Gangguan Prilaku dan Kesalahan Belajar

Gangguan Prilaku dan Kesulitan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
     Setiap anak unik dan luar biasa. Beberapa anak mempunyai perbedaan yang kita sebut anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat berarti banyak hal. Kadang-kadang anak belajar secara berbeda, atau mendengarkan dengan alat bantu, atau membaca dengan huruf Braille. Seorang anak mungkin mempunyai kesulitan dalam untuk berkomunikasi atau memberikan perhatian. Seorang anak dapat lahir dengan kebutuhan khusus, atau memperolehnya karena kecelakaan atau kondisi kesehatannya. Kadang-kadang seorang anak akan mengembangkan perilaku tertentu dan kemudian menjadi terhambat perkembangannnya. Tetapi apapun masalah yang dialami seorang anak dalam proses belajarnya, emosi, tingkah laku, atau tubuh fisiknya, ia tetap seorang manusia. Ia tidak ditentukan oleh ketidakmampannya; alih-alih ketidakmampuannya adalah sebagian dari jati dirinya.
Kesulitan Belajar
Gangguan Perilaku

1.2 Rumusan Masalah 
     Adapun permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah: 
  1. Jelaskan Definisi dan faktor-faktor kesulitan belajar
  2. Bagaimanakah Karateristik dan sebab-sebab anak berkesulitan belajar 
  3. Sebutkan Masalah dan dampak dari anak berkesulitan belajar 
1.3 Tujuan 
     Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah: untuk mengidentifikasi gangguan prilaku dan kesalahan belajar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kesulitan Belajar

     Anak berkesulitan belajar termasuk ke dalam kelompok tersendiri yang disebut learning diabilities atau berkesulitan belajar atau ketakcakapan belajar. Siapakah anak berkesulitan belajar itu? Tidak kurang dari 40 istilah telah diusulkan untuk menggambarkan atau merujuk kepada apa yang disebut dengan anak berkesulitan belajar. Dan tidak kurang dari 38 definisi telah dirumuskan untuk mengartikan istilah berkesulitan belajar. 
     Haring (1974) menambahkan, “learning disability is a behavioral deficit almost always associated with academic performance and that can be remediated by precise individual instruction programming”.
     Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukkan bahwa learning disability (ies) tidak digolongkan ke dalam salah satu keluarbiasaan seperti yang dibahas sebelumnya, melainkan merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar. Meskipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.
     Keragaman jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami seorang anak memang menimbulkan adanya klasifikasi yang cermat tentang kesulitan belajar ini. Oleh karena itu muncul berbagai istilah atau sebutan bagi kesulitan belajar seperti telah diutarakan di atas. Akan tetapi di dalam kenyataan, kesulitan yang satu seringkali dibarengi oleh kesulitan lain sehingga terjadi tumpang tindih antar kesulitan.
     Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning disabilities adalah istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar. 

2.2 Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Kesulitan Belajar

     Kephart (1967) mengelompokkan penyebab kesulitan belajar ini dalam tiga kategori utama yaitu: kerusakan otak, gangguan emosional, dan pengalaman. Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam kasus-kasus encephalitis, meningitis, dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian pula anak-anak yang mengalami disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction) pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.

1. Faktor Gangguan Emosional

     Faktor gangguan emosional yang menimbulkan kesulitan belajar terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan yang mengganggu hubungan funsional sistem urat syaraf.

2. Faktor Pengalaman

     Faktor ‘pengalaman’ yang dapat menimbulkan kesulitan belajar mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan atau kemiskinan pengalaman lingkungan.Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh kesempatan menangani peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu dapat mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil dan ballpoint.

2.3 Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar

     Anak yang berprestasi rendah (underachiviers) umumnya kita temui di sekolah karena tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran yang sangat rendah ditandai pula dengan hasil tes IQ berada di bawah rerata normal. Untuk golongan ini disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya disebabkan oleh faktor minimal brain dysfuncton, dyslexia, atau perceptual disability. Di Amerika Serikat anal yang berprestasi rendah disebut dengan istilah spesific learning disability. 
Aspek Kognitif 
     Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar.Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukkan kemampuan berhitung atau matematika yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara nyata. 
Aspek Bahasa 
     Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah kemampuan berbahasa anak akan berpengaruh signifikan terhadap kegagalan belajar. 
Aspek Motorik 
     Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar.Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau pola.Kemampuan ini sangat diperlukan menggambar, menulis, atau menggunakan gunting.Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan belajar. 
Aspek Sosial dan Emosi 
     Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen. Ke-impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.

2.4 Sebab-Sebab Kesulitan Belajar 

Ketidakberfungsian Minimal Otak (minimal brain dysfunction) 
     Ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada anak. Ketidakberfungsian ini bisa didapatkan dalam berbagai macam kombinasi kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi motorik.
     Sekalipun sistem seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak, tetapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam memahami konsep konkrit maupun abstrak; penampilannya cenderung kacau atau tak beraturan-tinggi dalam bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya.Mereka sering menunjukkan gejala kurang mampu memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustrasi, dan sikap permusuhan. 
Aphasia 
     Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 30 tahunan. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara, atau faktor lingkungan. 
Dyslexia 
     Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah. 
Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik 
     Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah yang sama. Sebenarnya persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik.Persepsi itu sendiri berfungsi membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.Seorang anak membedakan dan menafsirkan objek sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi jika kelemahan perseptual-motorik itu terjadi, hubungan antara persepsi dan gerak motorik akan terganggu. Kondisi ini menjadikan anak tidak dapat melakukan pengamatan secara tepat dan tidak mampu menterjemahkan pengamatan itu ke dalam alur gerak motorik, dan bahkan anak tidak dapat mendengar dan melihat secara normal.Biasanya anak yang mengalami gangguan perseptual motorik ini mengalami kesulitan dalam memahami dan menyatakan ide.

2.5 Identifikasi Anak Berkesulitan Belajar

     Keragaman definisi kesulitan belajar membawa keragaman pula dalam orientasi filosofis tentang identifikasi dan pengajaran bagi anak berkesulitan belajar.Meskipun demikian prinsip-prinsip dasar evaluasi bagi seluruh anak berkesulitan belajar perlu diketahui dan dipahami. Prinsip-prinsip dasar tersebut ialah: 
Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami oleh anak. 
Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas seorang guru atau ahli lain yang mengetahui masalah kesulitan belajar. 
     Kriteria penetapan kesulitan belajar hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut: 
  1. Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika anak tidak mampu mencapai prestasi sesuai dengan usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang.
  2. Seorang anak tidak diidentifikasikan sebagai mengalami kesulitan belajar jika kesenjangan antara kecakapan dan prestasi. 
Pelaporan hasil identifikasi hendaknya menyatakan: 
  1. Kesulitan belajar khusus apa yang dialami anak,
  2. Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis kesulitan,
  3. Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan,
  4. Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian akademik anak,
  5. Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan,
  6. Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan dan layanan khusus,
  7. Pertimbangan tentang pengaruh ketakberuntungan lingkungan, budaya, dan ekonomi.

2.6 Masalah Dan Dampak Dari Anak Berkesulitan Belajar

     Telah diungkapkan di atas bahwa perilaku bermasalah yang muncul sebagai akibat dari kesulitan belajar sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi kesulitan itu. Namun demikian, secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya. Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua, apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialami anaknya. Kekecewaan, perasaan, dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil menimbulkan frustasi orang tua atau keluarga.
     Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar menimbulkan dampat terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Meskipun demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu penyelenggaraan kelas khusus bagi anak kesulitan belajar. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan pendidikan dan psikologis dikembangkan.
     Mengingat harapan tersebut di Indonesia masih sulit diwujudkan, maka hal yang paling mungkin ialah membekali para guru dan calon guru sekolah dasar dengan pengetahuan/keterampilan memahami dan membantu anak berkesulitan belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 
  1. Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.
  2. Anak berkesulitan belajar merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan melalui kajian kesulitan belajar ini adalah:
  1. Orang tua sebaiknya lebih memperhatikan kesulitan belajar anak dan membimbingnya dengan cara yang benar.
  2. Guru sebaiknya lebih teliti dalam mendiognosis penyebab kesulitan belajar siswa supaya dapat ditangani dengan tepat.
  3. Kesulitan belajar siswa membutuhkan kerjasama yang baik antara guru dan orangtua siswa supaya penanganan kesulitan belajar dapat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Delphie,Bandi (2007). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman:Penerbit KTSP
Somantri.Sutjihati (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung :Penerbit Refika Aditama 
Muhibbin Syah, 2000. Psikologi pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung
Abu Ahmadi & Supriyono Widodo, 2004. psikologi Belajar. Rineka Cipta: Jakarta.
Sholihin, Muchlis. M. Ag. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN Pamekasan Press. 2006.
Asrori, Mohammad, M. Pd. Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008. 
Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Prestasi Putra. Jakarta:. 2002.
Syah, Muhibbin. M. Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005.
Purwanto, Ngalim, MP. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »