Komunikasi Terapeutik keperawatan Pada Gangguan Jiwa

Komunikasi Terapeutik keperawatan Pada Gangguan Jiwa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Komunikasi Terapeutik Keperawatan merupakan komunikasi yang dilberikan oleh perawat ketika melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat terapi bagi proses pengobatan/penyembuhan Pasien. Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan.
Komunikasi terapeutik keperawatan pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah sangatlah penting karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik dari segi mental atau kejiwaannya.
1.2       Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah Terapeutik Pada Gangguan Jiwa?
b.      Jelaskan Manfaat Komunikasi Terapeutik Keperawatan?
c.       Jelaskan Tujuan Komunikasi Terapeutik Keperawatan?
d.      Sebutkan Jenis-Jenis Komunikasi Terapeutik Keperawatan?
1.3       Tujuan
a.       Untuk mengetahui proses pelaksanaan Terapeutik Keperawatan Pada Gangguan Jiwa
b.      Mengidentifikasi tujuan, manfaat serta jenis-jenis Komunikasi Terapeutik Keperawatan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Komunikasi Terapeutik Keperawatan Pada Gangguan Jiwa
Sebelum berintraksi dengan pasien ada baiknya kita harus mengetahui prinsip - prinsip dalam berkomunikasi, supaya tujuan yang kita inginkan tercapai terhadap klien kita. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.
2.2       Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
2.3       Tujuan Komunikasi Terapeutik
Perawat membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
2.4       Jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
Ø  Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:
-          Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
-          Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.
-          Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
-          Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
-          Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat.
-          Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
-          Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Ø  Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
-          Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
-          Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
-          Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
-          Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
-          Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
-          Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
-          Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
2.5       Faktor - faktor penghambat komunikasi
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah
-          Perkembangan.
-          Persepsi.
-          Nilai.
-          Latar belakang sosial budaya.
-          Emosi.
-          Jenis Kelamin.
-          Pengetahuan.
-          Peran dan hubungan.
-          Lingkungan.
-          Jarak.
-          CitraDiri.
-          Kondisi Fisik
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1.      Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2.      Gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan Penderita support dari orang lain.
3.      Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya. Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1.      Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2.      Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3.      Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4.      Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada tiga faktor penyebab gangguan jiwa yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis, faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif dan faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural. Gejala umum yang muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental (Sundari,2005) adalah : keadaan fisik, keadaan mental dan keadaan emosi. Tujuan komunikasi pada pasien jiwa yaitu perawat dapat memahami orang lain, menggali perilaku klien, memahami perlunya member pujian dan memperoleh informasi klien.
3.2       Saran
Calon perawat harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada pasien terutama pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.


DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, mukhripah.Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.2008. Bandung. Redika Aditama


Yosep,iyus. Keperawatan Jiwa.2009.Bandung. Redika Aditama

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »