HUKUM PERKEMBANGAN PERILAKU

Hukum Perkembangan Perilaku Dan Pribadi

Hukum Perkembangan Pribadi
Hukum Perkembangan Perilaku Dan Pribadi

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
      Dalam segi pendidikan khususnya segi pembelajaran, potensi setiap peserta didik harus benar-benar dipupuk dan dikembangkan sesuai dengan Teori Pieget yang membahas tentang perkembangan kognitif. Maka dari itu kondisi lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan intelektual peserta didik tersebut.
      Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan kognitif termasuk di dalamnya perkembangan intelektual.
      Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, atau baik fisik maupun psikisnya. Pada usia remaja mereka menganggap dirinya bukan anak-anak lagi. Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang, bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam menghadapi emosi remaja.
Rumusan Masalah
  1. Sebutkan Hukum-hukum Perkembangan Perilaku dan Pribadi?
  2. Bagaimanakah Implikasi Hukum Perkembangan Perilaku dan Pribadi Bagi Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN

Hukum-Hukum Perkembangan Perilaku Dan Pribadi

      Secara spesifk, hukum perkembangan dapat diartikan sebagai “kaidah atau patokan yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan”. Dapat juga dikatakan, hukum perkembangan adalah patokan generalisasi, mengenai sebab dan akibat terjadiinya peristiwa perkembangan dalam diri manusia.

Hukum konvergensi 

      Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi dari oangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yan mereka alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dengan lingkungan, bergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami siswa.
      Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat daripada pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika pembawaan siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebiih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakat yang baik.

Hukum perkembangan dan pengembangan diri 

      Parasiswa, seperti juga manusia dan organisme lainnya, memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif, seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan juga kepunahan dan seterusnya. Untuk itulah mereka perlu sandang, pangan, papan, dan pendidikan.
      Pada anak balita, wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan ketika lapar, atau teriakan yang disertai pelemparan batu ketika mendapat gangguan hewan atau orang di sekelilingnya. Dari usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi usaha untuk mengembangkan diri. Naluri pengembangan diri pada anak, antara lain dimanifestasikan dalam bentuk bermain untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka bumi ini.

Hukum masa peka 

      Peka artinya mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka adalah masa yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca, fungsi tangan untuk menulis, dan sebagainya. Masa “mudah dirangsang” ini sangat menetukan cepat dan lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika seorang siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya.
      Selanjutnya perlu dicatat, masa peka untuk belajar, seperti untuk belajar membaca dan menulis juga belajar berpikir abstrak (seperti belajar matematika, pada umumnya datang pada diri anak tepat pada waktunya. Kedatangan masa peka ini menurut sebagian ahli hanya sekali selama hidup. Sehingga keterlambatan memanfaatkan masa yang sangat berharga tersebut akan menyebabkan kesulitan belajar.

Hukum keperluan belajar 

      Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan sangat erat, sehingga hampir semua proses perkembangan memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap anak biasanya berkembang karena belajar.
      Keperluan belajar bagi proses perkembangan, terutama perkembangan fungsi-fungsi psikis tak dapat kita ingkari, meskipun kebanyakan ahli tidak menyebutkannya secara eksplisit/tegas. Bahkan, kemampuan berjalan yang secara lahiriah dapat diperkirakan akan muncul dengan sendirinya ternyata masih juga memerlukan belajar, meskipun sekedar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan sendiri itu.
      Perkembangan ranah cipta, seperti berpikir dan memecahkan masalah dan perkembangan ranah rasa seperti meyakini kebenaran ajaran agama dan bertenggang rasa terhadap orang lain, tentu tidak timbul atau ada sendiri dalam diri seorang siswa tanpa belajar terlebih dahulu. Alhasil, kegiatan belajar siswa dalam segala bentuk dan manifestasinya sangat diperlukan untuk mendukung proses perkembangannya yang utuh dan menyeluruh.

Hukum kesatuan anggota badan 

      Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tdak terjadi tanpa diiringi proses perkembangan fungsi-fugsi rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan panca indra, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, dan merasa. Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.
      Dalam hal perkembangan kognitif misalnya, seorang siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep benda tertentu, kita bisa mengambil contoh misalnya kursi. Dalam memahami konsep kursi, siswa tersebut tidak akan terpaku pada apa yang pernah ia lihat saja, tetapi berkembangan pada benda-benda lain yang memiliki signifikansi yang sama dengan kursi seperti bangku, sofa, dll. Bersamaan dengan pengenalan benda-benda tempat duduk itu, siswa tersebut juga mengalami perkembangan afektif, misalnya perkembangan apresiasi. Dengan berkembangnya apresiasi, ia akan bisa menilai tempat duduk mana yang mengandung nilai seni tinggi. Sofa ukiran Jepara contohnya, tentu akan ia nilai sebagai tempat duduk yang lebih indah dan nyaman daripada sekedar kursi atau bangku biasa.
      Perkembangan kognitif dan afektif juga diiringi dengan perkembangan ranah psikomotorik, yaitu berbagi keterampilan yang selaras dengan pengetahuan dan perasaan yang telah ia miliki. Cara dan intensitas pemanfaatan keterampilan psikomotorik itu pun disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana yang ditunjukkan persepsi akalnya dan apresiasi ranah rasanya. Contoh: cara mengangkat dan memindahkan sofa ukiran Jepara tentu berbeda dengan cara mengangkat dan memindahkan bangku atau kursi biasa. Begitu juga dengan penempatannya. Sofa ukiran Jepara tentu tidak akan ditempatkan di dapur, sementara kursi biasanya ditempatkan di ruang tamu. Alhasil, tahapan-tahapan perkembangan yang terjadi dalam suatu ranah akan berpengaruh terhadap tahapan-tahapan perkembangan dalam ranah lainnya. Inilah yang dimaksud dengan hukum kesatuan anggota badan dalam arti yang luas.

Hukum tempo perkembangan 

      Lambat cepatnya proses perkembangan seseorang tidak sama dengan orang lain. Dengan kata lain, setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing. Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam ketegori: cepat, sedang, dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.
      Pada dasarnya tempo cepat, sedang, dan lambat tidak menunjukkan kualitas proses perkembangan seorang anak yang normal. Si A misalnya mungkin berkembang lebih cepat daripada si B, dan si B berkembang lebih cepat daripada si C. Padahal, mereka bertiga berasal dari keluarga yang sama. Dalam hal ini, orangtua dan guru tak perlu merisaukannya. Sebab, secara prinsip setiap anak akan mencapai tingkat perkembangan yang sama, hanya waktu pencapaiannya saja yang berbeda. Akan tetapi, bila jarak waktu pencapaian suatu tahap perkembangan yang dilalui seorang anak terlalu jauh, umpamanya waktu antara penguasaaan materi pelajaran kesatu dengan materi pelajaran kedua melebihi batas tempo lambat anak lainnya, maka orangtua dan guru perlu waspada dan segera mengambil langkah-langkah yang tepat. Mungkin, anak itu penyandang tunagrahita atau keterbelakangan mental.

Hukum irama perkembangan 

      Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga di kenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan. Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap, terkadang naik terkadang turun. Pada suatu saat seorang anak mengalami perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia mengalami perkembangan yang menggoncangkan.
      Menurut pengamatan para ahli psikologi, setiapa anak biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang lazim disebut “trotz”. Masa trotz ini terjadi dalam dua periode. 
Trotz period ke-1atau krisis pertama terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu bersikap dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri. 
Trotz perioe ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara 14 sampai 17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orangtuanya sendiri dalam mencapai identitas pribadi. 
      Khusus mengenai trotz ke-2 perlu di garis bawahi, bahwa atas umur antara 14-17 tahun bukan “harga mati”. Artinya rentang usia remaja yang mengalami krisis kedua ini disebuah negara mungkin berbeda dengan remaja di negara lainnya, boleh jadi lebih cepat atau lebih lambat.
      Di Negara kita sendiri perbedaan rentang usia trotz ke-2 itu, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981), tampak berbeda antara remaja kawasan perkotaan dan remaja kawasan pedesaan khususnya di desa-desa yang belum tersentuh budaya modern. Namun, betapapun nasibnya batasan rentang usia strum und drang (masa gelisah) remaja itu, yang penting bagi orangtua dan guru adalah bagaimana memberi pengertian yang benar dan baik bahwa kegelisahan tersebut adalah karena kematangan seksual yang normal. Selain itu, adalah tanggung jawab orangtua dan guru untuk menuntut mereka ke jalan yang benar agar mereka terhindar dari godaan penyalahgunaan dorongan seksual yang bukan pada tempat dan saatnya.

Hukum rekapitulasi 

      Hukum ini berasal dari teori rekapitulasi (recapitulation theory) yang berisi doktrin yang menyatakan bahwa proses perkembangan individu manusia adalah sebuah mikrokosmik (dunia kehidupan kecil) yang mencerminkan evolusi kehidupan jenis makhluk hidup dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat yang paling kompleks.Ada dua aspek yang digambarkan oleh teori ini, yakni aspek psikis dan aspek fisik (Raber, 1988).
      Rekapitulasi pada dasarnya berarti pengulangan atau ringkasan kehidupan organisme tertentu seperti manusia yang berlangung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu berabad-abad. Dalam hal ini, proses perkembangan psikis anak dipandang sebagai ulangan karena adanya kesamaan dengan perilaku cultural nenek moyangnya pada ratusan bahkan ribuan abad yang lalu.
      Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak adalah sebagai berikut. 
  • Masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8 tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil seperti kupu-kupu dan capung. 
  • Masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun ketika ia gemar memelihara hewan piaraan seperti ayam, burung, kucing, dan sebagainya. 
  • Masa bercocok tanaman, yakni pada umur sekitar 12 tahun ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bunga dalam pot. 
  • Masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian meningkat menjadi kesenangan tukar-menukar foto, prangko, dan berkirimsuratserta menjalin persahabatan. 

Hukum Perkembangan Perilaku Dan Pribadi Serta Implikasinya Bagi Pendidikan.

1. Implikasi Genetik dan Lingkungan Terhadap Pendidikan Dasar

      Dalam situasi sekolah, gen-gen dapat dilihat sebagai bagian dari dunia nyata individu-individu. Meskipun demikian, bagi seseorang yang bekerja dekat dengan individu-individu dan remaja, kekuatan dan kelemahan dari pengaruh genetik ini adalah penting untuk dipahami. Seorang guru misalnya, perlu memahami sifat-sifat dan perbedaan-perbedaan individual. Di samping itu, pemahaman tentang dampak faktor-faktor lingkungan terhadap perkembangan individu akan memberi pendidik suatu pertimbangan yang optimistis tentang potensi-potensi yang penting ditumbuh kembangkan dalam diri semua peserta didik.

2. Implikasi Perkembangan Otak Terhadap Pendidikan Dasar

      Perkembangan otak pada usia sekolah dan remaja banyak terjadi di wilayah korteks, suatu wilayah otak di mana individu dapat mengontrol tingkah lakunya sendiri. Selama masa usia sekolah, korteks mengalami perkembangan puncak dan terus diperbaiki dalam masa remaja (Kolb dan Vantien, 1998).
      Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai keterampilan-keteramppilan yang memungkinkan otaknya berkembang. Proses pembelajaran harus jauh dari upaya menjejalkan pengetahuan ke dalam otak anak. Penjejalan pengetahuan secara berlebihan justru akan mengganggu pemahaman dan melelahkan otak anak. 

3. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Dasar

      Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakukan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungannya. Adanya karakteristik individu yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan tersebut jelas membawa implikasi terhadap proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, proses pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara individu. Ini berarti bahwa di dalam proses belajar mengajar setiap individu peserta didik memerlukan perlakuan yang berbeda sehingga strategi dan pelaksanaannya pun akan berbeda-beda. 
      Pemahaman pendidik tentang karakteristik peserta didik akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih baik atau lebih tepat yang dapat menjamin kemudahan belajar bagi peserta didik. Ketepatan pemilihan pola mengajar akan menimbulkan proses interaksi dari masing-msing komponen belajar mengajar secara optimal. 

4. Implikasi Perkembangan Kognitif Terhadap Pendidikan Dasar

      Perkembangan kognisi adalah perkembangan tentang pengetahuan. Perkembangan kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif dan pemikiran kritis. Metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognitif atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Strategi kognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah. 

5. Implikasi Konsep Diri Peserta Didik Terhadap Pendidikan

      Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, pendidik perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini akan di uraikan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan oleh pendidik, yaitu:
  1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari pendidik 
  2. Membuat siswa bertanggung jawab
  3. Membuat siswa merasa mampu
  4. Mengarahkan siswa untuk mendapat tujuan yang realistis
  5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis
  6. Menolong siswa agar bangga dengan dirinya secara relistis

6. Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya dalam Dunia Pendidikan

  1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis
  2. Mendorong individu berpartisipasi dalam mengambil keputusan
  3. Memberi kebebasan kepada individu untuk mengeksplorasi lingkungan
  4. Penerimaan positif tidak membeda-bedakan individu yang satu dengan yang lain
  5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan individu.

7. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan

      Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 1998). Individu-individu ketika dilahirkan tidak memiliki moral tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Individu belajar memahami perilaku baik dan perilaku buruk melalui orang tua, saudara, teman sebaya, dan guru. 

8. Implikasi Proses Penyesuaian Individu Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

      Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa setiap individu. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga mengemban fungsi pendidikan. Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagi rujukan dan tempat perlindungan jika individu didik mengalami masalah. 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
      Di tinjau dari segi pendidikan, potensi setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan. Peserta didik akan merasa aman secara psikologis apabila pendidik dapat menerima peserta didik dalam kondisi apapun. Pendidik mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak bisa dinilai oleh orang lain, dan tugas pendidik ialah memberikan pengertian kepada para peserta didik yang membutuhkannya.
      Beberapa hukum perkembangan prilaku dan pribadi antara lain hukum konvergensi, pertahanan dan pengembangan diri, keperluan belajar, kesatuan anggota, tempo, irama, dan rekapitulasi. Perkembangan ini meliputi perkembangan psiko-fisik yang terdiri atas perkembangan motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial dan moral. Semua perkembangan ini besifat progresif atau berarah menuju ke kemajuan atau peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
3.2 Saran
      Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu diperhatikan sarana dan prasarana. Disamping itu perkembangan emosi peserta didik sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor tertentu. Sekolah merupakan titik tolak dasar untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik, para peserta didik juga harus bisa saling menghargai antara yang satu dengan lainnya dan sekolah sebaiknya memberikan pola pengajaran yang demokratis kepada para peserta didik. Kita sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka dari itu proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sangat di pengaruhi oleh adanya interaksi antara dua faktor yang sama-sama berperan penting.
DAFTAR PUSTAKA
Implikasi perkembangan Sunarto dan Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Knoers, Monks, dkk. 2006., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 
Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Sujanto Agus. 1927. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Aksara Baru. 
Sobur Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung :Pustaka Setia. 
Partowisastro Koestoer. Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta : Penerbit Erlanga .
Soeitoe Samuel. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.
Irwanto. Psikologi Umum. Jakarta : Penerbit PT Prenhallindo.
Sujanto Agus. 1997. Psikologi kepribadian. Jakarta : Aksara Baru.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »