Kebijakan Pertanian

Kebijakan pertanian merupakan serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian di Indonesia adalah untuk memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani semakin meningkat.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
kebijakan pertanian
Kebijakan Pertanian
Kebijakan pertanian merupakan serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.
Campur tangan pemerintah inilah disebut sebagai “politik pertanian” (agricultural policy) atau “kebijakan pertanian”. Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kebijakan pertanian mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku pemasaran dalam pelaksanaan pembangunan.

2. Bagaimana sikap dan tindakan pemerintah dalam memajukan pertanian

3. Apa saja ruang lingkup politik pertanian ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kebijakan pertanian mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku pemasaran dalam pelaksanaan pembangunan.

2. Untuk mengetahui Bagaimana sikap dan tindakan pemerintah dalam memajukan pertanian

3. Mengidentifikasi Apa saja ruang lingkup politik pertanian



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Pertanian
Snodgrass dan Wallace (1975) mendefenisikan kebijakan pertanian sebagai usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan pendidikan. Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian dari politik ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi suatu masyarakat.
Menurut penjelasan ini, politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu , seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efesien produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan kesejahteraan menjadi merata. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sarma (1985). Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:
1.      Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2.      Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualiatas faktor produksi.
3.      Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.
Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menempati priotitas penting. Sebagai komoditas pertanian, pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar, dianggap strategis, serta sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional dan bahkan politis. Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seluruhnya dalam jangka panjang.
2.2 Kebijakan Produksi (Production Policy)
Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan  proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyankut kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu kebutuhan manusia, selama itu pula diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan hidup lama tanpa makan. kebijakan pertanian Indonesia 2016 adalah salah satu sektor yang sangat strategis karena:
1.      Banyaknya pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dn distribusi
2.      Meskipun terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumh tangga yang dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih merupakan bagian terbesar dari seluruh pengeluarannya, terutma untuk pangan beras. Oleh karena itu, pangan di Indonesia sering diidentikkan dengn beras memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan kalori dan gizi penduduk Indonesia.
Penyediaan pangan dan gizi menjadikan satu sarana yang harus selalu ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan manusia Indonesia dalam jangka panjang. Jika penyediaan pangan tersebut dikaitkan dengan peningkatan mutu dan gizi penduduk maka dapat membawa konsekuensi yang cukup berat, mengingat jumlah kebutuhan pangan akan selalu meningkat. Dengan demikian pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat harga yang layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.
2.2.1 Kebijakan Peningkatan Produksi Untuk Mencapai Swasembada Pangan
Peningkatan produksi pangan akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap arah kebijakan pertanian di indonesia. Selain untuk mancapai swasembada, arah kebijakan pembangunan pertanian 2016, tanaman pangan juga dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani. Semua ini dapat dicapai melalui peingkatan produksi.
Untuk menunjang keberhasilan program keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai swasembada tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian kebijakan-kebijakan:
1.      Kebijakan bidang pembenihan
2.      Sarana produksi, pupuk, dan pestisida
3.      Kebijakan bidang perkreditan
4.      Kebijakan bidang perairan
5.      Kebijakan diseversifikasi usaha tani
6.      Kebijakan bidang penyuluhan
7.      Kebijakan harga input dan output
8.      Kebijakan penanganan pasca panen
2.2.2 Diversifikasi Komoditi
Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup lama, tetapi pengembangannhya masih relatif tertinggal karena beberapa hal:
1.      Titik perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pda usaha untuk mencapai swasembada beras. Meskipun sudah tercapai pada tahun 1984, sumber daya yang ada masih juga terserap untuk mempertahankan swasembada tersebut.
2.      Pengembangan teknologi budi daya komoditi di luar padi masih juga tertinggal.
3.      Kebijakan di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target komoditi padi.
Kebutuhan akan diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu proses alamiah karena adanya peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran masyarakat yang mendorong ke arah adanya perbaikan gizi yang bersumber pada perlunya diversifikasi konsumsi.
2.3 Kebijakan Subsidi (Subsidy Policy)
Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi harga produksi dan subsidi harga faktor produksi.
2.3.1 Subsidi Harga Produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang ditanggung oleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri.
2.3.2 Subsidi Harga Faktor Produksi
Untuk membeli pupuk yang harganya masih relatif mahal, seringkali petani tidak memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerinth dalam bentuk subsidi kepada petani. Selain melindungi produsen dan konsumen, subsidi juga bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
2.4 Kebijakan Investasi (Investment Policy)
kebijakan pertanian pada masa orde baru dikeluarkan oleh badan koordinasi penanaman modal (BKPM) dengan dukungan dari departemen-departemen teknis terkait. BKPM menetapkan skala prioritas untuk usaha tertentu, misalnya pembukaan usaha besar diharapkan menghindari persaingan dengan usaha petani.
Berbagai kebijakan investasi dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk merangsang investasi baik oleh swasta nasional maupun swasta asing, namun sampai saat ini investasi dalam sektor pertanian masih relatif kecil. Hal ini disebabkan faktor keuntungan yang dapat diperoleh umumnya lebih kecil dibandingkan investasi disektor industri dan jasa serta berisiko lebih besar dibandingkan dengan sektor industri dan jasa.
2.5 Kebijakan Harga ( Price Policy )
Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi). Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1.      Kontribusi terhadap anggaran pemerintah.
2.      Pertumbuhan devisa negara.
3.      Mengurangi ketidakstabilan harga.
4.      Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
5.      Memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan dan serat-seratan.
6.      Meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
2.5.1 Mekanisme Kebijakan Harga Dasar ( Floor Price )
Pada musim panen, pemerintah perlu menetapkan harga dasar beras dengan tujuan untuk melindungi produsen beras. Harga dasar ini akan berpengaruh efektif apabila ditetapkan diatas harga ekuilibrium (harga pasar yang berlaku). Harga dasar yang efektif mengakibatkan kelebihan penawaran sehingga terdapat surplus beras yang tidak terjual.
2.5.2 Mekanisme Kebijakan Harga Tertinggi ( Ceiling Price )
Berbeda dengan penetapan harga dasar yang bertujuan untuk melindungi produsen , penetapan harga maksimum adalah untuk melindungi konsumen. Artinya, membeli beras pada waktu terjadi kelebihan penawaran dan mengeluarkan stok beras pada waktu terjadi kelebihan permintaan. Ini berarti bahwa Bulog membeli beras pada saat harga rendah (pada musim panen raya) dan menjualnya kembali pada saat harga tinggi (pada musim paceklik).
2.5.3 Harga Perangsang ( Price Support )
Apabila tidak ada stok nasional dan terjadi kelebihan permintaan (excess demand)  di pasar domestic maka pemerintah dapat memenuhi kebutuhan beras dengan 2 cara, yaitu mengimpor atau miningkatkan produksi dalam negeri. Apabila pemerintah mengurangi ketergantungan dari luar negeri dan memilih usaha peningkatan produksi dalam negeri maka salah satu caranya adalah  dengan menerapkan harga perangsang (price support).
2.6 Kebijakan Pemasaran ( Market Policy )
Kegiatan pemerintah untuk mengatur distribusi barang (terutgama beras) antar daerah dan atau antar waktu sehingga diantara harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen terdapan marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat merangsang proses produksi dan proses pemasaran.
2.6.1 Margin Pemasaran
Perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen disebut dengan margin pemasaran, yang dirumuskan sebagai berikut :
            M = Pr-Pf
Dimana :
            M : Margin Pemasaran
            Pr : Harga ditingkat pengecer (retail price).
            Pf : Harga ditingkat petani (farn gate price).
2.6.2 Keseimbangan Antartempat
Untuk meningkatkan guna antartempat dibutuhkan biaya transfer, sedangkan untuk meningkatkan guna antarwaktu dibutuhkan biaya penyimpanan. Keseimbangan antartempat dibedakan menjadi 2, yaitu keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan antartempat dengan biaya transfer. Biaya transfer adalah biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan barang antar dua tempat.
2.7 Kebijakan Konsumsi ( Consumption Policy )
Perubahan orientasi  pembangunan di bidang pangan meliputi 5 aspek, antara lain :
1.      Dari orientasi swasembada beras menjadi swasembada pangan.
2.      Orientasi pemenuhan kuantitas menjadi orientasi yang menekankan kepada kualitas pangan.
3.      Orientasi yang berupaya untuk mengatasi situasi yang berlebih melalui mekanisme pasar.
4.      Orientasi yang menekankan pada upaya mencukupi kebutuhan pangan melalui peningkatan produksi, menjadi orientasi untuk menghasilkan  atau memproduksi pangan  yang sesuai dengan permintaan pasar.
5.      Orientasi yang menitikberatkan kepada komoditas tunggal menjadi orientasi kapada pangan yang beranekaragam.
Keterkaitan antara pendapatan dan permintaan akan pangan disebutkan dalam teori haga bahwa semakin tinggi harga suatu barang cenderung akan mengurangi permintaan akan barang tersebut dan sebaliknya.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
kebijakan pertanian di masa orde baru adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan pertanian orde baru, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk.
3.2 Saran
Diharapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa lebih dimengerti dan memahami lebih dalam tentang kebijakan pertanian seperti yang telah di jelaskan dalam makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Novianto, Arief.(2012).”Pengaruh Liberalisasi Pangan di Indonesia terhadap Ketahanan Pangan Nasional

Rifai,Ade Indrawan. (2012).”Dampak Pembangunan sektor pertanian tanaman pangan terhadap perekonomian indonesia”. Jakartar : UI.

source: kebijakan pertanian

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »