalam bidang pribadi sosial, akademik maupun dalam bidang karir.
Lebih lanjut, dalam CASTT tersebut, Dahir & Stone (2012:401) mengemukakan bahwa kerjasama dapat dilakukan dengan pihak di sekolah dan luar sekolah. Di pihak sekolah, guru BK/konselor dapat bekerjasama dengan:
- Administrator, kolaborasi dengan para administrator dapat menguatkan tim kepemimpinan dalam sekolah. Hubungan antara guru BK/konselor dengan administrator dibutuhkan untuk mengetahui kebutuhan siswa dengan berbagai aktifitas seperti penyediaan informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan data siswa yang lebih luas, saling berbagi data yang dibutuhkan untuk membangun program sekolah dan program BK yang saling melengkapi dan membantu terciptanya iklim sekolah yang kondusif untuk terciptanya kesuksesan;
- Guru lain, kerjasama yang baik dengan guru lain dapat membantu penguatan manajemen kelas, menciptakan kondisi yang nyaman bagi siswa, konsultasi, alih tangan kasus, promosi program dan perlakuan bagi siswa yang memerlukan perhatian khusus seperti remedial;
- Siswa, kerjasama dengan siswa dapat dilakukan dalam bentuk layanan teman sebaya seperti peer helper, peer facilitator, peer mediator, peer tutor dan peer supporters.
Di lingkungan luar sekolah, lebih lanjut Dahir & Stone (2012:397) mengemukakan terdapat enam pihak yang dapat dimanfaatkan oleh guru BK/konselor dalam pelaksanaan kerjasama/kolaboratif yaitu dengan :
(1) Orangtua, yang tidak hanya bisa menjadi sponsor utama berkenaan dengan masalah keuangan pelaksanaan program sekolah akan tetapi juga berperan lebih dalam membantu kesuksesan program bimbingan dan konseling sekolah, seperti sebagai tutor, mentor, konsultasi, berperan dalam kelompok bimbingan, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, serta dapat juga suatu ketika dijadikan objek layanan untuk membantu ketercapaian tujuan program;
(2) Profesi kemanusiaan lainnya, kerja sama dapat dilakukan untuk mencapai kesuksesan akademik siswa dan juga dapat mempengaruhi orangtua untuk bisa membantu siswa mencapai kesuksesan akademiknya;
(3) Kelompok/rukun tetangga, kelompok ini juga bisa dimanfaatkan oleh guru BK/konselor untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan program yang biasanya berminat dalam hal yang berkaitan dengan pendidikan, housing, rekreasi dan peningkatan/kemajuan masyarakat yang lebih luas. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa lingkungan masyarakat disekitar yang mendukung perkembangan anak akan menjadi modal penting dalam usaha pencapaian perkembangan optimal anak;
(4) Perusahaan, kerjasama dapat dilakukan dalam usaha pendidikan dan latihan berkenaan dengan karir. Selain itu perusahaan dapat diminta pertolongan untuk mendukung secara finansial (sponsor) kegiatan sekolah;
(5) Perguruan tinggi, kerjasama dapat dilakukan dalam hal pendidikan dan latihan baik bagi siswa maupun bagi peningkatan kompetensi guru BK/konselor dalam bentuk magang, praktikum dan berbagi pengalaman. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah kerjasama dalam penelitian untuk mengukur pengaruh program yang diterima siswa;
(6) Alumni, kerjasama dapat dilakukan salah satunya dengan mengundang alumni berbagi pengalaman mereka terhadap berbagai karir dan pengalaman hidup yang dijalaninya untuk dibagi kepada siswa sehingga mereka memiliki pemahaman baru berkenaan dengan pekerjaan dan dapat juga memberi dampak pada motivasi belajar siswa untuk mencapai kesuksesan akademiknya.
2) Collaborative inclusion model
Clark dan Bremen menciptakan model kolaboratif untuk konselor dan guru yang merepresentasikan berbagai praktik konsultasi. Model ini merekomendasikan Enam langkah inklusif dalam proses intervensi dimana guru dan konselor secara bersama merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi semua intervensi dalam ruang kelas dimana semua siswa bisa memperoleh manfaat. Enam langkah yang direkomendasikan itu adalah
(a) Klien dapat diperoleh dari alihtangan guru, administrator, orangtua atau atas inisiatif sendiri oleh siswa yang bersangkutan untuk mendapatkan layanan oleh konselor,
(b) Indentifikasi masalah dengan memperoleh dan menggali informasi dari berbagai catatan, berbicara dengan mitra seperti guru, orangtua dan administrator,
(c) Merencanakan intervensi dalam kelas untuk mencari jawaban atas tujuan yang akan dicapai secara bersama,
(d) Melaksanakan intervensi dan memodifikasinya sebagai kebutuhan. Langkah ini juga termasuk di dalamnya infusi melalui tutor/mentor sebaya untuk memberikan dukungan kepada siswa yang berkelanjutan,
(e) Mengembangkan sebuah rencana untuk membiarkan guru dan siswa untuk menindaklanjuti kegiatan setelah konselor menyelesaikan intervensi dalam ruang kelas. Pada tahap ini termasuk di dalamnya adalah memberikan penguatan, sistem umpan balik dan diikuti dengan panduan-panduan yang memungkinkan, dan
(f) Evaluasi dan monitor intervensi. Konselor dapat melakukan pengawasan kepada guru dan siswa secara periodik atau observasi terhadap pelaksanaan intervensi dalam ruang kelas.
3) Collaborative Culturally Competent Schools
Model ini dikembangkan oleh Simcox, Nuijens dan Lee dengan mengemukakan sebuah model kolaboratif yang sensitif secara kultural dan ekologis antara konselor sekolah dan psikolog sekolah untuk meningkatkan kompetensi budaya di sekolah. Model ini mengedepankan hubungan kerjasama antara konselor sekolah dan psikolog sekolah dalam mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi segala tindakan pada empat tingkatan utama pelayanan terhadap siswa, orangtua dan keluarga, pendidik dan masyarakat. Berikut disajikan secara ringkas ke empat tingkatan yang dimaksud yaitu :
- Intervensi yang berpusat pada siswa, merupakan bentuk intervensi yang dilakukan terhadap siswa dengan memfasilitasi siswa untuk sukses dalam bidang akademik, pribadi-sosial, dan karir melalui intervensi individual, kelompok kecil dan konsultasi;
- Penguatan keluarga, intervensi pada tingkatan ini fokus pada penguatan peran keluarga melalui berbagai penyajian topik dan forum pertemuan termasuk dalamnya topik yang berkenaan dengan kurikulum sekolah, asesmen dan penempatan, hubungan antara guru dan orangtua dan pendidikan administrasi;
- Konsultasi kolegial, tingkatan ini bertujuan untuk menciptakan kesempatan pengembangan profesional bagi staf pendidik dan profesional dengan cara mempromosikan sensitivitas budaya, respon dan kompetensi sekolah. Workshop dan seminar dapat dilakukan untuk menciptakan kompetesi dalam praktik dan strategi pendidikan;
- Pemanfaatan sumber komunitas, sekolah dan masyarakat dapat bekerjasama untuk mencapai kesuksesan sekolah pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Kolaborasi pada tingkatan ini dapat berupa peningkatan kesadaran masyarakat terhadap program sekolah dan pendidikan serta dapat juga secara bersama mengembangkan program pendidikan berbasis kemasyarakatan.
a. Hubungan dengan Aspek Pribadi-Sosial
- Awal untuk mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
- Memiliki kesadaran tanggung jawab social dalam bentuk; mengembangkan pola-pola perilaku sosial berdasarkan prinsip kesamaan (equality),menghayati nilai-nilai kesamaan (equality) sebagai dasar berinteraksi dalamkehidupan masyarakat luas, memelihara nilai-nilai persahabatan dankeharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain
- Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
- Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria dan wanita.
b. Hubungan dengan Aspek Akademik
1. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching;
2. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa;
3. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
4. Pihak sekolah mengetahui kegiatan ekstrakurikuler yang dibina sekolah mengandung pedagogis yang besar asal tidak berada diluar jangkauan kemampuan ekonomis siswa dan tidak terlalu jauh berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang disukai anak remaja
c. Hubungan dengan Aspek Karir
- Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)
- Memberikan informasi tentang harapan dan kekecewaan yang dirasakan orang tua,sehingga akan membantu dalam proses pemilihan karir
- Memiliki wawasan informasi yang terkait dengan perencanaan dan pilihan karir dan kesiapan karir
- Memelihara penguasaan perilaku, nilai dan kompetensi yang mendukung pilihan karir
- Mengenal kemampuan, bakat, dan minatr serta arah kecenderungan karir dan apresiasi seni.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan hal-hal yang di perlukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Sehingga saat konselor akan melakukan kolabrasi dengan ahli lain maka dibutuhkan suatu rancangan untuk menunjang terlaksananya layanan yang diberikan. Ada beberapa rencana yang perlu disiapkan untuk membantu mencapai keberhasilan tersebut.
a. Melakukan komunikasi dengan pihak sekolah
b. Menyiapkan anggaran dana yang akan digunakan untuk pelaksanaan kegiatan
c. Memilih intansi yang akan dijadikan narasumber
d. Melakukan komunikasi dengan ahli-ahli lain,saat akan megadakan acara seperti seminar
e. Menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat seminar
f. Melakukan kesepakatan waktu pengadaan kegiatan
2. Pelaksanaan
a. Menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan
b. Mencari berbagai informasi yang bekaitan dengan apa yang dibutuhkan konseli yang membutuhkan penjelasan dari ahli lain
3. Evaluasi
Evaluasi adalah cara yang ditempuh oleh pembimbing untuk membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan pelayanan Bimbingan dan Konseling. Dengan kata lain penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk menilai kesesuaian program, pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas Bimbingan, dan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Penilaian tersebut berkaitan dengan 3 aspek,yaitu
1. Penilaian terhadap program layanan
2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan program layanan
3. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan
Salah satu model yang dapat digunakan dalam kegiatan penilaian adalah model penilaian Stufflebeam’s yang terdiri atas empat kategori penilaian yaitu :
- Evaluasi konteks yakni berkaitan dengan penyediaan informasi dan penetapan tujuan yang baik, lingkungan yang relevan, dan identifikasi masalah yang berhubungan dengan program atau kegiatan,
- Evaluasi input yakni berkaitan dengan penentuan memanfaatkan input dalam mencapai tujuan,
- Evaluasi proses yakni berkaitan dengan pemberian umpan balik secara periodik dalam pelaksanaan program, dan
- Evaluasi hasil yakni berkaitan dengan pengukuran pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
Dari hal tersebut evaluasi yang dilakukan setelah melakukan layanan kolaborasi dengan ahli lain diberikan adalah kelancaran kegiatan,kesulitan-kesulitan yang terjadi,serta perbaikan yang dilakukan untuk menghadapi kegiatan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
Pentingnya kolaborasi penyelenggaraan layanan bimbingan konseling dengan berbagai pihak sebagai salah satu kerangka acuan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli menunjukkan bahwa kolaborasi sebagai usaha bersama yang dilakukan antara guru BK/konselor dan orang lain yang hendaknya mampu diimplementasikan dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen program bimbingan kolaboratif. Bentuk layanan langsung yang dapat diberikan oleh guru BK/konselor adalah dengan konseling individual, bimbingan dan konseling kelompok, konsultasi dan kegiatan-kegiatan lain seperti workshop berkenaan dengan topik yang mendukung pelaksanaan program, dan bentuk kegiatan lainnya. Untuk itu, guru BK/konselor dapat mengundang berbagai pihak tersebut (orangtua dan lainnya) ke sekolah untuk membicarakan lebih lanjut program bersama dalam usaha mencapai perkembangan siswa.
3.2 Saran
Hendaknya program kolaborasi penyelenggaraan layanan bimbingan konseling disusun berdasarkan kebutuhan siswa, orangtua dan guru, dilaksanakan secara bersama sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing komponen serta dilaksanakan secara aktif, sukarela dan penuh pertanggungjawaban.
Dahir, C. A., & Stone, C.B. 2012. The transformed school counselor. USA: Brooks/Cole Cencage Learning
Santoso,Djoko B. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Malang:tanpa penerbit.
Depdiknas. 2008. Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Daniel Muijs, Mel Ainscow, Chris Chapman dan Mel West. 2011. Collaboration and Networking in Education. Springer Dordrecht Heidelberg London New York
Jumarin, M. 2012. Model Bimbingan dan Konseling Manajemen-diri (BKMD) untuk meningkatkan Kompetensi dan Efikasi-diri dalam Belajar. Disertasi.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Alfabeta
Suryani, Yeni.2009. Peran Bimbingan Konseling Dalam Optimalisasi Potensi Siswa, Jakarta: Wikipedia.