GAMBARAN RINITIS ALERGI TERHADAP PENURUNAN KUALITAS HIDUP
A. Latar Belakang
Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan. Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan secara konstan meningkat dalam dekade terakhir (Rusmono,1993).
Rinitis atau radang selaput lendir hidung |
Definisi Rinitis menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
Usia rata-rata onset rinitis alergi adalah 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi berkembang dengan usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda). Dalam suatu penelitian di Medan, dari 31 penderita rinitis alergi, ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan perbandingan 1.58 : 1 (Hanum, 1989). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita rinitis alergi 122 laki-laki dan 137 perempuan. Budiwan (2007) di Semarang pada penelitiannya dengan 80 penderita rinitis alergi mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Keluarga atopi mempunyai prevalensi lebih besar daripada nonatopi (Karjadi, 2001). Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Peran lingkungan rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi (Rusmono, 1993).
Pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk mendiagnosis rinitis alergi meliputi anamnesis, pemeriksaan THT dengan/tanpa naso-endososkopi, dan tes alergi. Pada anamnesis perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, kondisi lingkungan dan pekerjaan (Harmadji, 1993).
Rinitis alergi berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, penurunan produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial dan malah dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi. Total biaya langsung dan tidak langsung rinitis alergi baru-baru ini diperkirakan menjadi $5,3 milyar per tahun (Thompson et al, 2007).
Dalam sebuah penelitian retrospektif terhadap 12.946 orang pasien berumur 5-62 tahun yang datang ke poliklinik sub bagian Alergi Imunologi bagian THT FKUI/RSCM selama tahun 1992, ditemui penderita rinitis alergi sejumlah 147 orang, atau berkisar 1,14%. Gejala yang paling banyak adalah bersin- bersin/gatal hidung (89,80%), rinore (87,07%) dan obstruksi hidung (76,19%). Kelompok umur 1-10 tahun berjumlah paling sedikit (3,40%) kemudian meningkat dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya menurun setelah berumur 40 tahun, dengan frekuensi terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun (37,41%) (Rusmono, 1993).
Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan 25% di New Zealand (Zainuddin, 1999) Insidensi dan prevalensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Baratawidjaja et al (1990) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan prevalensi sebesar 23,47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di Bandung memperoleh insidensi sebesar 1,5%, seperti yang dikutip Rusmono (1993). Berdasarkan survei dari ISSAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001-2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18% (Suprihati, 2005).
Oleh karena, penelitian tentang rinitis alergi terhadap penurunan kualitas hidup di Kabupaten Pidie belum diketahui secara pasti, saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang rinitis alergi. Namun karena keterbatasan kemampuan saya, dalam penelitian hanya dilakukan penelitian tentang Gambaran rinitis alergi terhadap Penurunan Kualitas hidup pada anak usia 9-11 tahun di Sekolah Dasar 2 Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan untuk penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Rinitis Alergi Terhadap Penurunan Kualitas Hidup Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar 2 Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi Tujuan untuk penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimana Gambaran Rinitis Alergi Terhadap Penurunan Kualitas Hidup Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sekolah Dasar 2 Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Bedasarkan uraian diatas, populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa-siswi yang ada di SD Negeri 2 Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah semua Penderita Rinitis Alergi yang ada di SD N 2 Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.
DAFTAR PUSTAKA
Supardi E.F. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Fk UI. Jakarta.2008. Hal.101-106.
Mabry RL. Allergic Rhinosinusitis In: Bailey BJ, ed. Head and Neck Surgery-Otolaryngology, 3rd ed Philadelphia: Lippincott-Raven; 2001; p. 281-91.
Ballenger, JJ. Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal Sinuses In : Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Sixteenth Edition ;2003;547
Higler A.B. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. EGC. Jakarta. 1997.
Andrianto P.Dr.Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. EGC. Jakarta. 2002.
Read More: GAMBARAN GEJALA INSOMNIA PADA REMAJA