Distosia

Distosia (Jenis dan Penyebab Distosia)

Distosia artinya kelambatan ataupun kesulitan persalinan normal. Distosia biasanya disebabkan karena kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.
 distosia adalah persalinan yang normal
Distosia Bayi

Ada dua jenis tipe distosia, antaralain:
  1. Distosia servikalis. Leher rahim gagal melebar selama persalinan, sehingga kontraksinya tidak cukup kuat untuk mengeluarkan bayi. Distosia serviks digolongkan sebagai darurat medis. Dokter akan mencoba merangsang kontraksi dengan oksitosin. Namun, jika gagal, bayi perlu dikeluarkan melalui operasi Caesar. Faktor penyebab: cidera leher rahim, ibu obesitas dan diabetes.
  2. Distosia bahu. Kondisis darurat medis yang ekstrim, dan jarang sekali terjadi. Hanya terjadi pada 0,6% kelahiran. Hal ini terjadi ketika kepala bayi telah sampai ke jalan lahir, namun bahunya terjebak atau tersangkut di pinggir panggul. Kegagalan ini bisa menyebabkan kematian ibu dan janin. Tindakan yang bisa dilakukan adalah Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 orang untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada. Jika gagal, dokter akan membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan. Jika berbagai posisi dan usaha belum juga berhasil, diperlukan segera operasi Caesar darurat. 
Faktor penyebab Distosia dikarenakan kelainan panggul.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia.
Salah satu penyebab dari distosia karena adalah kelainan jalan lahir lunak seperti vulva, vagina, serviks dan uterus. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.
1.2 Rumusan masalah
Ø Kesempitan Pintu Atas Panggul – Pap
Ø Kesempitan Bidang Tengah Panggul – Btp
Ø Kesempitan Pbp

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kesempitan Pintu Atas Panggul – Pap

Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal – BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
Perkiraan Ø AP – PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila ukuran CD < 11.5 cm.
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata Ø biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melewati panggul bila Ø AP – PAP < 10 cm.
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungan ibu yang dimaksud biasanya juga kecil. 
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik dibantu pula dengan tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik serta penebalan fundus uteri dan penipisan segmen bawah rahim.
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas PAP, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan PAP.

2.2 Kesempitan Bidang Tengah Panggul – Btp

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukurannya kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
· Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
· Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
· Diameter Sagitalis Posterior – DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP. Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan PAP 
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior, sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan BTP.
Bidang obstetrik BTP terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5. 
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi BTP menjadi bagian anterior dan bagian posterior.
Batas anterior bagian anterior BTP adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic.
Batas dorsal bagian posterior BTP adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
2.3 Kesempitan Pintu Bawah Panggul – Pbp
Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari 80°). Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan per vaginaan dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx). Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa. Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
MENUA, suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normal tubuh. Akibatnya, mudah menderita penyakit. Salah satu penyakitnya, Penyakit Arteri Perifer (PAP) yang merupakan petanda adanya proses aterosklerosis sistemik. 
Masalah ini dikupas dalam disertasi dr. R.A. Tuty Kuswardhani, Sp.Pd. K.Ger lewat kajian terhadap risiko terjadinya penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus tipe 2 lanjut usia, dalam ujian doktornya yang berlangsung terbuka di Gedung Program Pascasarjana Unud, Jumat (8/5).
Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 dan WHO, yang disebut lansia mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Diproyeksikan penduduk lansia di Indonesia tahun 2010 sebanyak 23.992.552 jiwa. Berdasarkan data US Bureau of Census tahun 1990 hingga 2020 jumlah penduduk lansia di Indonesia mengalami pertambahan 414%. Berdasarkan BPS 2005 ditengarai Indonesia menjadi negara keempat terbesar yang memiliki penduduk lansia setelah Cina, India, dan AS. Menua berasosiasi dengan peningkatan risiko terjadinya PAP terutama dimulai usia 40 tahun. Kejadian PAP sangat tinggi terjadi di kalangan perempuan berusia lebih dari 70 tahun.
PAP merupakan pertanda adanya proses aterosklerosis sistemik. Perkembangan aterosklerosis pada PAP sama halnya aterosklerosis koroner. Perkembangannya sangat dipengaruhi banyak faktor seperti penyakit jantung koroner klasik atau faktor tradisional seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, riwayat diabetes melitus dan kebiasaan merokok. Beberapa peneliti menemukan proporsi PAP pada diabetes sekitar 16-30%.
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa distansia intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Berkurangnya nilai distansia intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi dapat terjadinya robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan PBP saja jarang terjadi oleh karena kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan BTP.

2.4 Penanganan Distosia

Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvikyang dahulu banyak dilakukan tidak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran besarnya belum melewati pintu atas panggul – ke dalam rongga panggul dan terus keluar.
Tindakan ini ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini ialah kesulitan untuk menetapkan apakan janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala janin dapat dengan aman melewati kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus percobaan, simfisiotomia dan karsiotomia. Namun simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dilakukan pada janin mati.

Seksio sesarea

Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada factor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.

Persalinan percobaan

Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu, janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin bertambah besar serta lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina yang agak lama perlu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis.
2. Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada pembukaan serviks.
3. Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung.

Simfisiotomi

Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.

Kraniotomi

Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal, sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan pada jalan lahir. Kelainan jalan lahir dapat terjadi di vulva, vagina, serviks dan uterus. Peran bidan dalam mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap.
3.2 Saran
Peran bidan dalam menangani kelainan jalan lahir hendaknya dapat dideteksi secara dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan yang segera dan sesuai dengan kewenangan bidan, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »