Teori Atribusi Kelley’s Model

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam organisasi, persepsi, sikap dan nilai persepsi sangat dibutuhkan untuk perilaku dan pengembangan organisasi tersebut. Persepsi setiap individu dalam bagian-bagiannya pada suatu organisasi akan menjadi faktor penting dan paling utama dalam perilaku dan pengembangan organisasi, hal itu juga berlaku pada sikap dan nilai persepsi yang ada pada masing-masing individunya. Persepsi adalah suatu proses dengan mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna. Menurut Stephen P. Robbins (1998), persepsi adalah suatu proses pengorganisasian dan pemaknaan terhadap kesan-kesan sensori untuk memberi arti pada lingkungannya.
B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan maksud dari Teori Atribusi Kelley’s Model?

2. Jelaskan pengertian Nilai, Sikap dan Persepsi?

3. Sebutkan konsep, tipe serta faktor yang mempengaruhi Nilai, Sikap dan Persepsi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui maksud dari Teori Atribusi Kelley’s Model

2. Mengetahui pengertian Nilai, Sikap dan Persepsi

3. Mengidentifikasi konsep, tipe serta faktor yang mempengaruhi Nilai, Sikap dan Persepsi





BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Atribusi Kelley’s Model
Harlod Kelley dalam teorinya menjelaskan tentang bagaimana orang menarik kesimpulan tentang “apa yang menjadi sebab” apa yang menjadi dasar seseorang melakukan suatu perbuatan atau memutuskan untuk berbuat dengan cara-cara tertentu. Menurut Kelley ada tiga faktor yang menjadi dasar pertimbangan orang untuk menarik kesimpulan apakah suatu perbuatan atau tindakan itu disebabkan oleh sifat dari dalam diri (disposisi) ataukah disebabkan oleh faktor di luar diri. Pertimbangan tersebut yaitu:
1)      Konsensus (consencus): Situasi yang membedakan perilaku seseorang dengan perilaku orang lainnya dalam menghadapi situasi yang sama. Bila seseorang berperilaku sama dengan perilaku orang kebanyakan, maka perilaku orang tersebut memiliki konsensus yang tinggi. Tetapi bila perilaku seseorang tersebut berbeda dengan perilaku kebanyakan orang maka berarti perilaku tersebut memiliki konsensus yang rendah. (misalkan pak Amin adalah penyuka lawakan yang dimainkan oleh group lawakan Srimulat. Setiap menonton pertunjukan Srimulat pak Amin selalu tertawa terpingkal-pingkel dan orang lain pun juga tertawa. Dalam contoh ini dapat kita katakan bahwa perilaku pak Amin dalam hal tertawa menonton lawakan Srimulat berkonsensus tinggi (high consencus). Tetapi bila hanya pak Amin saja yang tertawa sedangkan orang lain tidak tertawa, maka perilaku pak Amin tersebut memiliki konsensus yang rendah.
2)      Konsistensi (consistency) adalah sesuatu yang menunjukan sejauh mana perilaku seseorang konsisten (ajeg) dari satu situasi ke situasi lain. Dalam contoh di atas, jika pak Amin selalu tertawa menonton Srimulat pada hari ini atau kapanpun pak Amin menonton Srimulat selalu tertawa, maka perilaku pak Amin tersebut memiliki konsistensi yang tinggi (high consistency). Semakin konsisten perilaku seseorang dari hari ke hari maka semakin tinggi konsistensi perilaku orang tersebut.
3)      Keunikan (distinctivenss) menunjukan sejauh mana seseorang bereaksi dengan cara yang sama terhadap stimulus atau peristiwa yang berbeda. Dalam contoh di atas, kalau pak Amin tertawa menonton lawakan Srimulat, juga tertawa menonton lawakan lainnya (lawakan Tukul Arwana, extra vaganza, dll) maka dapat dikatakan perilaku pak Amin memiliki keunikan yang rendah (low distinctivess), tetapi kalau pak Amin hanya tertawa ketika menonton lawakan Srimulat sedangkan terhadap lawakan lainnya pak Amin tidak tertawa, maka perilaku pak Amin memiliki keunikan tinggi (high distictiveness). Mengapa demikian? Karena pak Amin konsisten hanya tertawa pada Srimulat, kepada lawakan lainnya meskipun lucu, pak Amin tidak tertawa.
4)      Co-variasi antara ketiga faktor diatas akan menentukan apakah perlaku seseorang akan diatribusikan secara atribusi internal ataukah akan diatribusikan secara ekternal. Perilaku seseorang akan diatribusikan sebagai atribusi internal bila perilaku tersebut memiliki konsensus yang rendah, konsistensi tinggi dan keunikan yang rendah. Perhatikan situasi berikut: saya tertawa menonton srimulat-orang lain tidak tertawa menonton srimulat (konsesnsus rendah), saya selalu tertawa kapanpun saja saya menonton srimulat (konsistensi tinggi), dan saya selalu saja tertawa menonton pertunjukan lawak, tidak hanya dagelan srimulat (keunikan rendah). Menurut anda apa sebab saya tertawa. Apakah karena sifat kepribadian saya yang suka lawakan ataukah karena kecanggihan srimulat yang membuat saya tertawa ?
Dalam situasi yang bagaimanakah orang akan mengatribusikan penyebab perilaku ke atribusi ekternal ? Yaitu bila perilaku tersebut ditandai dengan konsensus yang tinggi, konsistensi tinggi dan keunikan juga tinggi. Mari kita lihat situasi ini : saya tertawa menonton dagelan srimulat orang-orang lain juga tertaa (konsesus tinggi), saya selalu tertawa menonton srimulat kapan saja (konsistensi tinggi), saya hanya tertawa menonton srimulat, kepada lawakan lain saya tidak tertawa (keunikan tinggi).
Apa kira-kira penyebab saya tertawa, apakah karena saya tipe orang yang suka tertawa, ataukah karena memang srimulatnya yang lucu. Dalam situasi demikian ini orang umumnya mengatakan srimulatnyalah yang membuat saya tertawa, karena saya tidak tertawa menonton lawakan lainnya (atribusi ekternal).
1. Kesalahan Atribusi
Kebanyakan orang tidak sempurna dalam membuat atribusi. Bias yang terjadi dinamakan Fundamental Atribution Error, yang menunjukkan kecenderungan kita untuk melihat orang daripada situasi sebagai penyebab utama perilaku orang. Apabila pekerja terlambat bekerja, pengamat lebih suka menyimpulkan bahwa orang tersebut malas daripada menyadari bahwa faktor eksternal mungkin menyebabkan perilaku tersebut. kesalahan atribusi mendasar terjadi karena pengamat tidak dapat dengan mudah melihat faktor eksternal yang membatasi perilaku seseorang. Kita tidak melihat kemacetan lalu lintas yang menyebabkan orang tersebut terlambat.
Kesalahan atribusi lain adalah Self-Serving Bias, yang merupakan kecenderungan menghubungkan hasil kita yang menyenangkan pada faktor internal dan kegagalan kita pada faktor eksternal. Secara sederhana, kita mengambil kredit atas keberhasilan kita dan menyalahkan orang lain atau situasi untuk kesalahan kita. Dalam laporan tahunan, misalnya, eksekutif terutama menunjukkan kualitas pribadi mereka sebagai alasan keberhasilan perusahaan dan pada faktor eksternal sebagai alas an untuk kegagalan perusahaan.
Folkman (2006: 25) menegaskan bahwa kita cenderung merasa bahwa apabila mengalami kegagalan adalah karena situasi. Tetapi kita melihat kegagalan orang lain adalah karena kurangnya usaha, kemampuan atau karakternya. Kenyataan tersebut kemungkinan tidak selalu benar dan menunjukkan kemungkinan kesalahan atribusi.
2. Jalan Pintas dalam Mempertimbangkan Orang Lain
Seringkali kita menggunakan jalan pintas dalam mempertimbangkan orang lain. Teknik ini sering sangat berharga, karena memungkinkan kita membuat persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data sahih untuk membuat prediksi. Tetapi hal ini tidak bebas dari kesalahan dan dapat membuat kita dalam kesulitan. Memahami jalan pintas ini dapat membantu untuk mengenal ketika hasilnya dapat membuat penyimpangan signifikan. Jalan pintas dalam mempertimbangankan orang lain tersebut dikenal dengan istilah Stereotyping.
Greenberg dan Baron (2003: 44) memberikan pengertian stereotipe sebagai keyakinan bahwa semua anggota kelompok spesifik berbagi sifat yang sama dan cenderung berperilaku dengan cara yang sama. Pengertian senada diberikan oleh Kreitner dan Kinicki (2010: 193) yang menyatakan bahwa stereotipe adalah serangkaian keyakinan individu tentang karakteristik atau atribut dari suatu kelompok. Stereotipe tidak selalu negatif. Sedangkan McShane dan Von Glinow (2010: 72) memberikan definisi stereotyping adalah merupakan proses menetapkan sifat pada orang atas dasar keanggotaan mereka dalam kategori sosial.
Keyakinan bahwa insinyur adalah baik dalam matematika pasti merupakan bagian stereotype. Stereotype mungkin akurat atau tidak. Insinyur mungkin kenyataannya lebih baik dalam matematika daripada orang pada umumnya. Pada umumnya, karakteristik stereotype dipergunakan untuk membedakan kelompok orang tertentu dari kelompok lainnya.
Penting untuk diingat stereotype adalah komponen fundamental dari proses persepsi dan kita menggunakannya untuk membantu proses sejumlah besar informasi yang menghujani kita setiap hari. Karena bukannya immoral atau buruk mempunyai stereotype. Tetapi, penggunaan stereotype yang tidak tepat dapat membawa pada keputusan yang buruk, dapat menciptakan hambatan bagi wanita, orang tua, orang berwarna, dan orang tuna daksa, dan dapat merusak loyalitas dan kepuasan kerja.
Stereotype mengandung tiga elemen. Pertama, kita mengembangkan kategori social dan menempatkan sifat yang sulit untuk diamati. Misalnya mahasiswa membentuk stereotype bahwa guru besar adalah cerdas dan pelupa. Kedua, kita menempatkan orang pada satu atau lebih kategori social atas dasar informasi yang mudah diamati tentang mereka, seperti gender, penampilan atau lokasi fisik mereka. Ketiga, orang kelihatannya seperti menjadi bagian kelompok stereotype ditentukan sifat yang tidak dapat diamati berkaitan dengan kelompok.
Stereotype dilakukan melalui empat proses, yaitu:
  1. Mengkategorikan orang dalam kelompok menurut berbagai kriteria seperti: gender, umur, ras, dan pekerjaan.
  2. Menduga bahwa semua orang dalam kategori tertentu memiliki sifat atau karakteristik yang sama.
  3. Membentuk harapan terhadap orang lain dan menginterpretasikan perilaku mereka menurut stereotype kita.
  4. Stereotype dipelihara dengan (i) memperkirakan terlalu tinggi frekuensi perilaku stereotyping ditunjukkan oleh orang lain, (ii) menjelaskan secara tidak benar perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan, dan (iii) membedakan individu minoritas dari diri sendiri.
3. Kesalahan Persepsi
Apabila seseorang melihat orang lain maka persepsinya terhadap orang tersebut mungkin saja salah atau keliru. Dalam hal demikian telah terjadi kesalahan persepsi. Di bawah ini kemungkinan bentuk kesalahan dalam persepsi kita terhadap seseorang:
1. Fundamental Attribution Error
Merupakan kesalahan persepsi karena kecenderungan kita menghubungkan tindakan orang lain pada sebab internal seperti sifatnya, sementara untuk sebagian besar mengabaikan faktor eksternal yang mungkin juga mempengaruhi perilaku.
2. Halo Effect
Merupakan kesalahan persepsi karena kesan umum kita tentang orang biasanya didasarkan pada satu karakteristik yang ditentukan sebelumnya, sehingga mewarnai persepsi kita terhadap karakteristik lain dari orang tersebut.
3. Similar-to-me Effect
Kecenderungan orang merasa atau menganggap enteng atau ringan orang lain yang diyakini sama dengan dirinya dalam setiap cara yang berbeda. Sebaliknya, bias terjadi karena kecenderungan orang merasa lebih menyukai orang lain yang seperti mereka daripada mereka yang tidak sama.
4. Selective Perception
Kecenderungan memfokus pada beberapa aspek lingkungan sementara itu mengabaikan yang lainnya.
5. First-impression Error
Kecenderungan mendasarkan pertimbangan kita tentang orang lain pada kesan kita sebelumnya tentang mereka. Seringkali cara kita mempertimbangkan seseorang tidak didasarkan semata pada seberapa baik orang tersebut kinerjanya sekarang, tetapi pada pertimbangan awal kita terhadap individu tersebut.
6. Primacy Effect
Merupakan kesalahan persepsi di mana kita secara cepat membentuk opini tentang orang atas dasar informasi pertama yang kita terima tentang mereka.
7. Recency Effect
Merupakan kesalahan persepsi di mana informasi paling baru mendominasi perspsi kita terhadap orang lain.
8. False-consensu Effect
Merupakan kesalahan persepsi di mana kita memperkirakan lebih tinggi terhadap orang lain yang mempunyai keyakinan dan karakteristik sama dengan kita.
9. Lineancy Effect
Merupakan karakteristik personal yang mengarahkan individu untuk secara konsisten mengevaluasi orang atau objek lain dalam cara sangat positif.
10. Central Tendency Effect
Merupaka kecenderungan menghindari semua pertimbangan ekstrem dam menilai orang atau objek sebagai rata-rata atau netral.
11. Contrast Effect
Merupakan kecenderungam mengevaluasi orang atau objek dengan membandingkan mereka dengan karakteristik orang atau objek yang baru saja diamati.

4. Memperbaiki Persepsi
Kita tidak dapat memintas atau memotong proses persepsi, tetapi harus berusaha untuk memperkecil bias dan distorsi yang ditimbulkan oleh persepsi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan:
1. Awareness of Perceptual Biases
Satu cara yang paling jelas dan luas dilakukan untuk mengurangi bias dalam proses persepsi adalah dengan menyadari bahwa bias memang terjadi. Kepedulian terhadap bias persepsi dapat menurunkan bias dengan membuat orang lebih sadar terhadap pikiran dan tindakannya. Tetapi kepedulian hanya mempunyai pengaruh terbatas.
2. Improving Self-Awareness
Cara yang lebih kuat untuk memperkecil bias persepsi adalah membantu orang menjadi lebih peduli terhadap bias dalam keputusan dan perilakunya sendiri. Kita perlu memahami keyakinan, nila-nilai, dan sikap untuk terbuka dan tidak menyatakan pendapat terhadap orang lain.
3. Meaningfull Interaction
Kepeduliaan diri dan saling pengertian dapat diperbaiki melalui meaningfull interaction, interaksi yang bermakna. Pernyataan ini didasarkan pada contact hypothesis yang menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, orang saling berinteraksi satu sama lain akan berkurang rasa prasangka atau bias persepsinya. Interaksi yang bermakna tidak hanya menurunkan kepercayaan pada stereotipe, tetapi juga potensial memperbaiki empati terhadap orang lain, dan karenanya memahami dan sensitif pada perasaan, pikiran dan situasi orang lain.

5. Aplikasi dalam Organisasi/Implikasi Manajerial
Orang dalam suatu organisasi selalu saling menilai. Manajer harus menilai kinerja pekerjannya. Kita menilai seberapa banyak usaha dilakukan rekan kerja kita untuk pekerjaannya. Apabila seseorang baru bergabung dalam tim, anggota yang lain segera membentuk pendapatnya tentang orang tersebut. Dalam banyak hal, pertimbangan kita mengandung banyak konsekuensi untuk organisasi.
Robbins dan Judge (2011: 208) berpendapat bahwa penggunaan jalan pintas persepsi dalam organisasi terjadi dalam kegiatan:
1. Employment Interview
Kebanyakan di antara kita dalam menerima pekerjaan melalui wawancara. Tetapi pewawancara membuat pertimbangan bersifat persepsi yang sering tidak akurat dan membuat kesan awal dengan cepat menerobos. Apabila kesan pertama bersifat negative maka bobotnya cenderung menjadi lebih berat dalam wawancara daripada apabila informasi yang sama diperoleh belakangan.
2. Performance Expectation
Orang berusaha memvalidasi persepsinya atas realitas bahkan ketika mereka salah. Perilaku orang ditentukan oleh harapan orang lain. Apabila manajer mengharapkan hal besar dari orangnya, mereka tidak mungkin menurunkannya. Sama halnya, apabila dia mengharapkan kerja minimal, mereka mungkin mencapai harapan yang rendah.
3. Performance Evaluation
Evaluasi kerja sangat tergantung pada proses persepsi. Masa depan pekerjaan sangat terikat pada penilaian, promosi, kenaikan upah dan kelanjutan kerja adalah hasil yang nyata. Meskipun penilaian dilakukan secara objektif, banyak pekerjaan dalam terminology subjektif.
Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (2010: 190) menunjukkan implikasi persepsi dalam masalah manajerial terdapat dalam kegiatan:
1. Hiring
Pewawancara membuat keputusan berdasar pada kesan tentang bagaimana pelamar menyesuaikan dengan persyaratan pekerjaan yang dirasakan. Sayangnya, banyak keputusan dibuat berdasarkan implicit cognition. Implicit cognition mencerminkan setiap pemikiran atau keyakinan yang secara otomatis diaktifkan melalui memori tanpa kepedulian secara sadar.
2. Performance Appraisal
Gambaran mental yang salah  tentang apa yang merupakan kinerja baik atau buruk dapat membawa penilaian kinerja tidak akurat, yang menggerogoti motivasi kerja, komitmen, dan loyalitas.
3. Leadership
Evaluasi pekerjaan terhadap efektivitas pemimpin sangat dipengaruhi oleh pandangan mereka tentang pemimpin yang tidak baik atau buruk. Pemimpin akan menghadapi waktu yang sulit untuk memengaruhi pekerja apabila dia menunjukkan mengandung perilaku dalam pandangan pekerja tentang pemimpin yang buruk.
4. Communication and Interpersonal Influence
Manajer perlu mengingat bahwa persepsi sosial adalah proses menyaring yang dapat mendistorsi komunikasi, baik yang masuk maupun yang keluar. Karena orang menginterpretasikan komunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan gambaran mental yang dikembangkan melalui pengalaman masa lalu, kemampuan kita memengaruhi orang lain dipengaruhi oleh informasi terdapat dalam gambaran orang lain berdasarkan umur, gender, etnis, penampilan, pidato, kebiasaan, kepribadian, dan karakteristik personal lainnya.
5. Counterproductive Work Behaviors
Pekerja menunjukka berbagai perilaku kerja kontra produktif ketika merasa bahwa mereka diperlakukan tidak adil. Sangat penting bagi manajer memperlakukan pekerja secara jujur, dengan mengingat bahwa persepsi tentang kejujuran adalah dilihat mata.
6. Physical and Psychological Well-Being
Bias yang bersifat negatif dapat mengarah baik pada masalah fisik maupun psikologis. Persepsi tentang ketakutan, menyakiti, dan kegelisahan berkaitan dengan serangan terhadap kesakitan, kemangkiran, dan keinginan untuk keluar. Kita harus berusaha menghindari kecenderungan memberikan perhatian terlalu banyak terhadap pemikiran negatif.
7. Designing Web Page
Penelitian mulai menggali apa yang menarik perhatian pemirsa pada web page dengan menggunakan peralatan eye-tracking canggih. Penelitian ini membantu organisasi mengeluarkan uangnya dengan bijak ketika merancang web page.

B. Nilai-nilai sikap dan persepsi
1.      Pengertiaan Nilai
Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa “bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebaikan.” Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, dan diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk-akhir keberadaannya adalah penting. Atribut intensitas menjelaskan seberapa penting hal itu. Ketika kita memperingatkan nilai-nilai individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh sistem nilai orang tersebut. Secara umum dapat dikatakan nilai itu relatif stabil dan kokoh.
2.      Tipe-tipe Nilai
1.      Nilai Kesetiaan dan Peilaku Etis
Ternyata, para manajer secara konsisten melaporkan bahwa tindakan bos mereka merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis dalam organisasi. Dengan fakta ini, nilai-nilai mereka yang berada dalam manajemen menengah ke atas akan secara signifikan berpengaruh pada keseluruhan ilkim etika di dalam organisasi tertentu.
2.      Nilai-nilai Antar Kebudayaan
Kerangka Kerja Hofstede untuk Pengkajian Kebudayaan. Merupakan salah satu pendekatan paling banyak dirujuk. Mengemukakan bahwa para manajer dan kayawan berbeda-beda berdasarkan lima dimensi nilai budaya nasional. Nilai-nilai tersebut adalah :
1.       Jarak kekuasaan. Merupakan atribut kebudayaan nasional yang menggambarkan tingkat penerimaan masyarakat akan kekuasaan dalam instutusi atau organisasi yang didistribusikan secara tidak merata.
2.       Individualisme vesus Kolektivisme. Individualisme adalah tingkat dimana orang-orang di sebuah negara lebih suka bertindak sebagai indiviidu dibandingkan sebagai anggota kelompok. Kolektivisme ekuivalen dengan individualisme yang rendah.
3.       Kuantitas kehidupan versus kualitas kehidupan. Kuantitas kehidupan adalah sampai tingkat mana nilai-nilai seperti keberanian, perolehan uang dan barang materi serta persaingan itu mendominasi. Kualitas kehidupan adalah sampai tingkat mana orang menghargai hubungan dan memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.
4.       Penghindaran ketidakpastian. Atribut kebudayaan nasional yang menggambarkan tingkat di mana masyarakat nerasa terancam oleh keadaan yang tidak menentu atau bermakna ganda dan mencoba menghindari keadaan tesebut.
5.       Orientasi jangka panjang versus jangka pendek. Orang-orang yang hidup dalam kebudayaan dengan orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan dan ketekunan. Orang yang berorientasi jangka pendek menghargai masa lampau dan masa kini, dan meneankan pada tradisi dan pemenuhan kewajiban sosial.
3.      Konflik Nilai
Organisasi adalah tempat bertemunya berbagai macam konsep nilai- nilai masyarakat (societal values), nilai institusi (institutional values), nilai organisasi (organizational values), nilai kerja (work values), nilai profesi (professional values) dan nilai personal (personal values). Akibat langsung dari bertemunya konsep nilai tersebut adalah kemungkinan terjadinya perbedaan antara satu konsep nilai dengan konsep nilai yang lain. Oleh karena itu konflik nilai sering tidak bisa dihindarkan. Tiga diantaranya akan mendapat perhatian pada KB ini yaitu intrapersonal conflict, interpersonal conflict, dan konflik antara nilai individu dengan nilai organisasi. Ketiga jenis konflik nilai ini masing-masing bersumber pada diri orang tersebut, hubungan antar manusia dan hubungan antara person dengan organisasi.
4.      Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict)
Perubahan demografi  tenaga kerja  terhadap peningkatan  jumlah  wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong terjadinya konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga.  Greenhaus dan Beutell  (1985) dalam Yang  et  al (2000)  mendefinisikan  konflik  pekerjaan  keluarga  (work  family conflict)  sebagai  bentuk  konflik  peran  di  mana  tuntutan  peran  pekerjaan  dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Konflik ini terjadi ketika seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan individu yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya. Konflik peran ini akan terjadi ketika pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi  tuntutan pekerjaannya  (Frone & Copper,  1992). Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan deadline atau tengat waktu pekerjaan yang harus diselesaikan. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani  tugas-tugas  rumah tangga.  Tuntutan keluarga  ini  ditentukan oleh besarnya  keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, et al,2000).
Frone,  et  al (1992)  mendefinisikan  konflik  pekerjaan  keluarga  sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, satu sisi  karyawan harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi  lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga,  artinya sebagian besar waktu  dan  perhatian  dicurahkan  untuk  melakukan  pekerjaan  sehingga  waktu untuk keluarga menjadi berkurang. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti  sebagian besar  waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga mengganggu pekerjaan.
5.      Nilai Lintas Budaya
Salah satu pendekatan yang paling banyak digunakan untuk menganalisis variasi kultur, dibuat pada akhir tahun 1970-an oleh Greet Hoftstede. Ia menemukan bahwa manajer dan karyawan memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda-beda. Dan kelimanya didefinisikan sebagai berikut :
1)      Jarak kekuasaan (power distance)
Tingkatan dimana individu dalam suatu negara setuju bahwa kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Peringkat yang tinggi atas jarak kekuasaan berarti bahwa ketidaksamaan kekuatan dan kekayaan yang besar ada dan ditoleransi dalam kultur tersebut.
2)      Individualisme (individualism) versus kolektivisme (collectivism)
Individualisme adalah tingkatan dimana individu lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Kolektivisme menekankan kerangka sosial yang kuat dimana individu lain dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3)      Maskulinitas (masculinity) versus femininitas (femininity)
Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi masyarakat.. Penilaian femininitas yang tinggi berarti bahwa terdapat sedikit perbedaan antara peran pria dan wanita. Dalam kultur ini, wanita diperlakukan sama dengan pria dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
4)      Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance)
Tingkatan dimana individu dalam suatu negara lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan situasi tidak terstruktur. Dalam kultur diaman tingkat penghindaran ketidakpastian tinggi, individu memiliki tingkat kekhawatiran yang juga tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas.
5)      Orientasi jangka panjang (long term orientation) versus orientasi jangka pendek (short term orientation)
Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan, dan tradisi. Sementara itu, individu dalam kultur orientasi jangka pendek menghargai masa kini, perubahan diterima dengan lebih siap, dan komitmen tidak mewakili halangan-halangan menuju perubahan.
6.      Nilai Etika dan Perilaku
Skandal-skandal terbaru perusahaan seperti manipulasi laporan keuangan, penyembunyian fakta, dan konflik-konflik kepentingan memang menunjukkan suatu penurunan, apakah hal ini dapat menurunkan etika bisnis?
Penurunan dalam standard - standard etika, mungkin mendapatkan sebuah penjelasan yang masuk akal. Bagaimanapun, manajer terus melaporkan bahwa tindakan atasan mereka merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis dalam organisasi mereka. Dengan fakta ini, nilai yang dimiliki oleh individu yang berada pada posisi manajemen menengah dan atas harus memiliki kaitan dengan seluruh iklim etis dalam sebuah organisasi.
Generasi Boomer naik ketingkat menajemen yang lebih tinggi, pada posisi manajer menengah dan puncak. Kesetiaan Generasi boomer adalah pada karier mereka serta focus perhatian mereka pada menjadi “nomor satu”. Robbins (2007) Potensial sekarang adalah pada generasi X yang sedang bergerak menuju celah-celah manajemen menengah dan dengan segera akan naik ke manajemen puncak. Karena dangat menghargai hubungan, mereka cenderung mempertimbangakan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain disekitar mereka. Sehingga dapat dilihat peningkatan standar etika dalam bisnis selama satu atau dua dekade berikutnya semata-mata sebagai hasil dari nilai yang berubah dalam posisi manajemen.

C. Sikap
1.      Pengertian Sikap
Masalah sikap merupakan suatu hal yang sudah dilakukan dan diperbincangkan dalam kehidupan sehari – hari. Banyak ahli sudah mendefinisikan arti dari sikap, namun dari sekian banyaknya definisi tidak ada perbedaan yang terlalu berarti. Ini menandakan bahwa sebenarnya sikap merupakan hal pasti dimiliki oleh setiap individu, hanya saja terlihat dengan frekuensi atau tingkatan dan jenis yang berbeda. Sikap atau attitude merupakan salah satu hal yang bisa dinilai dari diri seseorang. Melihat peran sikap sangat vital dalam kehidupan sosial membuat banyak orang rela menghabiskan banyak uang untuk membentuk sikap dan pribadi yang baik melalui sekolah kepribadian. Secara umum, sikap bisa didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang bersifat permanen mengenai lingkungan sekitarnya. Sikap juga bisa dimaknai suatu keadaan dalam diri manusia yang menggerakkannya untuk berbuat dalam aktivitas sosial dengan perasaan tertentu, juga dalam menanggapi objek situasi atau kondisi di sekitarnya. Sikap menjadi pokok bahasan yang menarik karena keterkaitannya dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
W.A. Gerungan (2009) yang mengatakan bahwa sikap adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Ini berarti bahwa sikap senantiasa terarahkan pada suatu obyek tertentu dalam arti bahwa taka da sikap tanpa obyek, dan gerakan atau reaksi terhadap obyek inilah yang di maksud dengan sikap. Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan evaluatif baik yang menyenagkan maupun tidak menyenangkan terhadap obyek, individu atau perisitiwa. Suatu sikap dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Sikap cenderung bertahap/tetap, tetapi dapat diubah dan berubah
2.      Sikap mencakup kontinum penerimaan dari yang sangat disukai sampai sangat tidak disukai
3.      Sikap diarahkan pada beberapa obyek dimana orang memiliki perasaan dan kepercayaan
2.      Komponen Sikap
Suatu sikap memiliki acuan dalam penilaiannya, diantaranya adalah:
1.      Emosi
Mencakup perasaan seseorang, hal ini bisa berarti positif, negatif, atau netral mengenai objek.
2.      Informasi
Terdiri dari kepercayaan dan informasi yang dimiliki individu mengenai objek.
3.      Perilaku
Terdiri dari kecenderungan seseorang untuk berperilaku tertentu terhadap objek.
Selain komponen – komponen di atas, disebutkan juga Tiga Domein Sikap berikut ini, Robbins (2001):
a)      Komponen kognitif, yaitu komponen tersusun atas dasar pengetahuan dan informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya atau komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan atau bagaimana mempersepsi objek.
b)      Komponen afektif, yaitu komponen yang bersifat evaluative yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.
Sikap Mempengaruhi Prilaku
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi (sosial) hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, prose terbentuknya sikap, maupun proses perubahannya. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap untuk mengetahui efek dan perannya baik sebagai variabel bebas maupun sikap sebagai variabel tergantung Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk bahwa produk tersebut memiliki atribut adalah akibat dari pengetahuan konsumen. Menurut Mowen dan Minor kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsmen mengenai suatu objek, atributnya, manfaatnya. Pengetahuan tersebut berguna dalam mengkomunikasikan suatu produk dan atributnya kepada konsumen. Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut tersebut. Berikut adalah beberapa karakteristik sikap antara lain :

1. Sikap positif, negatif, netral.

2. Keyakinan sikap.

3. Sikap memiliki objek.

4. Konsistensi sikap.

5. Resistensi sikap.

Walaupun sikap didifinisikan dalam bermacam cara, sikap sekedar sebagai keseluruhan evaluasi. Evaluasi ini dapat berjajar dari ekstrem positif hingga ekstrem negatif. Sebagai contoh konsumen memiliki sikap yang sangat mendukung terhadap pepsi, sikap yang sedikit mendukung terhadap Coke, sikap netral terhadap RC cola, dan sikap yang agak negatif terhadap Shasta cola. Jadi, sikap bervariasi dalam intensitas(yaitu, kekuatan) dan dukungan (favorability).
Sifat yang penting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang dengan keyakinan kuat, sementara yang lain mungkin ada tingkat kepercayaan yang minimum. Walaupun intensitas dan kepercayaan berhubungan, keduanya tidak sama. Seorang konsumen, misalnya mungkin memiliki kepercayaan yang sama bahwa ia menyukai pepsi, tetapi hanya sedikit mendukung Coke.
Mengerti tingkat kepercayaan yang dihubungkan dengan sikap adalah penting karena dua alasan. Pertama, hal ini dapat mempengaruhi kekuatan hubungan di antara sikap dan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan jauh lebih diandalkan untuk membimbing perilaku. Bila kepercayaan rendah, konsumen mungkin tidak merasa nyaman dengan bertindak berdasarkan sikap mereka yang sudah ada. Sebagai gantinya, mereka mungkin mencari informasi tambahan sebelum mengikatkan diri mereka.
Kedua, kepercayaan dapat mempengaruhi kereratan sikap terhadap perubahan. Sikap menjadi lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Satu lagi sifat penting dari sikap yaitu bahwa sikap bersifat dinamis ketimbang statis. Maksudnya, banyak sikap akan berubah bersama waktu. Sifat dinamis dari sikap sebagaian besar bertanggung jawab atas perubahan di dalam gaya hidup konsumen .

3.      Sikap Mempengaruhi Prilaku melalui maksud
1.      Pengertian sikap
Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
1.      Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2.      Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu.
Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3.      Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4.      Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.      Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
6.      Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. (Aswar, 2000 : 30-38)
3.      Perilaku
Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.
Menurut Green , faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1.      Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2.      Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
3.      Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
4.      Faktor yang mempengaruhi perilaku:
1.      Faktor Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.
a.       Jenis Ras/ Keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri ramah, senang bergotong royong, agak tertutup/pemalu dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.
b.      Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
c.       Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman
d.      Kepribadian
adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya
e.       Intelegensia
adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan
f.       Bakat
adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya
2.      Faktor Eksternal
a.       Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah.
b.      Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.
c.       Kebudayaan
diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua.
d.      Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.
e.       Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Sikap Kerja
Manusia di muka bumi ini untuk dapat makan harus bekerja, sikap tubuh saat melakukan setiap pekerjaan dapat menentukan atau berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Mungkin kita beranggapan keberhasilan pekerjaan hanya dinilai dari produktivitas, di sisi lain melupakan tingkat kelelahan atau risiko lainnya pasca melakukan pekerjaan agar siap untuk pekerjaan berikutnya. Sikap kerja yang ideal yang harus dimiliki oleh setiap pekerja diantaranya :
a.       Kerja otot statis sedikit
b.      Dalam melakukan tugas dengan memakai tangan, mudah dan alamiah
c.       Muskuler effort kecil dapat dipertahankan
d.      Sikap kerja berubah/dinamis lebih baik dari pada sikap statis tegang

D. Persepsi
1.      Pengertian Persepsi
Istilah persepsi banyak dijumpai dalam setiap percakapan orang ketika orang tersebut membicarakan hal – hal tertentu. Secara umum persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus sendiri didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Persepsi sendiri merupakan interpretasi unik dari suatu situasi, bukan rekaman situasi. Jadi persepsi bisa jadi berbeda dengan realita. Dalam buku perilaku dan manajemen organisasi (John M. Ivanevich, dkk 2006 :116) pesepsi didefinisikan sebagai proses kognitif dimana seseorang individu memilih, mengorganisasikan, dan memberikan arti kepada stimulus lingkungan. Melalui persepsi, individu berusaha untuk merasionalkan lingkungan dan objek, orang dan peristiwa di dalamya.
Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi, padahal dua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan – ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Sebaliknya persepsi memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis, saat otak mendapat stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu tulisan menjadi jelek.  Beberapa hal di atas menjelaskan tentang makna persepsi dari segi fisik, sedangkan Robbins, (2007:175) memberikan pengertian persepsi adalah proses individu mengatur dan menginterpretasikan kesan – kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Jadi persepsi merupakan suatu proses individu untuk mengenali lingkungan dengan interpretasi mereka yang mungkin akan berbeda antar individu lainnya. Dari berbagai defenisi yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pemberian arti atau makna terhadap suatu objek yang ada pada lingkungan. Dengan demikian setiap orang mempunyai persepsi sendirisendiri, karena perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli (obyek).
2.      Proses Persepsi

Proses terbentuknya persepsi pada seseorang dapat dimulai dari diterimanya rangsangan baik rangsangan visual, audio, olfatorik, dan rangsang-rangsang yang lain. Rangsang itu kemudian ditanangkap oleh alat indra untuk kemudian dibentuk menjadi sebuah persepsi mengenai apa yang ditangkap oleh alat indra. Setelah menjadi persepsi, mulailah pada proses pengenalan. Dalam proses pengenalan inilah persepsi yang dibangun, mulai diteliti dan diidentifikasi lebih dalam. Pengenalan ini merupakan tindak lanjut untuk mendapatkan suatu kepastian dari persepsi yang dibangun.
Gambar 1: Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Bimo Walgito (2002:90), terjadinya persepsi melalui suatu proses, yaitu melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1.      Suatu obyek atau sasaran menimbulkan stimulus, selanjutnya stimulus tersebut ditangkap oleh alat indera. Proses ini berlangsung secara alami dan berkaitan dengan segi fisik.
2.      Proses pentransferan stimulus ke otak. Dimana stimulus susatu obyek yang diterima oleh alat indera, kemudian disalurka ke otak melalui syaraf sensoris.
3.      Otak selanjutnya memproses stimulus hingga individu menyadari obyek yang diterima oleh alat inderanya.
Dalam tahap-tahap tersebut terjadilah adanya proses persepsi yaitu suatu proses dimana individu mengetahui dan menyadari suatu obyek berdasarkan stimulus yang mengenai alat inderanya.
1.      Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Persepsi terjadi melalui beberapa proses dan hal itu disebabkan oleh beberapa faktor. Para ahli menjelaskan dalam berbagai aspek dan pandangan, menurut Makmuri Muchlas (2008:119) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
1.      Pelaku persepsi
Penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri. Diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
2.      Target atau obyek persepsi
Gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari tiap-tiap individu.
3.      Situasi
Situasi juga dapat mempengaruhi sebuah persepsi. Misalnya seseorang yang dilihat berkulit hitam pada daerah yang didominasi oleh orang berkulit putih, tapi ketika ia berada di daerah yang didominasi oleh orang berkulit hitam seperti berada di daerah pedalaman Papua mungkin ia bisa dilihat berkulit putih dibandingkan mereka.
Pandangan yang sedikit berbeda dijabarkan oleh Thoha (2007:147), menurutnya faktor yang memengaruhi persepsi adalah sebagai berikut:
1.      Psikologi, persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
2.      Famili, pengaruh yang sangat besar pula terhahdap anakanak adalah famili atau orang tua.
3.      Kebudayaan, kebudayaan dan lingkungan tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang mermandang dan memahami keadaan di dunia ini
Robbins (2007:176) menggambarkan kompleksitas faktor yang memengaruhi persepsi sebagai berikut:
Gambar 2: Faktor – Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Dari faktor – faktor tersebut terjadilah proses pengolahan stimulus yang kemudian dijadikan persepsi. Hasil persepsi dapat dilihat sebagai berikut:
·         Sama dengan semua orang (Anybody)
·         Sama dengan beberapa orang (Somebody)
·         Tidak sama dengan orang lain (Others)



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persepsi merupakan proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Persepsi sendiri merupakan interpretasi unik dari suatu situasi, bukan rekaman situasi.
Sikap atau attitude merupakan salah satu hal yang bisa dinilai dari diri seseorang. Secara umum sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang bersifat permanen mengenai lingkungan sekitarnya.
Nilai dapat diartikan sesuatu yang diinginkan, penting dan memiliki arti, sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan.
Ketiga hal tersebut, baik persepsi, sikap maupun nilai sangat berperan dalam pengembangan perilaku organisasi. Persepsi masing-masing individu atau kelompok yang berbeda satu sama lain akan sangat menentukan perilaku atau tindakan apa yang akan diambil oleh organisasi tersebut terkait dengan kepentingan dan tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya.
B. Saran
Masih banyak hal yang perlu diperbaiki terutama pada persepsi dan sikap individu maupun kelompok dalam suatu organisasi demi meningkatkan kinerjanya. Untuk mendapatkan nilai atau suatu pencapaian yang memuaskan suatu perusahaan atau organisasi tentunya harus mampu mewujudkan visi misi organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Gerungan, W.A., (2009), Psikologi Sosial, PT Refika Asitama, Bandung.
Hofstede, Geert, 1997, Culture‟s and Organization, New York, Washington D.C London, Me Craw-Hill, 
Ivanevich, John M, dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Muchlas, Makmuri. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Robbins, Stephen.P, 2001, Perilaku Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenallindo, Jakarta
Sigit, Soehardi, 2003, Perilaku Organisasional, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta
Thoha, Mifta, 2007, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta:  Andi Offset.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »