BAB I
PENDAHULUAN

Kata Morfologi berasal
dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang
digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu.
Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan
kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu,
perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata
yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam
morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam
morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya,
dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata
(struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna
(arti) dan kelas kata.
a. Apakah yang dimaksud dengan Pengertian Morfologi?
b. Bagaimanakah yang disebut dengan Morfem?
c. Apa saja Kalsifikasi Morfem?
d. Bagaimana Proses Morfologis?
e. Apakah yang dimksud dengan Makna Kata Ulang?
Untuk mengetahui pengertian morfologi dan morfem dan untuk
mengetahui klasifikasi morfem.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Morfologi
Menurut Verhaar (1984) morfologi adalah bidang linguistik
yang mempelajari susunan bagian kata secara gramatikal. Sedangkan Kridalaksana
(1984) berpandapat bahwa morfologi adalah:
a) Bidang linguistik yang mempelajari
morfem dan kombinasi-kombinasinya
b) Bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagian-bagian kata, yaitu morfem.
M. Faisal (2009) menyatakan bahwa morfologi merupakan bagian
dari tata bahasa, yang membahas tentang bentuk kata. Berdasarkan
definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang
lain untuk membentuk sebuah kata.
B. Morfem
Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat
lagi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, misalnya kata sutra jika
dibagi menjadi su dan tra, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut morfem
karena tidak mempunyai makna. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat dibagi
menjadi bagian yang lebih kecil (Badudu, 1985).
Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan
morfem menjadi beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi,
yaitu hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982; Prawirasumantri, 1985).
Penjelasannya sebagai berikut:
a) Ditinjau dari hubungannya
Terdiri dari :
(a) Hubungan struktur
Menurut
hubungan struktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Morfem yang bersifat adiktif
(tambahan) adalah morfem-morfem umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti
pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut
tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
2. Morfem yang bersifat replasif (penggantian),
yaitu morfem-merfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya.
Perubahan bentuk itu disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah.
Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris.
3. Morfem bersifat substraktif (pengurangan),
misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk
adjektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara
ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !
Betina
|
Jantan
|
Arti
|
/fos/
/bon/
/sod/
/ptit/
|
/fo/
/bo/
/so/
/pti/
|
Palsu
baik
panas
kecil
|
(b) Hubungan posisi
Dilihat dari hubungan posisinya, morfempun dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu 1. bersifat urutan, 2. bersifat sisipan, dan 3.
bersifat simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan
memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.
Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian,
yaitu /ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan karena yang satu
terdapat sesudah yang lainnya.
Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat dilihat dari kata
/telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di
samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi /t…unuk/+/-el-/.
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung
terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/, /kesiangan/, dan sebagainya.
Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke…an/ dan /hujan/, sedangkan /kesiangan/
terdiri dari /ke…an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia
merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal
bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau /siangan/. Morfem
simultan itu sering disebut morfem kontinu (discontinuous morpheme).
b) Ditinjau dari distribusinya
Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
(a) Morfem bebas
Menurut
Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri
sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian,
morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri; seperti: gelas, meja,
pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapi ingat, konsep
kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara
morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi
dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
(b) Morfem terikat
Menurut
Santoso (2004), morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti,
maka morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata,
morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994), morfem
terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri.
Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal,
umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti –
juang, -gurau, -tawa, yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan
selalu dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi sebagai morfem terikat,
yang berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi dengan
morfem terikat yang lain.
C.
Kalsifikasi Morfem
a.
Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem bebas dan morfem terikat adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan.
b.
Morfem utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk
formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh
atau merupakan dua bagian yang terbagi. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah
morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
c.
Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh
fonem-fonem segmental, misalnya morfem lihat, -lah, sikat, dan ber-. Jadi semua
yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental
adalah morfem yang dibentuk oleh unsure-unsur suprasegmental. Misalnya,
tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
d.
Morfem Beralomorf Zero
Morfem beralomorf zero, yaitu morfem yang salah satu
alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi melainkan
berupa kekosongan.
e.
Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem tidak Bermakna
Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara
inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri. Sedangkan morfem tidak
bermakna leksikal, tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
D.
Proses Morfologis
Prosese morfologis menurut Samsuri (1985) adalah cara
pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem satu dengan morfem yang lain.
Proses morfologis meliputi sebagai berikut :
a) Afiksasi
Menurut
Samsuri (1985), afiksasi adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks.
Macam-macam afiks adalah sebagai berikut :
(a) Prefiks (awalan), terdiri atas
awalan pe(R)-, me(N)-, te(R)-, di-, be(R)-, dan pe(N)-.
(b) Infiks (sisipan), terdiri dari 3
macam, yaitu -el-, -em-, dan -er-.
(c) Sufiks (akhiran), bahasa Indonesia
mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, dan man. Akhiran asli terdiri dari
-an, -kan, -i, dan -nya.
(d) Konfiks (imbuhan gabungan senyawa),
adalah gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang
merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Mendapat imbuhan pe(R)-an,
pe(N)-an, ke-an, dan be(R)-an.
b) Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses
pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun sebagian. Reduplikasi dalam
bahasa Indonesia dibagi sebagai berikut :
(a) Kata ulang seluruh
Kata ulang seluruh adalah perulangan
bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Contoh :
rumah menjadi rumah-rumah, orang menjadi orang-orang, dan meja menjadi
meja-meja.
(b) Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian adalah
pengulangan sebagian morfem dasar, baik awal maupun bagian akhir morfem. Contoh
: tatangga menjadi tetangga, luluhur menjadi leluhur, dan luluasa menjadi
leluasa.
(c) Perulangan dengan perubahan fonem
Perulangan dengan perubahan fonem
adalah morfem dasar yang diulang mengalami perubahan fonem. Contoh: gerak
menjadi gerak-gerik, lauk menjadi lauk-pauk, sayur menjadi sayur-mayur, dan
balik menjadi bolak-balik.
(d) Perulangan berimbuhan
Perulangan berimbuhan adalah
perulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan dan mengalami proses
pembubuhan afiks. Contoh: main menjadi bermain-main, lihat menjadi
melihat-lihat, dan kuda menjadi kuda-kudaan.
E.
Makna Kata Ulang
Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis
kata, makna struktural kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut.
1) Perulangan menggunakan makna banyak
yang tak tentu. Perhatikan contoh berikut:
(a) Kuda-kuda itu berkejaran di padang
rumput.
(b) Buku-buku yang dibelikan
kemarin telah dibaca.
2) Pengulangan mengandung makna
bermacam-macam. Contoh:
(a) Pohon-pohonan perlu dijaga kelestariannya.
(banyak dan bermacam-macam pohon).
(b) Daun-daunan yang ada di pekarangan sekolah
sudah menumpuk. (banyak dan bermacam-macam daun).
(c) Ibu membli sayur-sayuran di
pasar. (banyak dan bermacam-macam sayur).
3) Makna lain yang dapat diturunkan
dari suatu kata ulang adalah menyerupai atau
tiruan
dari sesuatu. Contoh:
(a) Anak itu senang bermain kuda-kudaan.
(menyerupai atau tiruan kuda).
(b) Andi berteriak kegirangan setelah
dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai atau tiruan ayam).
4) Mengandung makna agak atau
melemahkan arti. Contoh :
(a) Perilakunya kebarat-baratan
sehingga tidak disenangi oleh teman-temannya.
(b) Sifatnya masih kekanak-kanakan.
5) Menyatakan makna intensitas. Makna
intensitas terdiri dari:
(a) Intensitas Kualitatif, contohnya:
1. Ia mondar-mandir saja
Pukullah kuat-kuat.
2. Anak itu belajar sebaik-baiknya.
(b) Intensitas kuantitatif, contohnya:
1. Kuda-kuda itu berlari kencang.
2. Anak-anak bermain bola di pekarangan rumah.
(c) Intensitas frekuantif, contohnya:
1. Ia menggeleng-gelengkan
kepala.
2. sejak tadi.
6) Perulangan pada kata kerja
mengandung makna saling atau pekerjaan yang berbalasan.Contoh :
(a) Kita harus tolong-menolong.
(b) Saat pertama kali bertemu mereka bersalam-salaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari
hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah
kata. Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, misalnya kata sutra jika dibagi menjadi
su dan tra, bagian-bagian itu tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak
mempunyai makna.
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan
bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan
yang utuh atau merupakan dua bagian yang terbagi. Sedangkan morfem terbagi
adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
B.
Saran
Semoga dengan adannya makalah ini dapat menambah
wawasan penulis tentang tataran morfologi khususnya dan pembaca pada umumnya,
saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Kentjono, Djoko. 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Verhaar, J.W.N. 1978. Pengantar Linguistik 1.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramlan.1967.Morfologi Bahasa
Indonesia. Jakarta: UP. Indonesia Jaya
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta.