Bimbingan Dan Konseling Dalam Masyarakat Multikultural

KONSELING DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

KATA PENGANTAR
     Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah konseling dalam masyarakat multikultural dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan.
bimbingan konseling dalam masyarakat multikultural
Makalah Konseling Dalam Masyarakat Multikultural
     Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
     Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Profesi bimbingan dan konseling merupakan profesi yang unik dan khas karena berbeda dengan profesi yang lain. Sebuah profesi dikatakan berbeda bila memiliki pengetahuan tertentu, program pelatihan yang diakui, organisasi sejawat yang profesional, dan adanya lisensi, kode etik, pengakuan legal, dan standar-standar kepakaran lainnya. Konseling memenuhi seluruh standar untuk profesi dan unik, namun sekaligus terkaitdengan kesehatan mental lainnya berdasarkan penekanan dan sejarahnya. Konseling menekankan pertumbuhan dimana konselor bekerja secara perorangan, kelompok, maupun klasikal.
     Bimbingan dan Konseling di Indonesia maupun di dunia tidak dengan begitu saja menjadi profesi yang lengkap. Bimbingan dan Konseling telah mengalami perkembangan selama bertahun-tahun dari disiplin yang sangat beragam, termasuk pada antropologi, pendidikan, etika, sejarah, hukum, ilmu pengobatan medis, filsafat, psikologi dan sosiologi. Bimbingan dan Konseling dilaksanakan secara formal, non formal, ataupun informal. Pelaksana Bimbingan dan Konseling disebut sebagai konselor. Dalam bimbingan dan konseling di Indonesia dilaksanakan dalam bentuk bidang, layanan, kegiatan pendukung, dan format layanan yang tersusun.
     Konseling sebagai profesi penolong (helping profession) adalah konsep yang melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat dewasa ini. Profesi penolong adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih khusus dan memiliki lisensi atau sertivikat untuk sebuah layanan unik dan dibutuhkan masyarakat sebagai penyedia profesional satu-satunya untuk layanan unik dan dibutuhkan yang mereka tawarkan (Gibson and Michell, 2010:43). Dari opini tersebut, dapat diketahui bahwa bimbingan dan konseling adalah sebuah profesi penolong. Tetapi profesi penolong di Indonesia ini bukan hanya Bimbingan dan Konseling, tetapi juga kedokteran, guru, psikolog, pekerja sosial, hukum, jaksa, dan sebagainya. Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam pra nikah, pernikahan, keluarga, keagamaan, karir, perusahaan, lansia, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri bagi untuk kepentingan tersebut. Dalam makalah ini kami paparkan bimbingan konseling dalam lingkungan masyarakat. Sebagaimana telah disinggung di atas, tentang perluasan kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup kehidupan yang lebih luas. Saat ini sedang dikembangkan bidang baru yaitu bidang pelayanan kehidupan di masyarakat untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan serta mengambil keputusan berkenaan dengan rencana kehidupan yang dijalaninya.
B. Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang diatas maka makalah ini akan membahas tentang Bagaimana implikasi bimbingan dan konseling di dalam masyarakat multikultural Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
     Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat ditentukan beberapa tujuan dari makalah ini yaitu sebagai berikut: Untuk mengetahui implikasi bimbingan dan konseling di dalam masyarakat multikultural.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defiinisi Bimbingan dan Konseling Multikultural

     Definisi luas dari “multikulturalisme” istilah mencakup berbagai macam variable social atau peerbedaan. Pendidikan multikultural adalah gagasan yang menyebutkan bahwa semua siswa, tanpa peduli dalam kelompok manapun mereka masuk, seperti kelompok yang terkait dengan jender, suku bangsa, ras, budaya, kelas sosial, agama atau pengucilan, seharusnya mengalamikesetaraan pendidikan disekolah. Penelitian menunjuk kan bahwa klien dari kelompok minoritas etnis adalah yang paling mungkin untuk memanfaatkan layanan konseling. Satu penjelasan untuk hal itu adalah kegitan etnosentris, berdasarkanilai-nilai kelas menengah putih, suatu pendekatan yang dapat menjauhkan orang dari budaya lain. Pendekatan multicultural untuk konseling tantangan asumsi bahwa salah satu gaya wawancar dapat di alihkan kepada semua klien. Bagian ini membahas teori konseling miltikultural, definisi, dan modal multikulturalisme, menyoroti implikasi ini telah dii bagi praktis, bimbingan teori konseling multicultural dan terapi. Sebagian besar karir konseling dan bimbingan praktis siap mengakui bahwa setiap klien adalah unik, dan bahwa individu harus di terima dan di hormati.
     Ada hal penting bagi kita untuk tidak menyederhanakn konsep multicultural. Pada tingkatan tertentu, culture dapat dipahami sebgai “cara hidup sesorang atau sekelompok orang “. Dalam setiap usaha memahami kata “kultur” merupakan keharusan untuk menggunakan kontribusi yang dibuat oleh disiplin keilmuan social yang khusus mendeskripsikan serta memberikan pemahaman terhadap berbagai kultur yang berbeda, yaitu antropologi social. Tradisi riset antropolgi sosial selalu mengambil pandangan yang meyatakan bahwa bersikap adil terhadap kompleksitas sebuah kultur hanya dimungkinkan dengan hidup didalamnya selama waktu tertentu, dan melaksanakan serangakaian observasi  sistematik dan seksama terhadap cara anggota kultur tersebut membangun dunia yang mereka kenal melalui cara seperti hubungan darah, ritual, mitologi, dan bahasa,. Dalam bahasa Clifford Geertz, antropolog paling tertanam saat ini, kultur dapat dipahami sebagai:
     Pola makna yang tertanam dalam sinbol dan transmisikan secara histories, sebuah system konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik yang digunakan (orang-orang) untuk berkomunikasi,, bertahan hidup, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.
     Diantara karakteristik identitas cultural terpenting dalam area keyakinan dan asumsi tang mendasarinya adalah:
  • Bagaiman realitas dipahami, misalnya dualistic atau holistic:
  • Konsep diri (otonom, terikat, referensi versus sosial, terdistribusi, indeksikal);
  • Rasa moral (misalnya pilihan dengan takdir, nilai);
  • Konsep waktu(liniear, tersegmentasi, berorientasi ke masa depan, menghormati yang tua);
  • Perasaan akan tanah air, lingkungan, tempat.
     Diantara dimensi terpenting interpersonal dan kehidupan sosial yang dapat diamati secara eksternal adalah:
  • Prilaku noverbal, kontak mata, jarak, gerakan tubuh, sentuhan:
  • Penggunaan bahasa (misalnya reflektif versus analitis deskriptif; linearitas cerita;
  • Pola hubungan darah dan huibungan antar sesame (hubungan mana yang paling penting?)
  • Hubungan gender;
  • Ekspresi emosi;
  • Peran penyembuh dan teori penyembuhan.
     Bagai para konselor multicultural, karakteristik ini mereprepentasikan jenis “checklist” mental yang dapat dugunakan untuk mengeksplorasi dunia si klien, dan untuk membangun sebuiah dunia klien-konselor yang bersifat mutual dan saling membantu. 

B. Asal-Usul Dan Relevansi Bimbingan dan Konseling Multikultural

     Bimrose (1996:238) menelusuri asal-usul multicultural konseling untuk gerakan hak Sipil di Amerika di pertengan tahun 1970-an. Pada saat ini, pertanyaan di Tanya tentang sekelompok orang yan tidak pernah konseling, atau jika mereka dating untuk sesi pertama, tidak kembali. Pola yang jelas muncul. Klien dari kelompok minoritas etnis yang paling mungkin untuk meminta dan bertahan dengan konseling.
     Penjelasan yang paling banyak diterima adalah bahwa konseling (dan  pedoman) paraktek merupakan kegiatan etnosentris. Beberapa ahli berpendapakt bahwa pendekatan arus utama putih, kegiatan kelas menengah yang beroperasi dengan nilai-nilai khas banyak dan asumsi. Misalnya, bahwa klien di masa yang akan datang dan tindakan yang berorientasi. Pendekatan tersebut etnossentris atau budaya dekemas (Wrenn 1985). Di pusat mereka memegang gagasan normalitas berasal dari budaya kulit putih, yang tidak relevan dengan banyak klien dan memiliki potensi untuk menjauhkan mereka.
     Penjelasan tentang mengapa klien etnis yang berbeda menemukan mainsteam konseling tidak membantu memiliki relevansi sama dengan perbedaan klien lain seperti jenis kelamin, preferensi seksual dan cacat. Pesan utama untuk beragam kelompok klien.

C. Aspek Bimbingan dan Konseling Multikultural Dasar

a) Konsep realitas
     Pada level paling dasar dari pemahaman dan kemampuan untuk memahami, orang-orang daru kultur yang berbeda memiliki ide yang berbeda mengenai tabiat dasar dari realitas. Dalam kultur barat, orang-orang menganut pandangan terhadap realitas yang bersifat dualistic, membagi dunai dalam dua tipe entitas: jiwa dan tubuh. Jiwa tak tercecap indera, terdiri dari ide, konsep, dan pikiran. Sebaliknya tubuh bersifat nyata, dapat diamati dan berkembang dalam ruang. Dalam terminology hubungan dualisme berdampak pada peningkatan dan pemisahan antara diri dan objek, atau diri dan yang lain. “Diri” kemudian berkaitan dengan jiwa dan dirancang diluar serta jauh dari dunia luar, terelpas apakah dunia luar yang dimaksud adalah dunia segala sesuatu atau orang lain.
b) Memahami diri
     Memhami arti menjadi sesorang sangat bervariasi dari stau kultur ke kultur yang lain. Pada dasarnya konseling dan psikoterapi berkembanga dalam kulutr yang mengadopsi pemahamn tentang seseorang sebagai otoniom, individual yang berdiri sendiri, dengan berbagai batasan diri yang kuat dan daerah pengalaman yang bersifat “dalam” dan privat. Lendrine (1992) telah mendeskripsikan definisi self ini sebagai refrential. Menurut self, adalah inner ‘thing” (sisi dalam diri sesuatu) atau daerah pengalaman “ diri yang berdiri sendiri dan lengkap dari kultur barat diyakiani sebagai peletak dasar, pembuat, dan pengontrol prilaku.
c) Konstruksi moral
     Membuat pilihan moral, memutuskan yang benar dan yang salah adalah inti dari kehidupan. Akan tetapi, lanskap moral dikontruksikan secara berbeda dalam kultur yang berbeda. Moralitas barat sangat yakin dengan piliha dan tanggung jawab individual, dan kemauan untuk dibimbing oleh prinsip moral abstrak seprti “keadilan” atau “kejujuran”. Sebaliknya dalam kultur tradisional isu moral lebih cenderung ditetapkan melalui pertimbangan terjaadiny takdir (fate) (misalnya karam dalam kepercayaan hindu).

D. Implikasi Bimbingan dan Konseling Multikultural dalam masyarakat di Indonesia

     Tidak disangkal lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan. Termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
     Sesuai dengan esensi Bimbingan dan Konseling dimana Esensi bimbingan dan konseling adalah memandirikan individu, kemandirian adalah tujuan bimbingan dan konseling. Perkembangan kemandirian terarah kepada penemuan makna diri dan dunia, dan pemaknaan itu akan beragam sesuai dengan persepsi manusia akan diri dan dunianya. Proses memaknai adalah proses selektif, ditentukan melalui proses memilih, dank arena itu bangun kehidupan dalam setiap manusia akan berbeda-beda (Kartadinata, 2007).
     Bimbinagan dan konseling di indonesia masih dititik beratkan di dalam pendidikan dan belum bisa menyebar luas di kalangan masyarakat umum, namun bimbingan dan konseling dalam masyarakat sudah mulai berkembang meskipun. Dimana di masyarakat sudah mulai berkembang konseling religious. Untuk kalangan masyarakat muslim dikenal dengan konseling islami dan pemeluk agama Kristen dengan konseling pastoral.
     Perkembangan masyarakat aka berjalan dengan baik bila diimbangi oleh perkembangan pribadi yang baik pula dan dengan adanya bimbingan konseling di masyarakat maka memungkinkan terbentuknya pribadi yang bisa berkembang dengan baik.
     Pelaksanaan bimbingan dan konseling di amerika berbeda jauh dimana di setiap jenjang bidang layanan mendapat payung hokum yang kaut, tetapi di Indonesia hanya masih beberapa asosiasi yang memayungi bimbingan konseling dan yang menjadi induk payung hokum bimbingan dan konseling di Indonesia adalah ABKIN.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
     Asal-usul munculnya bimbingan dan konseling multikultural ialah di Amerika di pertengan tahun 1970-an. Sebagian besar karir konseling dan bimbingan praktis siap mengakui bahwa setiap klien adalah unik, dan bahwa individu harus di terima dan di hormati. Konseling multicultural mempunyai beberapa karakteristik yang diantaranya yaitu; memahami realitas, konsep diri, rasa moral, konsep waktu dan perasaan akan tanah air.
B. Kritik dan Saran
     Demikian makalah bimbingan dan konseling dalam masyarakat multikultural dibuat, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian pada umumnya dan bagi pemakalah khususya. Jika banyak terdapat kesalahan kata dan pengetikan dalam makalah kami ini kami mohon ma’af. Segala kritik dan saran dari pembaca sekalian yang sekiranya membangun sangat kami harapkan. Demi kesempurnaan makalah-makalah kami yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Allen E. Ivey & Mary Badford Ivey (2003). Intentional Interviewing and Counseling: facilitating Client Development in a Multicultural Society.USA: Brooks/Cole.
Gerard Corey, Marianne Schneider Corey, Patrick Callanan, (2011), Issues and Ethics in the Helping Professions, United States of America:Brooks/Cole, Cengage Learning
Lago Collin ( 2006 ). Race, Culture and Counselling The Ongoing Challenge. England: McGraw-Hill House
McLeod John (2011).  An Introduction to Counseling. New York: McGraw Hill
Robert L.Gibson  & Marianne H. Mitchell (2008). Introduction to Counseling and Guidance.New Yersey: Pearson Prentice Hall.
Samuel T. Glading (2012). Counseling : A Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson Education,Inc
Uwe P. Gielen, Juris G. Draguns, Jefferson M. Fish (2008) Principles of Multicultural Counseling and TherapyAn Introduction. New York: Taylor & Francis Group, LLC.
Wanda M.L. Lee, John A. Blando, Nathalie D. Mizelle, Graciela L. Orozco (2007)Introduction to Multicultural Counseling for Helping Professionals. New York: Routledge Taylor & Francis Group.,)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »