Eutanasia (Pengertian, Jenis dan Pandangan Agama terhadap Praktek Eutanasia)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di beberapa Negara di dunia, euthanasia merupakan suatu tindakan yang dilegalkan, sehingga seorang dokter memiliki kewenangan untuk menjalankan prosedur euthanasia, namun tentu saja dengan seijin pihak keluarga dan melalui prosedur perijinan yang sangat ketat. Sedangkan di beberapa Negara yang lain, pelaku eutanasia ditangkap karena dianggap melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Saat ini terdapat banyak Negara yang melarang penyelenggaraan eutanasia, namun masih banyak pula dokter-dokter yang tetap melakukan eutanasia, baik yang diketahui maupun tidak, dengan berbagai alasan. Kampanye anti euthanasiapun banyak kita lihat di situs-situs internet, hal ini menunjukkan bahwa praktek euthanasia memang masih kerap terjadi. Perlu diketahui, eutanasia tidak hanya diterapkan kepada manusia saja, beberapa kasus euthanasia justru diterapkan kepada hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing. Bahkan pada baberapa kepercayaan, mereka yang meninggal harus dikuburkan bersama barang-barang kesayangannya sewaktu hidup, termasuk juga hewan peliharannya seperti anjing atau kucing. Sehingga, saat sang majikan meninggal, biasanya hewan peliharaannya di euthanasia terlebih dahulu, kemudian dikuburkan bersama.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah tentang euthanasia ini. Rumusan masalah tersebut yaitu:
a. Apa pengertian dari eutanasia?
b. Apa saja jenis-jenis euthanasia yang pernah dilakukan?
c. Bagaimana sejarah penerapan eutanasia?
d. Bagaimana pandangan Agama terhadap praktek eutanasia?
euthanasia artinya |
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian eutanasia
Secara bahasa, istilah eutanasia berasal dari bahasa Yunani ‘eu’ yang artinya baik dan ‘thanatos’ yang berarti kematian, sehingga istilah euthanasia secara singkat dapat diartikan sebagai ‘kematian yang baik’.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, eutanasia artinya tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yg tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Sedangkan Wikipedia menyebutkan bahwa eutanasia berarti praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Menurut pengertian ini, kita dapat membagi eutanasia menjadi 3 jenis utama, ketiga jenis tersebut yaitu:
- eutanasia agresif : atau suatu tindakan euthanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup sang pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan tertentu.
- eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (euthanasia otomatis) termasuk kategori euthanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sang pasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah suatu praktek euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri.
- eutanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada euthanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. euthanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit (Wikipedia, 2010).
2.2 Jenis-jenis euthanasia yang Pernah Dilakukan
Didasarkan pada beberapa hal, euthanasia memiliki beragam jenis, ditinjau dari status pemberian ijin, euthanasia dibagi menjadi 3, yaitu:
- eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan euthanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan, dan pelakunya dapat dikenakan ancaman tindakan pidana.
- eutanasia secara tidak sukarela: euthanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien. Namun disisi lain, si pasien sendiri tidak memungkinkan untuk memberikan ijin dikarenakan kondisinya, misalnya sipasien koma atau tidak sadar.
- eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial. Beberapa Negara memberikan ijin untuk euthanasia tipe yang ketiga ini, misalnya Belanda, namun beberapa yang lain menganggapnya sebagai tindakan bunuh diri yang dibantu, sehingga tetap melanggar hukum.
Ditinjau dari segi tujuannya, eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010), yaitu:
a. euthanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
euthanasia jenis ini, dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya euthanasia jenis ini dilakukan kepada pasien yang menderita rasa sakit yang amat sangat dalam penyakitnya, sehingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk melakukan euthanasia.
b. euthanasia hewan
Sesuai dengan namanya, euthanasia jenis ini, khusu dilakukan kepada hewan, biasanya beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk melakukan euthanasia. Pada kasusyang lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang meninggal, maka barang-barang kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk hewan-hewan kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan umumya mereka di suntik mati terlebih dahulu.
c. eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada euthanasia agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien sendiri.
Selain itu, sebagaimana teah disinggung di atas, berdasarkan pengertiannya, euthanasia dibagi menjadi 3 jenis utama, ketiga jenis tersebut yaitu:
a. euthanasia agresif : atau suatu tindakan euthanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup sang pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan tertentu.
b. euthanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (euthanasia otomatis) termasuk kategori euthanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sang pasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah suatu praktek euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri.
c. euthanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan euthanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada euthanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. euthanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit .
2.3 Sejarah eutanasia
Istilah eutanasia pertamakali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam manuskripnya yang berjudul sumpah Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam supahnya tersebut Hippokrates menyatakan; "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dari dokumen tertua tentang euthanasia di atasa, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia.
Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti euthanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya euthanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung euthanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan euthanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan euthanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, euthanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan euthanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" euthanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan euthanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap euthanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan euthanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika. (Wikipedia). Sebagaimana kita ketahui, nazi yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler, menganggap bahwa orang cacat merupakan hambatan terhadap kemajuan suatu bangsa, sehingga secara besar-besaran nazi melakukan euthanasia secara paksa kepada semua orang cacat di Berlin, Jerman. Terdapat beberapa catatan yang cukup menarik terkait dengan praktek euthanasia di beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut sedikit uraiannya:
a. Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
b. Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba.
c. Uruguay mencantumkan kebebasan praktek euthanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
d. Di beberapa Negara Eropa, praktek euthanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
e. Di Amerika Serikat, khususnya di semua Negara bagian mencantumkan euthanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
f. Satu-satunya Negara yang dapat melakukan tindakan euthanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan euthanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan euthanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan euthanasia pasif.
2.4 Pandangan Agama terhadap Praktek euthanasia
a.Dalam ajaran Agama Islam
Seperti Agama yang luhur, Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri. euthanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (euthanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya euthanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.
b. Dalam ajaran gereja Katolik Roma
Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang euthanasia ("Declaratio de euthanasia") yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya dengan semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi euthanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek euthanasia, dalam ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor 64 yang memperingatkan kita agar melawan "gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa euthanasia merupakan tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66) .
c. Dalam ajaran Agama Hindu
Pandangan Agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal.
d. Dalam ajaran Agama Buddha
Ajaran Agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna") Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.
e. Dalam ajaran gereja Ortodoks
Pada ajaran Gereja Ortodoks, gereja senantiasa mendampingi orang-orang beriman sejak kelahiran hingga sepanjang perjalanan hidupnya hingga kematian dan alam baka dengan doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan. Seluruh kehidupan hingga kematian.
itu sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dengan kehidupan gerejawi. Kematian itu adalah sesuatu yang buruk sebagai suatu simbol pertentangan dengan kehidupan yang diberikan Tuhan. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-kehidupan dan oleh karenanya menentang anjuran euthanasia.
f. Dalam ajaran Agama Yahudi
Ajaran Agama Yahudi melarang euthanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya kedalam "pembunuhan". Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan yang memberikannya kehidupan sebagai pemilik sesungguhnya dari kehidupan. Walaupun tujuannya mulia sekalipun, sebuah tindakan mercy killing (pembunuhan berdasarkan belas kasihan), adalah merupakan suatu kejahatan berupa campur tangan terhadap kewenangan Tuhan.
Dasar dari larangan ini dapat ditemukan pada Kitab Kejadian dalam alkitab Perjanjian Lama Kej 1:9 yang berbunyi :" Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia". Pengarang buku : HaKtav v'haKaballah menjelaskan bahwa ayat ini adalah merujuk kepada larangan tindakan euthanasia.
g. Dalam ajaran Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap euthanasia dan orang yang membantu pelaksanaan euthanasia. Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya
Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan. Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
a. eutanasia berasal dari bahasa Yunani ‘eu’ yang artinya baik dan ‘thanatos’ yang berarti kematian, sehingga istilah euthanasia secara singkat dapat diartikan sebagai ‘kematian yang baik’.
b. Terdapat dua prinsip utama dalam standar prosedur eutanasia, yaitu secara fisik (misalnya dengan pemutusan leher, perusakan otak, atau penembakan kepala) dan secara kimiawi (dengan teknik inhalasi gas beracun atau suntik subtansi kimia mamatikan)
c. eutanasia memiliki berbagai klasifikasi berdasarkan beberapa katagori tertentu.
d. Pada beberapa Negara eutanasia telah dilegalkan sebagai salah satu tindakan medis, di beberapa Negara yang lain, eutanasia masih digolongkan sebagai tindakan criminal, termasuk di Indonesia.
e. Pada umumnya agama menolak dilakukannya eutanasia, karena dianggap mendahului kehenda Tuhan, sebab, hidup dan mati ada di tangan Tuhan.
3.2 Saran
eutanasia adalah tindakan yang kontrofersial, disatu sisi, ada niatan baik baik untuk membantu menghentikan penderitaan pasien, disisi lain, bagaimanapun euthanasia merupakan suatu praktik menghilangkan nyawa orang lain atau hewan. Saran kami, pembaca lebih banyak lagi mengkaji terkait dengan isu euthanasia ini, sehingga dapat memandang eutanasia secara holistic dan menanggapi fenomena euthanasia ini secara bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,F. 2008. Euthanasia Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan. Solo: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rietveld, R. 2003
Methods of Euthanasia: On Farm Euthanasia of Cattle and Calves. Animal Care Specialist/OMAF.
Etiatin, E.T. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada Hewan. Makalah tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Baca Juga : Distosia
1 komentar:
komentarmakasiiih datanya=D
Reply