PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan sangat
berp
engaruh terhadap mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini, menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan dari pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Oleh karena itu, pemakalah berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi Daerah dan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
B. Rumusan Masalahengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini, menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan dari pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Oleh karena itu, pemakalah berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi Daerah dan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka penulis tertarik untuk menguraikan masalah dalam penulisan ini
yaitu “Bagaimanakah pembagian kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah?”
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah
yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan utama dalam penulisan
ini adalah untuk mengetahui pembagian kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi
Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan namos
yang berarti undang-undang atau aturan. Oleh karena itu secara harfiah otonomi
berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya
berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah adalah suatu pemberian
hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan
tersebut diberikan secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI Nomor
XV/MPR/1998.
Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai
mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya.
Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah
otonom sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah
pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, penggerakkan, dan pengawasan dalam pengelolaan
pemerintahan daerah dalam penggunaan sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan
prima kepada publik.
Uraian diatas menunjukkan peranan administrasi negara
dalam penyelengaraan otonomi daerah. Kebutuhan akan pentingnya administrasi
negara terutama posisinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah menjadi penting
pada saat kita memasuki otonomi daerah yang dicanangkan pada tanggal 1 Januari
2001. Sehingga otonomi daerah semakin dituntut dalam pelayanan kepada
masyarakat dan kesejahteraan umum.
B. Pembagian Kekuasaan Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Pembagian
kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan
tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama
dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi
pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya manusia.
Semua jenis kekuasaan yang ditangani pemerintah pusat disebutkan secara
spesifik dalam UU tersebut.
Selain
itu otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan bertanggung
jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintahan
pusat ( seperti, pada Negara federal); disebut nyata karena kewenangan yang
diselenggarakan itu menyakut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang
di daerah; dan disebut bertanggunag jawab karena kewenangan yang diserahkan itu
harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Disamping itu, otonomi
seluas-luasnya ( keleluasaan otonomi) juga mencakup kewenangan yang utuh dan
bulat dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang diserahkan ke pada daerah otonom
dalam rangka desentralisai harus pula disertai penyelenggaraan dan pengalihan
pembiayaan. Sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia.
Selain
sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administrative, maka
kewenangan yang ditangani provinsi/gubernur akan mencakup kewenangan dalam
angka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan kepada
daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:
a. Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan.
b. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makra, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup dalam wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regioal, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular, dan perencanaan tata ruang provinsi.
c. Kewenangan kelautan yang tidak meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
d. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota diserahkan kepada provinsi dengan penyertaan dari daerah otonom kabupaten atau kota tersebut.
Dalam
rangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan melakukakan
pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi, pengawasan yang dilakukan pemerintah
pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang
kebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi semacam keseimbangan kekuasaan.
Keseimbangan kekuasaan yang dimaksud adalah pengawasan ini tidak lagi dilakukan
secara struktural yaitu bupati/wali kota dan gubernur bertindak sebagai wakil
pemerintah pusat sekaligus kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara
preventif perundang-undangan, yaitu setiap peraturan daerah (perda) memerlukan persetujuan
pusat untuk dapat berlaku.
Terkait
dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah terdapat
11 jenis kewenangan wajib yang diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan
daerah otonom kota, yaitu:
1. Pertahanan,
2. Pertanian,
3. Pendidikan dan kebudayaan,
4. Tenaga kerja
5. Kesehatan,
6. Lingkungan hidup,
7. Pekerjaan umum,
8. Perhubungan,
9. Perdagangan dan industri,
10. Penanaman modal, dan
11. Koperasi.
Penyerahan kesebelas jenis
kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan daerah otonomi kota dilandasi
oleh sejumlah pertimbangan sebagai berikut :
1. Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau.
2. Penyerahan sebelas jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas dan melakukan inovasi karena kewenangan merencanakan, membahas, memutuskan, melaksanakan, mengevaluasi sebelas jenis kewenangan.
3. Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata, dan kebanyakan berada di Jakarta dan kota besar lainnya, maka penyerahan sebelas jenis kewenangan ini juga dimaksudkan dapat menarik sumber daya manusia yang berkualitas di kota-kota besar untuk berkiprah di daerah-daerah otonom, yang kabupaten dan kota.
4. Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.
BAB III
PENUTUP
Hakikat Otonomi Daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri.
Pembagian kewenangan antara pemerintah daerah dan
pemerintrah pusat harus berlandaskan pada pemikiran bahwa Otonomi Daerah
sebagai komitmen dan kebijakan politik nasional merupakan langkah strategi yang
diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan Daerah, disamping
menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia.
B. Saran
Otonomi daerah sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah melalui optimalisasi pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya manusia bisa terwujud dengan baik, maka perlu
selalu dalam pengawasan, baik secara internal dari pemerintah melalui
Kementrian Dalam Negeri juga partisipasi masyarakat di daerah. Dengan demikian
sangat diharapkan peran masyarakat sipil di daerah seperti lembaga swadaya
masyarakat, organisasi sosial keagamaan di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaedillah,dkk,
2000. Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani, Jakarta :
Indonesia Center for Civic Education.
Prof. Drs. HAW
Widjaja, 2002. Otonomi
Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Widarta.
(2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.
Widjaja, H.
(2003). Titik Berat Otonomi pada Daerah
Tingkat II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.