Model Pentahapan Perkembangan Perilaku dan Pribadi
Model Pentahapan Perkembangan Perilaku dan Pribadi |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Model Pentahapan Perkembangan Perilaku dan Pribadi Peserta Didik/Pelajar. Semua pendidik baik di lembaga pendidikan formal maupun non formal tentunya sudah mengetahui dan memahami tentang pentingnya mendidik anak dengan memperhatikan tahapan perkembangan perilaku dan kepribadian para peserta didik. Tanpa mengetahui perilaku dan kepribadian peserta didik, seorang pendidik akan mengalami kesulitan dalam proses mendidik sehingga berimbas pada kurang berhasilnya tujuan pendidikan.
Sebagai seorang calon guru tentunya kita sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan agar kelak kita bisa menjadi seorang guru yang berkualitas baik dan guru yang profesional sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman. Salah satunya adalah guru harus memiliki pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar sehingga seorang guru dapat mengerti atau memahami sisi psikologis anak didiknya nanti. Bukan hanya mengajar, akan tetapi seorang guru juga harus mendidik anak didiknya dengan baik oleh karenanya hal ini sangat penting. Sehubungan dengan mengetahui sisi psikologi anak didik, di sini kita akan membahas tentang perkembangan anak didik (dalam hal ini hakikatnya adalah seorang manusia/individu), antara lain: konsep dasar dan manifestasi/wujud adanya perkembangan perilaku, proses perkembangan, tahapan-tahapan dalam perkembangan perilaku dan pribadi suatu individu, dan beberapa hukum perkembangan perilaku pribadi. Kita juga akan membahas beberapa hukum perkembangan perilaku dan pribadi serta studi kasus yang berhubungan dengan pembahasan ini.
1.2 Rumusan Masalah
- Sebutkan pengertian konsep diri
- Jelaskan proses dan tahapan perkembangan
- Sebutkan hukum perkembangan perilaku dan pribadi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Perkembangan
Sebenarnya jika kita menanyai konsep dasar perkembangan yaitu tahapan perubahan psiko-fisik manusia yang progresif (menuju ke kemajuan/peningkatan) sejak lahir hingga akhir hayat. Selain itu perkembangan di sini pun berlangsung secara sistematis (berurutan). Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep pertumbuhan (growth), kematangan (maturation), dan belajar (learning) serta latihan (training). Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan menunjukan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya yang belum tampak) dari organisme atau individu.
Lefrancois (1975:180) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan. Dalam memahami konsep perkembangan di sini lebih bersifat kualitatif, berbeda dengan pertumbuhan yang lebih bersifat kuantitatif. Pertumbuhan akan berhenti setelah mencapai maturasi (kematangan) sedangkan perkembangan berjalan terus sampai akhir hayat manusia. Pertumbuhan dan perkembangan akan di manifestasikan dalam berbagai bentuk antara lain:
- Perubahan dalam ukuran
- Perubahan perkembangan penguasaan pola-pola keterampilan mental-fisik (cerdas, tangkas, dan cermat )
- Perkembangan penguasaan dan control motorik (koordinasi penginderaan dan gerak)
- Adanya wujud yang hilang dan diganti dengan yang baru
- Memperoleh wujud-wujud baru
- Perubahan dalam pengamatan(pengamatan ruang, pengamatan wujud, dan situasi)
- Perubahan dalam pengetahuan (perkembangan pengetahuan bahasa dan berpikir).
Adadua cara pendekatan utama dalam memahami perkembangan perilaku dan pribadi individu yang manifestasinya seperti tersebut di atas itu, ialah pendekatan longitudinal dan cross sectional.
Pendekatan longitudinal dipergunakan untuk memahami perkembangan perilaku dan pribadi seseorang atau sejumlah kasus tertentu (mengenai satu atau sejumlah aspek perilaku atau pribadi tertentu) dengan mengikuti proses perkembangan dari satu titik waktu atau fase tertentu ke titik waktu atau fase yang berikutnya. Oleh karena itu, tekniknya berbentuk case study (studi kasus), case history, autobiografi, eksperimentasi, dan sebagainya.
Adapun pendekatan cross sectional biasanya digunakan untuk memahami suatu aspek atau sejumlah aspek perkembangan tertentu pada suatu atau beberapa kelompok populasi tingkatan usia subjek tertentu secara serempak pada saat yang sama. Oleh karena itu, teknik yang sesuai dengan pendekatan ini, antara lain teknik survey. Sudah barang tentu sampai batas-batas tertentu dapat digunakan kombinasi atau elektrik dengan pendekatan longitudinal.
2.2 Proses Dan Tahapan Perkembangan
Secara umum, proses adalah runtutan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam perkembangan siswa adalah tahapan-tahapan perubahan yang dialami seorang siswa, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga berarti tahapan perubahan tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup.
Proses bisa juga berarti cara terjadinya perubahan dalam diri siswa atau respon/reaksi yang ditimbulkan oleh siswa tersebut. Proses perkembangan dalam artian seperti ini menurut Hurlock (1980) merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan (developmental changes). Manusia, menurut Elizabeth B. Hurlock, tak pernah statis atau terhenti, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam berbagai kapasitas (kemampuan) baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis.
Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai menjadi “person” (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan.
- Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovem ibu oleh sel sperma ayah).
- Tahapan proses kelahiran saat keluarnya bayi dari rahim ibu ke alam dunia bebas).
- Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang khas (development or selfhood). Ia menyadari eksistensi dan identitas dirinya, dan mempunyai pengetahuan dari pengalaman-pengalamannya.
Hurlock (1980) memberi istilah “stages in the life span” (tingkatan-tingkatan dalam rentang waktu kehidupan) bagi seluruh proses perkembangan individu. Life span ini menurutnya berlangsung dari prenatal period (masa sebelum lahir) sampai old age (masa tua).
Perkembangan berlangsung secara bertahap, dalam arti:
- Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat dan atau mendalam dan/atau meluas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (prinsip progresif);
- Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan/atau fungsi organisme terdapat interdepedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis (prinsip sistematik);
- Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan dan berurutan dan tidak secara kebetulan dan meloncat-loncat (prinsip berkesinambungan).
Memperhatikan kompleksitas dari sifat perkembangan perilaku dan pribadi individu itu, maka untuk keperluan studi yang saksama, para ahli telah mencoba mengembangkan model pentahapan (stages) mengenai proses perkembangan tersebut sehingga memungkinkan pilihan focus observasi pada aspek atau fase tertentu baik secara longitudinal maupun cross sectional. Ada beberapa model pentahapan (stages) perkembangan perilaku dan pribadi dengan karakteristiknya, beberapa contoh model tersebut antara lain dikembangkan oleh:
(a) Aristoteles (384-233 SM)
Aristoteles membagi masa perkembangan individu sampai menginjak dewasa dalam tiga septima berdasarkan perubahan ciri fisik tertentu.
Nama
Tahapan
|
Waktu
|
Indikator
|
(1) masa kanak-kanak
(2) masa anak sekolah
(3) masa remaja
|
0;0 – 7;0
7;0 – 14,;0
14;0 – 21;0
|
Pergantian gigi
Gejala pubertas
(ciri-ciri primer dan sekunder)
|
(b) Piaget (1961)
Dengan mengobservasi aspek perkembangan intelektual, Piaget mengembangkan model pentahapan perkembangan individu sebagai berikut.
(c) Hurlock (1980)
(d) Erikson (1963)
Stage
|
Age
|
(1)
Sensorimotor
(2) Preoperational
(a)
Preconceptual
(b)
Intuitive
(3)
Concrete operations
(4) Formal operations
|
0 – 2 years
2 – 7 years
2 – 4 years
4 – 7 years
7 – 11 years
11 – 15 years
|
Nama
Tahapan
|
Waktu
|
Indikator
|
(1)
prenatal
(2)
infancy
(3)
babyhood
(4)
childhood
(5)
adolescence
(6)
adulthood
(7)
middle age
(8) old age
|
Conception – 280 days
0 – 10 to 14 days
2 weeks – 2 years
2 years – adolescence
13 (girls) – 21 years
14 (boys) – 21 years
21 -25 years
25 -30 years
30 years – death
|
Perubahan-perubahan psikofisis
|
Ia mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian dan mengembankan model pentahapan perkembangan tanpa menunjukkan batas umur yang jelas atau tegas, namun menunjukkan komponen yang menonjol pada setiap fase perkembangan.
Developmential
Stages
|
Basic
Components
|
|
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
|
Infacy
Early
childhood
Preschool
age
Scholl
age
Adolescence
Young
adulthood
Adulthood
Senescence
|
Trust vs
mistrust
Autonomy
vs shame, doubt
Iniative
vs guilt
Industry
vs inferiority
Identity
vs identity confusion
Intimacy
vs isolation
Generativity
vs stagnation
Ego
integrity vs despair
|
(e) Witherington (1952)
Mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisik yang selaras dengan jenjang praktek pendidikan, ia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun perkembangan individu sampai menjelang dewasa.
Mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisik yang selaras dengan jenjang praktek pendidikan, ia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun perkembangan individu sampai menjelang dewasa.
Stages
|
Indikator
|
(1) 0;0 – 3;0
(2) 3;0 – 6;0
(3) 6;0 – 9;0
(4) 9;0 – 12;0
(5) 12;0 – 15;0
(6) 15;0 – 18;0
|
Perkembangan fisik yang pesat
Perkembangan mental yang pesat
Perkembangan social yang pesat
Perkembangan sikap individualis
(II)
Awal penyesuaian sosial
Awal pilihan kecendrungan pola
hidup yang akan diikuti sampai dewasa
|
2.3 Hukum-Hukum Perkembangan Perilaku Dan Pribadi
Secara spesifk, hukum perkembangan dapat diartikan sebagai “kaidah atau patokan yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan”. Dapat juga dikatakan, hukum perkembangan adalah patokan generalisasi, mengenai sebab dan akibat terjadiinya peristiwa perkembangan dalam diri manusia.
Hukum konvergensi
Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi dari oangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yan mereka alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dengan lingkungan, bergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami siswa.
Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat daripada pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika pembawaan siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebiih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakat yang baik.
Hukum perkembangan dan pengembangan diri
Parasiswa, seperti juga manusia dan organisme lainnya, memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif, seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan juga kepunahan dan seterusnya. Untuk itulah mereka perlu sandang, pangan, papan, dan pendidikan.
Pada anak balita, wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan ketika lapar, atau teriakan yang disertai pelemparan batu ketika mendapat gangguan hewan atau orang di sekelilingnya. Dari usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi usaha untuk mengembangkan diri. Naluri pengembangan diri pada anak, antara lain dimanifestasikan dalam bentuk bermain untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka bumi ini.
Hukum masa peka
Peka artinya mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka adalah masa yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca, fungsi tangan untuk menulis, dan sebagainya. Masa “mudah dirangsang” ini sangat menetukan cepat dan lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika seorang siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya.
Selanjutnya perlu dicatat, masa peka untuk belajar, seperti untuk belajar membaca dan menulis juga belajar berpikir abstrak (seperti belajar matematika, pada umumnya datang pada diri anak tepat pada waktunya. Kedatangan masa peka ini menurut sebagian ahli hanya sekali selama hidup. Sehingga keterlambatan memanfaatkan masa yang sangat berharga tersebut akan menyebabkan kesulitan belajar.
Hukum keperluan belajar
Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan sangat erat, sehingga hampir semua proses perkembangan memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap anak biasanya berkembang karena belajar.
Keperluan belajar bagi proses perkembangan, terutama perkembangan fungsi-fungsi psikis tak dapat kita ingkari, meskipun kebanyakan ahli tidak menyebutkannya secara eksplisit/tegas. Bahkan, kemampuan berjalan yang secara lahiriah dapat diperkirakan akan muncul dengan sendirinya ternyata masih juga memerlukan belajar, meskipun sekedar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan sendiri itu.
Perkembangan ranah cipta, seperti berpikir dan memecahkan masalah dan perkembangan ranah rasa seperti meyakini kebenaran ajaran agama dan bertenggang rasa terhadap orang lain, tentu tidak timbul atau ada sendiri dalam diri seorang siswa tanpa belajar terlebih dahulu. Alhasil, kegiatan belajar siswa dalam segala bentuk dan manifestasinya sangat diperlukan untuk mendukung proses perkembangannya yang utuh dan menyeluruh.
Hukum kesatuan anggota badan
Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tdak terjadi tanpa diiringi proses perkembangan fungsi-fugsi rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan panca indra, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, dan merasa. Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.
Dalam hal perkembangan kognitif misalnya, seorang siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep benda tertentu, kita bisa mengambil contoh misalnya kursi. Dalam memahami konsep kursi, siswa tersebut tidak akan terpaku pada apa yang pernah ia lihat saja, tetapi berkembangan pada benda-benda lain yang memiliki signifikansi yang sama dengan kursi seperti bangku, sofa, dll. Bersamaan dengan pengenalan benda-benda tempat duduk itu, siswa tersebut juga mengalami perkembangan afektif, misalnya perkembangan apresiasi. Dengan berkembangnya apresiasi, ia akan bisa menilai tempat duduk mana yang mengandung nilai seni tinggi. Sofa ukiran Jepara contohnya, tentu akan ia nilai sebagai tempat duduk yang lebih indah dan nyaman daripada sekedar kursi atau bangku biasa.
Perkembangan kognitif dan afektif juga diiringi dengan perkembangan ranah psikomotorik, yaitu berbagi keterampilan yang selaras dengan pengetahuan dan perasaan yang telah ia miliki. Cara dan intensitas pemanfaatan keterampilan psikomotorik itu pun disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana yang ditunjukkan persepsi akalnya dan apresiasi ranah rasanya. Contoh: cara mengangkat dan memindahkan sofa ukiran Jepara tentu berbeda dengan cara mengangkat dan memindahkan bangku atau kursi biasa. Begitu juga dengan penempatannya. Sofa ukiran Jepara tentu tidak akan ditempatkan di dapur, sementara kursi biasanya ditempatkan di ruang tamu. Alhasil, tahapan-tahapan perkembangan yang terjadi dalam suatu ranah akan berpengaruh terhadap tahapan-tahapan perkembangan dalam ranah lainnya. Inilah yang dimaksud dengan hukum kesatuan anggota badan dalam arti yang luas.
Hukum tempo perkembangan
Lambat cepatnya proses perkembangan seseorang tidak sama dengan orang lain. Dengan kata lain, setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing. Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam ketegori: cepat, sedang, dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.
Pada dasarnya tempo cepat, sedang, dan lambat tidak menunjukkan kualitas proses perkembangan seorang anak yang normal. Si A misalnya mungkin berkembang lebih cepat daripada si B, dan si B berkembang lebih cepat daripada si C. Padahal, mereka bertiga berasal dari keluarga yang sama. Dalam hal ini, orangtua dan guru tak perlu merisaukannya. Sebab, secara prinsip setiap anak akan mencapai tingkat perkembangan yang sama, hanya waktu pencapaiannya saja yang berbeda. Akan tetapi, bila jarak waktu pencapaian suatu tahap perkembangan yang dilalui seorang anak terlalu jauh, umpamanya waktu antara penguasaaan materi pelajaran kesatu dengan materi pelajaran kedua melebihi batas tempo lambat anak lainnya, maka orangtua dan guru perlu waspada dan segera mengambil langkah-langkah yang tepat. Mungkin, anak itu penyandang tunagrahita atau keterbelakangan mental.
Hukum irama perkembangan
Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga di kenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan. Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap, terkadang naik terkadang turun. Pada suatu saat seorang anak mengalami perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia mengalami perkembangan yang menggoncangkan.
Menurut pengamatan para ahli psikologi, setiapa anak biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang lazim disebut “trotz”. Masa trotz ini terjadi dalam dua periode.
- Trotz period ke-1atau krisis pertama terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu bersikap dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri.
- Trotz perioe ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara 14 sampai 17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orangtuanya sendiri dalam mencapai identitas pribadi.
Khusus mengenai trotz ke-2 perlu di garis bawahi, bahwa atas umur antara 14-17 tahun bukan “harga mati”. Artinya rentang usia remaja yang mengalami krisis kedua ini disebuah negara mungkin berbeda dengan remaja di negara lainnya, boleh jadi lebih cepat atau lebih lambat.
Di Negara kita sendiri perbedaan rentang usia trotz ke-2 itu, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981), tampak berbeda antara remaja kawasan perkotaan dan remaja kawasan pedesaan khususnya di desa-desa yang belum tersentuh budaya modern. Namun, betapapun nasibnya batasan rentang usia strum und drang (masa gelisah) remaja itu, yang penting bagi orangtua dan guru adalah bagaimana memberi pengertian yang benar dan baik bahwa kegelisahan tersebut adalah karena kematangan seksual yang normal. Selain itu, adalah tanggung jawab orangtua dan guru untuk menuntut mereka ke jalan yang benar agar mereka terhindar dari godaan penyalahgunaan dorongan seksual yang bukan pada tempat dan saatnya.
Hukum rekapitulasi
Hukum ini berasal dari teori rekapitulasi (recapitulation theory) yang berisi doktrin yang menyatakan bahwa proses perkembangan individu manusia adalah sebuah mikrokosmik (dunia kehidupan kecil) yang mencerminkan evolusi kehidupan jenis makhluk hidup dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat yang paling kompleks.Ada dua aspek yang digambarkan oleh teori ini, yakni aspek psikis dan aspek fisik (Raber, 1988).
Rekapitulasi pada dasarnya berarti pengulangan atau ringkasan kehidupan organisme tertentu seperti manusia yang berlangung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu berabad-abad. Dalam hal ini, proses perkembangan psikis anak dipandang sebagai ulangan karena adanya kesamaan dengan perilaku cultural nenek moyangnya pada ratusan bahkan ribuan abad yang lalu.
Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak adalah sebagai berikut.
- Masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8 tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil seperti kupu-kupu dan capung.
- Masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun ketika ia gemar memelihara hewan piaraan seperti ayam, burung, kucing, dan sebagainya.
- Masa bercocok tanaman, yakni pada umur sekitar 12 tahun ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bunga dalam pot.
- Masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian meningkat menjadi kesenangan tukar-menukar foto, prangko, dan berkirimsuratserta menjalin persahabatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan di atas adalah perkembangan adalah tahapan perubahan psiko-fisik manusia yang progresif (menuju ke kemajuan/peningkatan) sejak lahir hingga akhir hayat. Pada umumnya proses perkembangan manusia meliputi masa bayi dan kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa awal, setengah baya, dan usia tua. Beberapa hukum perkembangan prilaku dan pribadi antara lain hukum konvergensi, pertahanan dan pengembangan diri, keperluan belajar, kesatuan anggota, tempo, irama, dan rekapitulasi. Perkembangan ini meliputi perkembangan psiko-fisik yang terdiri atas perkembangan motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial dan moral. Semua perkembangan ini besifat progresif atau berarah menuju ke kemajuan atau peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
3.2 Saran
Untuk menunjang perkembangan pada anak perlu diadakannya pendidikan, baik pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah. Makanan yang bergizi juga tidak kalah pentingnya bagi pertumbuhan dan perkembangan sang anak. Sehingga kelak mereka bisa menjadi orang yang berguna di lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, and M. Umar. Psikologi Umum. Surabaya: Bina Ilmu, 1992.
Ali, Muhammad, and Muhammad Asrori. Peikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
M. Luddin, Abu Bakar. Psikologi Konseling. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011.
Marliany, Roesleny. Peikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Sit, Marganti. Perkembangan Peserta Didik. Medan: Perdana Publishing, 2010.
Sule, Ernie Tisnawati, and Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana, 2010.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi.Bandung: Rosda.
Surya, Mohammad. 1996. Psikologi Pendidikan.Bandung: CV. Pembangunan Jaya.
Read More: Media Pendidikan Penjas