Aliran Esensialisme Filsafat Pendidikan

Makalah Aliran Esensialisme Filsafat Pendidikan

Makalah Aliran Esensialisme Filsafat Pendidikan
Aliran Esensialisme Filsafat Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
     Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu genre filsafat yang menginginkan supaya manusia pulang pada kebudayaan usang. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan usang itu sudah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan buat umat insan. Yang mereka maksud dengan kebudayaan lama itu adalah yg telah ada semenjak peradaban insan yg pertama-tama dahulu. Akan namun yang paling mereka pedomani merupakan peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang tumbuh & berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu sudah berkembang dengan megahnya bisnis-bisnis buat menghidupkan pulang ilmu pengetahuan & kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani & Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi & sebagai puncak timbulnya individualisme pada berpikir dan bertindak pada semua cabang berdasarkan kegiatan manusia. Sumber primer dari kebudayaan itu terletak pada ajaran para ahli filsafat, ahli-ahli pengetahuan yang sudah mewariskan pada umat manusia segala macam ilmu pengetahuan yg telah bisa menembus lipatan qurun & waktu dan yg telah banyak menyebabkan kreasi-kreasi bermanfaat sepanjang sejarah umat manusia.
     Filsafat adalah berfikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu Fhilos dan Sophia. Filos berarti senang, gemar atau cinta, sedangkan Sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
     Filsafat Esensial merupakan filsafat pendidikan konservatif yang dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap praktek pendidikan progresif di sekolah-sekolah, para esensialis berpendapat bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda dimana pendidikan harus nilai-nilai luhur yang tertata jelas.
1.2 Rumusan Masalah
     Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
  1. Sebutkan Pengertian dan sejarah filsafat pendidikan esensialisme 
  2. Konsep apa saja yang menjadi dasar pemikiran dari pendidikan esensialisme
  3. Sebutkan Karakteristik dan tokoh-tokoh filsafat pendidikan esensialisme
1.3 Tujuan Penulisan
     Penyususnan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengerti dan memahami apa saja masalah-masalah yang ada di dalam aliran filsafat pendidikan esensialisme ini, baik dari segi pengertian, sejarah munculnya, konsep pendidikan, dan tokoh-tokoh aliran ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

     Esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Bagi aliran ini "Education as Cultural Conservation", pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli sebagai "Conservatif road to culture, "yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai, tata yang jelas. 
     Dengan artian esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal. Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap pendapat aliran progesif di sekolah-sekolah.

2.2 Latar Belakang Munculnya Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

     Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Nilai-nilai yang di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang. Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. 
     Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Essensislisme adalah :
  • Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
  • Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil.
  • Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objekjtif.
  • Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.

2.3 Konsep Pendidikan Esensialisme

1. Gerakan Back to Basic

     Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan memberi pengajaran yang logis yang mempersiapkan untuk hidup mereka, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial.

2. Tujuan Pendidikan

     Tujuannya adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakomulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu yang lama, selain itu tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup, tidak berarti sekolah lepas tangan tetapi sekolah memberi kontribusi bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia hidup.

3. Kurikulum

     Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian, ialah :
  • Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
  • Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
  • Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
  • Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
     Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.

4. Peranan Guru dan Sekolah.

     Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru.

5. Prinsip-prinsip pendidikan

     Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme dapat dikemukakan sebagai berikut :
  • Pendidikan haruslah dilakukan melalui usaha keras tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
  • Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa.
  • Inisiatif proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.
  • Sekolah harus mempertahankan metode-metode trasdisional yang bertautan dengan disiplin mental.
  • Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.
  • Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah.

2.4 Ciri-ciri (karakteristik) Aliran Esensialisme

     Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
  1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
  2. Pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
  3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
  4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.

2.5 Beberapa Pandangan Umum Tentang Filsafat Esensialisme

Pandangan Ontologi

     Para filusuf Esensialisme merupakan suatu konsepsi bahwa dunia atau realitas ini dikuaasai oleh tata tertentu yang mengatur dunia beserta isinya. Bahwa bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita, dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan tata tersebut. Konsep tata dipandang menurut idealism dan realisme.
  • Ontology Idealisme. Pendukung Esensialisme adalah idealisme yang berpandangan, bahwa manusia adalah makhluk yang semua tata serta kesatuan atau totalitasnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dan sama dengan alam semesta atau makrokosmos, kalaupun berbeda hanya skala atau ukurannya saja.
  • Ontology Realisme. Realisme pendukung esensialisme adalah realisme objektif. Manusia adalah makhluk yang memiliki intelegensi atau kesadaran hakikatnya adalah biologi dan berkembang, kesadaran bukan primordial melainkan muncul kemudian dalam sejarah evolusi. Karena itu sering disebut lebih disebut sebagai produk alam. 
     Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi. 

Pandangan Epistomologi

     Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. 
     Epistemologi dalam filsafat pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.

Epistomologi Idealisme

     Sumber Pengetahuan. Bahwa kesadaran manusia adalah bagian dari kesadaran yang absolute. Karena itu, dalam diri manusia tercermin suatu harmoni dengan alam semesta, khususnya pikiran manusia (human mind) ada pun manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir, intuisi, atau introspeksi.

Epistomologi Realisme

     Sumber Pengetahuan adalah dunia luar subjek, pengetahuan diperoleh pengalaman pengamatan (kontak langsung melalui panca indra). Criteria kebenaran. Suatu pengetahuan diakui benar jika pengetahuan itu sesuai dengan realitas eksternal (yang objektif) dan independen.

Pandangan Aksiologi

     Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.

Aksiologi Idealisme

     Cita-cita manusia adalah manifestasi dari keanggotaannya dalam suatu masyarakat pribadi yang spiritualis yang diperintah oleh Tuhan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa idealism mungkin melandasi totalitarianism, mungkin juga pendukung demokrasi.

Aksiologi Realisme

     Moral berasal dari adat istiadat, kebiasaan atau dari kebudayaan masyarakat. Moral itu disosialisasikan oleh masyarakat terhadap anggotanya atau diinternalisasikan sendiri oleh individu melalui pengalaman hidupnya dalam masyrakat. Ini berarti bahwa kata hati adalah cerminan aspirasi masyarakat, bukan Tuhan.

2.6 Tokoh-Tokoh Aliran Esensialisme filsafat pendidikan

1. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) 

     Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.

2. William T. Harris (1835-1909) 

     Tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.

3. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)

     Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.

4. George Santayana

     George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan). Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Pendidikan esensialisme merupakan sebuah aliran pendidikan yang tidak pendidikan yang tidak setuju terhadap praktek-praktek pendidikan progressivisme, yang mengklaim bahwa pergerakan progressive telah merusak standar-standar intelektual dan moral diantara kaum muda. Metode yang digunakan adalah metode tradisional yang menekankan pada inisiatif guru, guru haruslah orang terdidik dan dapat menguasai pengetahuan dan kelas semua itu harus berada di bawah penguasaan guru.
     Esensialis menginginkan agar sekolah berfungsi sebagai penyampaian warisan budaya dan sejarah yang mengandung nilai-nilai luhur para filosof sebagai ahli pengetahuan dimana nilai-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga dan kekal. 
3.2 Saran
     Di dalam makalah ini, mungkin banyak sekali terdapat kesilapan ataupun kesalahan, baik dari segi penulisan ataupun pengertian. Jadi oleh sebab itu, saya selaku penulis memohon maaf dan meminta saran dan kritikan yang sifatnya membangun, agar dapat menjadi perbaikan bagi saya untuk makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,2006.
DR, Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001.
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008.
Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1988.
Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jogjakarta: Usaha Nasional, 1988.
Zuhairini dan Dkk, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994.
Muhmidayeli, filsafat pendidikan Islam,Yogyakarta : Aditya media, 2005.
Hamdani Ali, Filsafat pendiikan, Yogyakarta : kota kembang, 1993.
Tim Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2010.
Prof. Imam Barnadib, M. A. D.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset,1990.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »