Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan Patologis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri), yangmana dalam persalinan itu terdapat beberapa kebijakan diantaranya : semua persalinan harus dihadiri dan di pantau oleh petugas kesehatan terlatih, rumah bersalin dan rumah rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawatdaruratan obstetric dan neonatal harus tersedia 24 jamdan obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia seluruh petugas terlatih.
Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan Patologis |
Asuhan Keperawatan pada ibu dengan patologis nifas adalah diagnosa penyakit pada ibu dengan cara pemeriksaan organ, jaringan, cairan tubuh, dan seluruh tubuh atau autopsi bertujuan agar dapat memberikan manfaat untuk menambah ilmu tentang permasalahan dalam dunia keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
- Jelaskan konsep dasar persalinan
- Apa pengertian persalinan
- Jelaskan sebab-sebab mulainya persalinan
- Jelaskan tahapan persalinan (kala I, II, III,dan IV)
- Apa pengertian retensio plasenta
- Sebutkan klasifikasi retensio plasenta
- Jelaskan diagnosis retensio plasenta
1.3 Tujuan
Asuhan Keperawatan pada ibu dengan patologis bertujuan untuk:
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar persalinan
- Agar mahasiswa mengetahui pengertian persalinan
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan sebab-sebab mulainya persalinan
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan tahapan persalinan (kal I, II, III, dan IV)
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian retensio plasenta
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi retensio plasenta
- Agar mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis retensio plasenta
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Persalinan
1. Definisi Persalinan
Arti Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Obstetri fisiologi,Universitas Padjajaran Bandung).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri), (Ida Bagus Gde Manuaba,EGC).
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Hanifa Wiknjosastro,2002).
2. Macam – macam persalinan
a. Persalinan Spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b. Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar, misalnya : extracsi denga forceps, atau dilakukan operasi Section Caesare.
c. Persalinan Anjuran
Persalinan yang terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Kadang-kadang persalinan tidak mulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.
3. Sebab - sebab Mulainya Persalinan
Sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya banyak faktor yang memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan.
Beberapa teori yang dikemukakan adalah :
a. Penurunan Kadar Progesteron
Progesterone menimbulkan relaxasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
b. Teori Oxitosin
Pada akhir kehamilan kadar oxitocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan Otot-otot
Seperti halnya dengan Bladder dan Lambung, bila dindingnya teregang oleh isi karena bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
d. Pengaruh Janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencphalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
e. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena, intra dan extra amnial menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin, yang tinggi baik dalam air ketuban maupun daerah perifer pada ibu-ibu hamil, sebelum melahirkan atau selama persalinan.
4. Tahapan Persalinan
a. Kala I
Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (Bloody Show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir canalis servicalis karena servix mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal darah dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar canalis servicalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika servix membuka. Proses membukanya servix sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase :
- Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm.
- Fase Aktif : dibagi dalam 3 fase
- Fase Akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3cm menjadi 4cm.
- Fase Dilatasi Maximal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dariv 4cm menjadi 9cm.
- Fase Deselerasi : Pembukaan menjadi lambat sekali dalam 2 jam pembukaan dari 9cm menjadi lengkap.
- Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida terjadi demikian akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Mekanisme pembukanya servix berbeda antara pada primigravida dan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri interna akan membuka lebih dahulu, sehingga servix akan mendatar dan menipis baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran servix terjadi dalam saat yang sama.
Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap / telah lengkap. Bila ketuban telah lengkap sebelum mencapai pembukaan 5cm, disebut KPD. Kala I selesai apabila pembukaan servix uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 11 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.
b. Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masukdi ruang panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepala rectum dan hendak buang besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his dan kekuatan mengejan maksimal kepala janin dilahirkan dengan sub oksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi mengeluarkan badan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.
c. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda dibawah ini :
- Uterus menjadi bundar
- Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
- Tali pusat bertambah panjang
- Terjadi perdarahan.
- Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede pada fundus uteri.
d. Kala IV
Masa 1 jam setelah plasenta lahir. Walaupun sebenarnya masa ini merupakan 1 jam pertama dari masa nifas, tetapi dari segi praktis masa ini sebaiknya dimasukkan dalam persalinan karena pada masa ini sering timbul perdarahan oleh karena itu penderita harus tetap dikamar bersalin tidak boleh dipindahkan ke ruangan, supaya dapat diawasi dengan baik. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada masa ini.
2.2 Retensio Plasenta
1. Defenisi Retensio Plasenta
Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak , artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera ( Manuaba, 2008). Selanjutnya menurut Kunsri (2007) Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena itu plasenta harus di keluarkan karna dapat menimbulkan bahaya perdarahan.
2. Klasifikasi Retensio Plasenta
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di klasifikasikan menjadi 5 bagian :
a. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta plasenta dan melekat pada desidua dan melekat pada desidua endometrium lebih dalam .
b. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium , dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium .
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim .
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Sarwono, 2005).
3. Faktor Etiologi Retensio Plasenta
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
- Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam .
- Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .
- Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005).
4. Patogenesis Retensio Plasenta
Retensio plasenta dan manajemennya (pengangkatan manual plasenta) dapat memberikan efek negatif pada kualitas kontak ibu dengan bayi yang dilahirkan maupun kesehatan post partumnya. Retensio plasenta, dapat juga mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berdekatan, menyusui dan berkenalan dengan bayi barunya serta dalam jangka panjang bisa menyebabkan ibu anemis dan nyeri. Pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan akut, infeksi, perdarahan post partum sekunder, histerektomi, dan bahkan kematian maternal. Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran pervaginam sedangkan 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami retensio plasenta (Chapman, 2006).
5. Diagnosis Retensio Plasenta
Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul :
- Tali Pusat putus akibat kontraksi berlebihan.
- Inversio uteri akibat tarikan.
- Perdarahan lanjutan.
Dijumpai pada kala tiga atau post partum dengan gejala yang nyeri yang hebat perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek, tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama. Tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebah cepat dan tekanan darah menurun, jika perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan syok. perdarahan yang banyak bisa juga meyebabkan syndrom Sheehan sebagai akibat nekrosis. gejala gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan penurunan fungsi seksual, kehilangan rambut pubis dan ketiak (Sarwono, 2005).
6. Penanganan Retensio Plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir , harus diusahakan untuk mengeluarkannya , dapat dicoba dulu dengan :
a. Plasenta Manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta, teknik operasi plasenta manual tidaklah sukartetapi harus dipikirkan jiwa penderita. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
- Grande multipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive inkreta dan plasenta perkreta .
- Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
- Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan yaitu darah penderita terlalu banyak hilang, dan keseimbangan baru terbentuknya bekuan darah sehingga perdarahan tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam .
- Plasenta manual dengan segera dilakukan karena terdapat riwayat perdarahan post partum berulang , pada pertolongan persediaan dengan narkosa plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam ( Manuaba , 1998 ).
b. Komplikasi Tindakan Plasenta Manual
- Terjadinya perforasi uterus
- Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteri terdorong kedalam rongga rahim .
- Terjadinya perdarahan karena atonia uteri ( Manuaba, 1998 ).
c. Tindakan Crade
Tindakan ini banyak dianjurkan karena memungkinkan terjadinya inversion uteri . Salah satu cara untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt yaitu plasenta manual , dengan cara salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva, tangan yang lain diletakkan pada dinding perut, sehingga permukaan palmar jari jari tangan terletak dipermukaan depan rahim ( Saifuddin , 2005).
Banyak kesulitan yang dialami dalam pelepasan plasenta, plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahanserta perforasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan kesulitan tersebut akhirnya diagnosis plasenta inkreta
7. Penanganan dan Terapi Retensio Plasenta
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
- Memberikan uterotonika IV atau IM
- Memasang tamponade uterovaginal
- Memberikan antibiotic
- Memasang infuse dan persiapan transfuse darah
Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta yang dilakukan secra manual ( menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arti Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri), persalinan dapat terjadi karena berbagai hal diantaranya adalah Penurunan Kadar Progesteron, teori oksitosin, keregangan otot-otot, pengaruh janin, dan teori prostaglandin. Persalinan terjadi melalui tahap-tahap yaitu kala I, kala II, kala III dan kala IV.
Definisi Retensio plasenta adalah tidak lahirnya plasenta lebih dari 30 menit dan hal ni diakibatkan tertinggalnya sisa plasenta di tempat penanaman plasenta. Bisan bisa mencegah dengan melakukan upaya promisi dengan penerimaan keluarga berencana sehingga memperkecil retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan yang terlatih, pada pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta.
3.2 Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena perdarahan akibat dari retensio plasenta.
DAFTAR PUSTAKA
Hanifa W, Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2005.
Cunningham. Obstetric Williams, edisi 21.Jakarta : EGC. 2008
Abdul Bari S, Gulardi Hanif W, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Editor Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP. 2002.
Gulardi Wiknjosastro. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Obstetri Esensial. Jakarta : JNPK – KR. 2008.
Klein, Susan. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta : Pallmall . 2008.
Saifuddin, A.B. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC. 2000.
Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4, Vol. 1. Jakarta : EGC. 2007.
Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. 1998.
Bibilung, 2008. Gizi Ibu Hamil dan Bayinya, Wordpress.com, Akses 17 Maret 2008.
Prawirohardjo S, 2002 , Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono, Jakarta.
Read More: Beda Bendungan ASI dengan Mastitis