BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang

Tata nilai dan norma bahasa jurnalistik menjadi kelembagaan
yang unik dan bila dipolakan, menginduksi wacana masyarakat ketika menempatkan
perspektif atas realitas. Jurnalistik membuat media menjadi institusi bahasa.
Joshua Meyrowitz (dalam Littlejohn, 2002) mengilustrasikan metaphor-metafor
media menancapkan pengaruh di masyarakat. Lewat bahsa, media menjadi penerjemah
kita dalam mengonstruksi pengalaman social dan “tanda-tanda akhir” berbagai
instruksi dan arahan social. Oleh karena itu, model-model teori komunikasi
massa mengembangkan media content and structure. McLuhan dan Harold Adams Innis
(dalam Littllejohn, 2002) mengolah arahan struktur media yang menekankan
pengiriman komuniakasi dan upaya pengkodingan. Dengan bahasa lain, bahasa
jurnalistik diproses pers. Artikulasi industrialisme masyarakat ditaksir. Terus
diusahaklan menjadi alat hubungan social (Bittner, 1986).
Sudah sejak beberapa lama timbul keluh kesah di sana-sini
diantara para pemerhati bahasa mengenai betapa semakin rusaknya pemakaian
bahasa Indonesia dewasa ini. Ditambah lagi posisi bahasa Indonesia adalah
terbuka, dalam artian membari peluang bahasa-bahasa lain terserap dalam bahasa
ini. Sehingga hal ini menambah rusaknya pemakaian bahasa Indonesia oleh
masyarakat kita. Dari situlah timbullah suatu pemikiran bahwa diperlukan
pembinaan pemakaian bahasa. Hal ini merupakan suatu tugas yang berat bagi para
Pembina bahasa, yang di dalamnya termasuk para guru, penulis, penyiar,
wartawan, dll. Selain itu, pers juga mempunyai pengaruh yang besar dalam proses
ini.
Dapat kita ketahui bahwa masyarakat dewasa ini selalu haus
akan in formasi apalagi era globalisasi seperti ini, yang secara tidak langsung
menuntut masyarakat untuik selalu up date jika tidak mau tertinggal. Dan pers
merupakan salah satu media yang dapat memberikan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Sehingga tidak heran jika perkembangan dunia pers pun selalu berkembang pesat.
Melalui bahasa yang disajikan dalam surat kabar sedikit banyak memberikan
pengaruh dalam proses pembinaan dan pengembangan pemakaian bahasa. Pers di sini
lebih dimaksudkan pada pekerjanya yaitu wartawan yang berkedudukan sebagai
model pemakai bahasa yang akan dicontoh atau ditiru oleh masyarakat pembacanya.
Surat kabar didukung oleh wartawan-wartawan yang memandang waktu itu serba
berharga. Untuk mengejar keaktualan berita tidak jarang wartawan bergerak
cepat, menulis karangannya dengan cepat pula. Dari situ timbullah kesalahan
pemakaian bahasa surat kabar. Hal inilah yang nantinya akan penulis bahas dalam
makalah ini, yaitu mengenai peran media massa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
1.2.
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan
mengenai tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh apa yang
diberikan pers (wartawan) dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui kekeliruan apa
sajakah yang terdapat pada pemakaian bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui beberapa hal yang
mempengaruhi ketidaksempurnaan dalam penggunaan bahasa jurnalistik (bahasa
pers) yang baik dan benar.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang bisa
dipertimbangkan untuk peningkatan kualitas berbahasa jurnalistik yang baik dan
benar.
1.3.
Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat
ditemukan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini:
1. Pengaruh apa yanbg diberikan pers (wartawan) dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
2. Kekeliruan apa sajakah yang terdapat pada pemakaian bahasa Indonesia?
3. Apa yang mempengaruhi ketidaksempurnaan dalam penggunaan bahasa jurnalistik (bahasa pers) yang baik dan benar?
4. Hal-hal apa sajakah yang bisa dipertimbangkan untuk peningkatan kualitas berbahasa jurnalistik yang baik dan benar?
1.4.
Sistematika penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penulis membaginya dalam tiga
bab, yaitu:
BAB I : Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang penulisan
makalah, tujuan penulisan, rumusan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pada bab ini diuraikan hasil Konsep penulis terhadap masalah
peran dan fungsi Bahasa Indonesia.
BAB III : Pada Bab ini diuraikan tentang teknik
penggunaan bahasa dalam pers
BAB IV : Berisi kesimpulan dan saran yang dapat diambil
dari kajian ini.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1.
Pengertian
Bahasa
Bahasa merupakan sarana
komunikasi manusia yang utama. Agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar,
para pemakai bahasa harus menggunakan bahasa itu sedemikian rupa sehingga
diantara pemakai bahasa terdapat pengertian yang sama. Ada beberapa pendapat
mengenai pengertian bahasa, berikut beberapa pendapat tersebut :
a. Pengertian
bahasa menurut Finocchiaro (1946:8) Bahasa adalah sistem simbol vokal yang
memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang
mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
b. Pengertian
bahasa Kridalaksana dalam Kentjono (1982:2) Bahasa dalam sistem lambang bunyi
yang arbitrar yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja
sama, berkomunikasi, dan mengidantifikasi diri.
c. Pengertian
bahasa menurut Carrol (1961:10) Bahasa adalah sistem bunyi atau urutan bunyi
vokal yang terstruktur yangt digunakan, atau dapat digunakan, dalam komunikasi
interpersonal oleh sekelompok manusia dan secara lengkap digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia.
Sedangkan dalam KBBI
(2003:67), menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer,
yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasi diri, percakapan (perkataan yang baik, sopan
santun).
2.2.
Pengertian
dan Fungsi Pers
Pers adalah lembaga
sosial tau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem
pemerintahan di negara dimana ia beroperasi bersama-sama dengan subsistem
lainnya.
Pengertian pers dalam
arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid, dan
sebagainya. Sedangkan dalam arti luas pers adalah media massa cetak elektonik,
antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai madia yang menyiarkan
karya jurnalistik.
Fungsi Pers :
1. Fungsi menyiarkan informasi
2. Fungsi mendidik
3. Fungsi menghibur
4. Fungsi mempengaruhi
2.3.
Bahasa
Dalam Dunia Pers
Bahasa yang digunakan
oelh wartawan disebut bahsa pers atau bahasa jkurnalistik sebagai salah satu
ragam bahasa nasional (dalam hal ini adalah bahasa Indonesia). Dilihat dari
pokok pembicaraannya, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002)
membagi ragam bahsa menjadi empat golongan yakni:
1) Ragam bahasa undang-undang
2) Ragam bahasa jurnalistik
3) Ragam bahasa inlmiah
4) Ragam bahasa sastra.
Bahasa pers memiliki
sifat-sifat khas seperti singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik.
Bahasa berita ialah bahasa komoditas yang memiliki nilai tukar simbolik dan ekonomi.
Nilai tukar simboliknya mengacu pada unsur-unsur komponen isi berita seperti
akurat, seimbang, obyektif, singkat dan jelas, aktual. Juga atributif,
verifikasi, selektif dan tanggung jawab.
Oerkembangn bahasa
jkurnalistik Indonesia dalam empat dekade terakhir ini cukup pesat. Banyak
istilah-istilah muncul, seperti dari yang awalnya menggunakan bahasa asing kini
sudah ada istilahnya yang baru dalam wujud Bahasa Indonesia. Menurut sejarah
perkembangannya, daftar kosakata Bahasa Indonesia diperkaya dengan tiga cara:
1) Melalui peminjaman bahasa asing (banyak meminjam dari Bahasa Portugis, Belanda, Cina dan Arab)
2) Melalui peminjaman bahasa dialek Betawi yang banyak mempengaruhi Bahasa Indonesia
3) Melalui dari peminjaman bahasa pergaulan.
Dalam usaha memperkaya
bahasa melalui peminjaman dari dialek dan bahasa pergaulan ini, pers ikut
berjasa dalam mempopulerkan bahasa tersebut yang akhirnya menjadi bagian dari
bahasa nasional.
Dalam sejarahnya, pers
muncul sebagai salah satu institusi penginspirasi kesadaran sebuah nation
keindonesiaan telah turut mendorong masyarakat untuk menyatukan diri ke dalam
sebuah sistem politik yang solid berdasarkan konsep kebangsaan. Realitas
kolonial Hindia Belanda telah meletakkan pers Indonesia pada awal embrionya
menstimulasi rangkaian pergerakan Indonesia. Taufik Abdullah (1991) dalam
sebuah telaah pendek mencatat bagaimana penggunaan bahasa jurnalistik telah
ikut menumbuhkan kesadaran awal nasionalisme. Masyarakat diajak untuk mulai
melakukan dan meretas penciptaan kesadaran yang tertuju pada pembuatan jaringan
kultural atau politik dalam satuan komunitas kesatuan suku bangsa. Sebagaimana
bunyi salah satu Sumpah Pemuda 1928 ”Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”. Bahasa
telah dipergunakan pers Indonesia sebagai penyebaran kesadaran politis
berbangsa dan bernegara.
Pers secara fulgar
berarti usaha percetakan dan penerbitan (KBBI, 2003:376). Dewasa ini pers
diartikan dengan media massa, dunia bersurat kabaran. Bahasa tulis merupakan
komponen utama dalam pers, karena memang informasi yang dikemas di dalamnya
merupakan bahasa tulis. Bahasa yang dipakai dalam surat kabar berbeda dengan
bahasa yang dipakai dalam buku kesusastraan yang memperhatikan unsur keindahan
di dalamnya. Keindahan tidak perlu di dalam bahasa wartawan yang di sini berkedudukan
sebagai pekerja pers. Bagi wartawan bahasa adalah pengantar berita. Untuk
melaksanakan pekerjaannya itu sudah cukup jika bahasanya sudah mengandung
berita yang akan disampaikan kepada para pembacanya. Bagi mereka cepat dan
tepat adalah pedoman soal bahasa (Drs. RB. Slametmuljana cs, Ragam Bahasa
Indonesia). Dapat disimpulkan bahwa bahasa wartawan itu praktis.
BAB III
TEHNIK PENGGUNAAN
3.1.
Pengaruh
Bahasa Wartawan terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah
bahasa kebanggan bagi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia disahkan sebagai
bahasa nasional pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Bahasa ini telah
menjadi perekat atas 726 bahasa daerah yang ada di nusantara. Dalam hal ini,
peran media massa ataupun pers sangatlah besar. Tanpa ikut sertanya pers dalam
penggunaan dan pertumbuhan bahasa itu barangkali Sumpah Pemuda tidak akan
pernah terjadi.
Pada dewasa ini,
perkembangan pers sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan informasi, hal tersebut menjadikan pers (surat kabar) menjadi santapan
rutin bagi masyarakat. Dari situ dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pers
memiliki potensi besar dalam membantu proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Pengguanaan bahasa Indonesia dalam surat kabar harusnya dapat memberikan contoh
penggunaan bahasa Indonesia yang baik kepada masyarakat. Bahasa Indonesia yang
benar tentulah menurut kaidah-kaidah sebagai tercantum di dalam tata bahasa.
Namun pada dewasa ini
hal-hal tersebut kurang disadari dan kurang mendapat perhatian dari pihak
pekerja pers sendiri, yang di sini adalah wartawan. Dalam menjalankan tugasnya
wartawan lebih fokus mengejar keaktualan beritanya dan seringkali mengabaikan
penggunaan bahasa yang sesuai kaidah yang telah ditentukan. Sebagai contohnya,
sering di sana-sini mereka harus merusak bahasa dengan digunakannya kata-kata
pancung, seperti dalam contoh berikut ini :
• Suriah ajukan usul 5 pasal (seharusnya
mengajukan).
Kesalahan yang lain
yaitu berupa penghilangan atau pelepasan awalan-awalan me- dan ber-, dan
pemendekan kata, penulisan kata depan yang tidak pada tempatnya, dll.
Bagaimanapun kebiasaan yang salah ini haryus dihindari, mengingat wartawan
menjadi salah saru model pemakai bahasa yang dicontoh oleh masyarakat.
Selain itu wartawan juga cenderung menggunakan pedoman bahasa yang praktis, sebenarnya praktis asal betul cara penulisannya, tidaklah menjadi soal. Penulisan bahasa yang dapat berisi itulah yang mudah dicerna oleh pembacanya. Namun kepadatberisian haruslah disertai dengan pemakaian bahasa yang baik dan benar supaya tidak membingungkan pembacanya. Perllu diingat bahwa menaati tata tertib dan tata bahasa yang berlaku dewasa ini berarti ikut serta membina bahasa nasional.
Sudah tentu harus diaki bahwa wartawan Indonesia umumnya kini tidak begitu mahir kecakapannya dalam jurnalistik. Harus diakui bahwa seharusnya ada daya analisis yang kuat dalam berbahasa. Apabila seseorang yang diwawancarai mengguanakan bahasa yang tidak efisien, wartawan seharusnya dapat menggiringnya agar menggunakan bahasa yang lisan yang lebih efisien. Untuk itu wartawan dituntut untuk lebih kritis dan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Mengingat bahwa wartawan juga merupakan model pemakain bahasa Indoneisayang baik bagi pembaca. Di dalam periode pembinaan sekarang inilah seharusnya pers (dalam hal ini wartawan) berusaha berbahasa dengan baik dan sudah seharusnya wartawan bekerja sama dengan para pembina bahasa yang lain seperti penyiar, guru dan ahli bahasa Indonesia. Kepada merekalah para pemakai bahasa Indonesia akan bercontoh mengenai pemakaian bahasa Indonesia yangbaik dan benar. Kesalahan yang sering mereka buat akan berakibat semakin parah dan cerobohnya pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat.
Selain itu wartawan juga cenderung menggunakan pedoman bahasa yang praktis, sebenarnya praktis asal betul cara penulisannya, tidaklah menjadi soal. Penulisan bahasa yang dapat berisi itulah yang mudah dicerna oleh pembacanya. Namun kepadatberisian haruslah disertai dengan pemakaian bahasa yang baik dan benar supaya tidak membingungkan pembacanya. Perllu diingat bahwa menaati tata tertib dan tata bahasa yang berlaku dewasa ini berarti ikut serta membina bahasa nasional.
Sudah tentu harus diaki bahwa wartawan Indonesia umumnya kini tidak begitu mahir kecakapannya dalam jurnalistik. Harus diakui bahwa seharusnya ada daya analisis yang kuat dalam berbahasa. Apabila seseorang yang diwawancarai mengguanakan bahasa yang tidak efisien, wartawan seharusnya dapat menggiringnya agar menggunakan bahasa yang lisan yang lebih efisien. Untuk itu wartawan dituntut untuk lebih kritis dan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Mengingat bahwa wartawan juga merupakan model pemakain bahasa Indoneisayang baik bagi pembaca. Di dalam periode pembinaan sekarang inilah seharusnya pers (dalam hal ini wartawan) berusaha berbahasa dengan baik dan sudah seharusnya wartawan bekerja sama dengan para pembina bahasa yang lain seperti penyiar, guru dan ahli bahasa Indonesia. Kepada merekalah para pemakai bahasa Indonesia akan bercontoh mengenai pemakaian bahasa Indonesia yangbaik dan benar. Kesalahan yang sering mereka buat akan berakibat semakin parah dan cerobohnya pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat.
3.2.
Kekeliruan
yang terdapat pada Pemakaian Bahasa Indonesia.
Sugihasti (2003)
memberikan beberapa contoh kekeliruan pemakaian bahasa Indonesia dalam bahasa
jurnalistik yaitu
1) Masih
ditemui tulisan yang belum secara konsekuen menggunakan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Kesalahan paling menonjol dalam surat
kabar adalah kesalahan ejaan.
2) Semakin
merebaknya penggunaan akronim dan singkatan yang dinilai berlebihan.
3) Masih
ada penghilangan imbuhan, bentuk awal atau prefiks.
4) Masih
banyak digunakan ungkapan klise atau stereotipe dalam transisi berita seperti
kata-kata : sementara itu, dapat ditambahkan bahkan, perlu diketahui dalam
rangka, selanjutnya dan lain-lain.
5) Masih
didapati kata-kata mubazir seperti : adalah (kata kerja kopula), telah
(petunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemaf of dalam hubungan milik), bahwa
(sebagai kata sambung) dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.
A Chaedar Alwasih
(2002) menilai adanua kesalahan pengguanaan bahasa jurnalistik yang baik dan
benar juga dipengaruhi oleh dimensi sosial politik dari media massa.
Menurutnya, ada bebera papraktik bahasa yang sengaja dimainkan oleh wartawan
dengan alasan teknis dan politis, seperti ekonomi, efimisme, iklan dan wacana
opini.
1) Akronim yaitu makna yang kompleks dibahasakan dalam simbol yang singkat sehingga terjadi pengaburan makna dan sulit dicerna khalayak. Misal Sekwilda = Sekitar Wilayah Dada, Sekretaris Wilayah Daerah.
2) Efimisme yaitu ujaran enak bagi pendengaran namun tidak enak bagi penalaran, seperti desa tertiggal = miskin, rawan pangan = kelaparan, tak sesuai rencana = penyelewengan, dan lainnya. Juga kata-kata bernuansa wah seperti Jakarta Convention Center, Shopping Center.
3) Iklan, karena sebagai pertuturan yang bisa mengacaukan bahasa, menumbuhkan sifat konsumtif, menghidupkan angan-angan. Mengapa? Karena iklan diedit untuk tujuan tertentu, kaya dengan nuansa dan memikat perhatian, melibatkan pembaca (pendengar), dan bukan rahasia dan diungkapkan dengan sederhana (O;Neill, 1986).
4) Wacana opini yaitu tajuk rencana, artikel (kolom opini) dan surat pmbaca.
Hal senada juga diakui oleh kalangan jurnalis sendiri seperti yang tertuang dalam ”10 Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)”. Pasal pertama (1) menyebut ”Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Dsempurnakan (EYD). Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ialah kesalahan ejaan”.
3.3.
Beberapa
Hal yang Bisa Dipertimbangkan Untuk Peningkatan Kualitas Berbahasa Jurnalistik
yang Baik dan Benar.
1) Penyesuaian gaya bahasa khas institusi pers sesuai dengan aturan yang berlaku. Artinya institusi penerbitan pers dituntut beradaptasi atas tata baku aturan kebahasaan yang berlaku. Namun, institusi pers harus tetap diberi ruang terbuka dalam mengejawantahkan kekhasan penggunaan bahasa persnya tanpa harus menabrak aturan yang disepakati.
2) Perlunya pembinaan kontinu dan dinamis bagi pekerja pers terutama pihak yang langsung bersentuhan dengan pemproduksian berita, seperti wartawan, redaktur dan editor. Semakin mereka menguasai pengguanaan bahasa pers yang baik dan benar, maka semakin kecil pula tingkat kekeliruan perihal kebahasaan hasil karya jurnalistik yang diproduksi.
3) Perlunya pengkajian secara kontinu pengguanaan bahasa jurnalistik yang baik dan benar sesuai dengan arus perkembangan zaman, terutama oleh konstitusi yang berkompeten seperti Depkominfo, Dewan Pers Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lainnya. Era terus bergulir den ragam situasi kondisi terus berkembang. Sehingga diperlukan penyesuaian yang proporsional pula.
4) Perlunya pertisipasi aktif dari masyarakat dalam memberikan masukan konstruktif bagi pengembangan dan pengguanaan bahasa jurnalistik yang baik dan benar. UU RI No 40/1999 (Pasal 17) menyebutkan masyarakat dapat berperan serta memantau dan melaporkan analisis kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers. Masyarakat juga bisa menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. UU RI No 32/2002 tentang Penyiaran (Pasal 52) menyebutkan masyaraat dapat mengajukan keberatan terhadap program dan atau isi siaran yang merugikan. Dunia pers dan masyarakat harus saling sinergis untuk bisa menghasilkan karya pers yang berkualitas.
5) Perlunya penegakan aturan yang jelas dan tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh institusi pers. Penegakan aturan ini diterapkan oleh internal institusi pers maupun institusi berwenang lain. Tentunya sanksi yang diberiakn sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang dilakukan (proporsional), khususnya penegakan aturan untuk kasus-kasus yang menyangkut moralitas berbahasa.
6) Dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pers mempunyai peran
yang sangat besar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dewasa ini, pers
mempunyai peranan yang sangat signifikandalam bahas Indonesia, karena pers
tidak lepas dari pemakaian bahasa pada umumnya . akan tetapi dalam dunia pers
juga terdapat beberapa kesalahan yang sangat merugikan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dalam dunia pers banyak
terdapat pengaruh baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal tersebut
sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan dunia pers di Indonesia. Akan tetapi
lebih baik bila hal itu dapat diminimalisasikan.
Diharapkan dengan
meminimalisasikan kesalahan, peran pers dalam bahas Indonesia terutama dalam
pembelajaran bahasa Indonesia akan semakin besar dan dapat terarah sebagaimana
yang diinginkan dan dicita-citakan.
4.2
Saran
Pers sebaiknya tidak
menelan mentah-mentah dalam mengambil berita. Hal ini agar kutipan langsung
dapat berubah menjadi kutipan tidak langsung, untuk meminimalisasikan
penggunaan kata-kata yang tidak sesuai dengan EYD.
Sebisa mungkin dunia
pers menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan daerah, atau bila
tidak sebaiknya mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
I.G.N.Oka. 1994. Linguistik Umum. Jakarta:
Depdikbud.
Kunardi Hardjoprawiro. 2005. Pembinaan Pemakaian
Bahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemem
Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Politik Bahasa Nasional. Jakarta : PN Balai
Pustaka.
Sri Herwindya Baskara Wijaya. 2007. ”Mengrling
Bahasa Jurnalistik Media Massa”. SOLOPOS, Edisi 5 November 2007.
Yakub Nasucha. 2003. ”Perpaduan Pembelajaran Bahasa
dan Sastra”. Kajian Linguistik dan Sastra, vol. 15, No. 29, 2003.