Sejarah Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

KONDISI PENDIDIKAN SEBELUM KEMERDEKAAN

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
     Asal mula sejarah pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah manusia dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial dan budaya manusia itu sendiri di atas permukaan bumi.
     Sejarah pendidikan di Indonesia berawal sebelum kemerdekaan yang dapat digolongkan ke dalam tiga periode, yaitu:Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajahan, dan Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
     Pendidikan yang kita kenal sekarang adalah hasil perkembanagan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita.Untuk itu alangkah baiknya kita terlebih dahulu mengeenal pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan.
sebelum kemerdekaan
Sejarah Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

2. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian Sejarah?
  2. Bagaimana Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum Masa Kolonial?
  3. Bagaimana Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Kolonial?
  4. Bagaimana Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Pergerakan?
  5. Bagaimana Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Jepang?
  6. Bagaimana Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan?

3. Tujuan Penulisan
  1. Dapat mengetahui pengertian Sejarah
  2. Dapat mengetahui Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum Masa Kolonial
  3. Dapat mengetahui Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Kolonial
  4. Dapat mengetahui Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Pergerakan
  5. Dapat mengetahui Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Jepang
  6. Dapat mengetahui Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Sejarah

     Sejarah dalam arti luas adalah catatan tentang apa yang diucapkan, dilakukan, dialami atau dirasakan oleh manusia. Segala peristiwa yang dialami manusia akan dicatat, kapan terjadinya, di mana peristiwa terjadi serta siapa pelakunya merupakan unsure penting dalam sejarah.
     Dalam perkembangan sejarah manusia, waktu dan tempat memiliki arti sangat penting. Sebab dalam menyusun sejarah kita harus tahu siapa pelakunya, kapan dan di mana peristiwanya.

2. Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum Masa Kolonial

     Kondisi pendidikan di Indonesia sebelum masa kolonial dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Sejarah Pendidikan Indonesia pada Zaman Hindu-Budha
     Awal mula sejarah pendidikan Indonesia zaman Hindu-Budha ditandai dengan masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar 2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
     56 Puncak pendidikan Budha di Indonesia dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang di pulau Jawa.
2. Sejarah Pendidikan pada Zaman Kerajaan Islam
     Asal mula pendidikan Indonesia zaman kerajaan Islam dimulai pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup bersama santri memperdalam agama Islam.
     Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
     Tujuan pendidikan Islam pada zaman itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai dengan  tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid diberikan juga Arkanul Iman.
     Untuk mencapai tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam diberikan program belajar yang meliputi:
  1. Membaca Al Qur’an;
  2. Ibadat (berwudlu, shalat);
  3. Keimanan;
  4. Akhlaq.
     Cara belajar pada zaman kerajaan Islam adalah dengan model sorogan dan klasikal.  Model sorogan atau individual dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat nabi, sifat-sifat terpuji atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan, sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat.

3. Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Kolonial

     Kondisi pendidikan di Indonesia pada masa kolonial dimulai pada tahun  1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang ke Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).
     Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:
  1. Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya: Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.
  2. Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di Ponorogo Ponpes Gontor.
  3. Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah maktab Islamiah di Tapanuli medan.
  4. Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen untuk orang-orang Belanda dan buni putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda misalnya:
  • 1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.
  • 1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama.
  • 1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang mendidik budi pekerti.
  • 16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.
  • 1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta.
  • 1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang Belanda, semua orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang, pada tahun 1902 menjadi 173 buah.
  • 1860 mendirikan Gymnasium  (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.
  • 1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan Jawa.
  • 1892 sekolah dasar dibagti menjadi dua kategori, yaitu: sekolah dasar Kelas Pertama ( de schoolen der eerste klasse) untuk golongan Bumiputera (bangsawan & penduduk yang kaya) dan sekolah dasar Kelas Dua (de schoolen der tweede klasse) untuk Bumiputera umum.
  • 1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.k.      1851 mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5 tahun.Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda dapat dilihat beberapa ciri khas, antara lain:
  1. Dualistik diskriminatif, yaitu untuk membedakan pendidikan untuk orang Eropa dan Bumiputera.
  2. Sentralistik yaitu pemerintah kolonial Belanda memiliki hak mengatur pendidikan di daerah koloninya.
  3. Tujuannya untuk dapat menghasilkan tamatan yang menjadi warga negara Belanda kelas dua.

4. Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Pergerakan

     Kondisi pendidikan di Indonesia pada masa pergerakan ditandai dengan lahirnya pergerakan nasional karena penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia tertinggal di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Sebagian rakyat buta huruf, karena tidak semua orang bisa masuk sekolah. Dalam keadaan seperti itu, golongan pelajar yang mendapat kesempatan masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi saat itu tampil untuk mempelopori dan memimpin pergerakan nasional. Termasuk pendiri Taman Siswa, Raden Mas  Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.
     Taman Siswa berdiri pada 3 Juli 1922. Taman Siswa merupakan badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat melalui pendidikan untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya.
     Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasarkan Sistem Tutwuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan), di manasistem ini berorientasi pendidikan pada anak didik. Artinya pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik. Dalam sistem ini berlaku sistem kekeluargaan, yang artinya diharuskan bagi setiap pendidik untuk meluangkan waktu 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik, sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.
     Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.
     Pendidikan Taman Siswa berciri khas Pancadarma, yaitu:
  1. Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah)
  2. Kebudayaan (menerapkan teori Trikon; Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris)
  3. Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing individu dan kelompok),
  4. Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku),
  5. Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

5. Kondisi Pendidikan di Indonesia pada Masa Jepang

     Pendidikan di Indonesia pada zaman jepang disebut “Hakko Ichiu”, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer Jepang dalam peperangan Pasifik.
     Jepang menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
  1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
  2. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
     Adapun susunan pengajaran menjadi, pertama, Sekolah Rakyat enam tahun (termasuk sekolah pertama). Kedua, sekolah menengah tiga tahun. Ketiga, sekolah menengah tinggi tiga tahun (SMA pada zaman Jepang)
     Tujuan pendidikan pada zaman Jepang tidak hanya memenangkan peperangan. Secara konkret tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma (rumosha) dan prajurit-prajurit yang membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, kemiliteran dan indoktrinasi ketat. Sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol.Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya
     Pada masa kependudukannya,  Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi mereka adalah keperluan untuk memenangkan perang. Ada satu hal istimewa dalam pendidikan jepang sebagaimana telah dikemukakan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh pendudukan Jepang.
     Sementara itu perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berkembang dengan pesat. Pendidikan Islam mencoba memadukan antara pendidikan modern Belanda dengan pendidikan tradisional sehingga melahirkan madrasah-madarasah berkelas yang tidak hanya memberikan pengetahuan agama saja akan tetapi juga memberikan pengetahuan umum.
     Untuk mempercepat usaha Jepang dalam mencapai tujuan mereka, segala cara ditempuh dalam segala segi kehidupan. Salah satunya dengan mengubah sistem pendidikan. Oleh sebab itu, Jepang menguasai kurikulum baru, yang berlaku secara umum untuk semua sekolah. Dalam kurikulum ini bahasa Indonesia menjadi pelajaran utama, bahasa Jepang menjadi pelajaran wajib. Para pelajar harus mempelajari adat istiadat Jepang, taiso, melagukan lagu Jepang, melakukan penghormatan (selkerei) ke arah istana kaisar Tokyo. Guru-guru juga harus dilatih agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan Jepang. Selain itu, diberikan pelajaran tentang dasar-dasar pertahanan dan kemiliteran.
     Walaupun demikian, ada beberapa segi positif  sistem pendidikan pada zaman penjajahan Jepang bagi rakyat Indonesia, yaitu:
  1. Jepang memberikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia.
  2. Menghapus dualisme pendidikan penjajahan belanda dan nenggantinya dengan dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang.
  3. Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh penjajah Jepang.

6. Kondisi Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan

     Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan dapat digolongkan ke dalam tiga periode, yaitu:Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajahan, dan Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan
Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan meliputi:
1. Pendidikan Hindu-Budha.
     Pendidikan pada zaman keemasan Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-14 hingga abad ke-16 masehi. Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di nusantara, sistem pendidikan sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau pedepokan. Pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu pengetahuan yang meliputi sastra, bahasa, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara, dan hukum. Kerajaan-kerajaan hindu di tanah jawa banyak melahirkan empu dan pujangga besar yang melahirkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Pada masa, itu pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi dikendalikan oleh para pemuka agama. Pendidikan bercorak Hindu-Budha semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, dan pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan Islam datang menggantikannya.
2. Pendidikan Islam
     Pendidikan berlandaskan ajarna Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan agama Islam di masa prakolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah.
3. Pendidikan Katolik dan Kristen-Protestan
     Pendidikan Katolik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, mereka menyusuri pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Dalam pelayarannya itu, mereka selau disertai misionaris Katolik-Roma yang berperan ganda sebagai penasihat spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama di tanah yang didatanginya. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.
4. Pendidikan pada zaman VOC
     Sebagaimana bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke -16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah dengan mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemusian diikkuti oleh misi penyebaran agama terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi asrama untuk para siswa. Di sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, dan sebagian menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-16, VOC mendirikan sekolah di pulau-pulau Ambon, Banda, Lontar, dan Sangihe-Talaud. Pada periode berikutnya, didirikan pula sekolah-sekolah dengan jenis dan tujuan yang lebih beragam. Pendirian sekolah-sekolah tersebut terutama diarahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara
5. Pendidikan pada zaman kolonila Belanda
     Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman kolonial Belanda. Sistem pendidikan diubah dengan menarik garis pemisah antara sekolah Eropa dan sekolah Bumiputera. Sekolah Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan anak-anak orang Eropa di Indonesia, sedangkan sekolah-sekolah bumiputera tingkatan dan prestisenya lebih rendah diperuntukkan bagi anak-anak bumiputra yang terpilih. Mulai akhir abad ke-19 dan hingga dasawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah raja, sekolah petukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi pendidikan Belanda, pada periode ini berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak keagamaan dan kebangsaan oleh Muhamadiyah, taman siswa, INS kayutaman, Ma’arif dan perguruan Islam lainnya.
6. Pendidikan pada masa pendudukan Jepang
     Meskipun singkat, berlangsung pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti pada pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus sistem pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas penggolongan menurut bangsa dan status sosialnya. Tingkat sekolah terendah adalah Sekolah Rakyat(SR) , yang terbuka untuk semua golongnan masyarakat tanpa membedakan status sosial dan asal-usulnya. Kelanjutannya adalah Sekolah Menengah Pertama(SMP) selama tiga tahun, kemudian Sekolah Menengah Tinggi(SMT) selama tiga tahun. Sekolah kejuruan juga dikembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Menengah Teknik Menengah, Sekolah Pelayaran, dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Sekolah Hukum dan MOSVIA yang didirikan oleh Belanda dihapuskan. Di tingkat pendidikan tinggi, pemerintah pendudukan Jepang didirikan Sekolah Tinggi Kedokteran(Ika Dai Gakko)di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
     Perubahan lain yang sangat berarti bagi Indonesia di kemudian hari ialah bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan bahasa pengantar kedua adalah bahasa Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada zaman Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja kasar secara cuma-Cuma yang dikenal dengan romusha.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
     Dengan mengetahui keadaan pendidikan sebelum kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada zaman hindu-budha, zaman kerajaan islam, masa kolonial, masa pergerakan dan masa pendudukan jepang. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebagai suatu bahan pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu juga sebagai pengalaman yang paling berbekas untuk membentuk kepribadian setiap individu penuntut ilmu,agar lebih giat belajar mengenai kesalahan-kesalahan bangsa terdahulu. Sehingga  bangsa kita dapat lebih unggul dari bangsa-bangsa lainnya melalui pendidikan. Karena pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan satu bangsa.
2. Saran
     Demikian sejarah pendidikan sebelum kemerdekaan dapat kami uraikan, semoga kiranya berguna dan bermanfaat bagi para pencari ilmu.
Referensi
Koesoema, Doni.  pendidikan Karakter. (PT Grasindo: Jakarta. 2007)
Suryadi, Moh.  Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer. (Deepublish: Yogyakarta. 2015)
Moh. Suryadi, Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer. (Deepublish: Yogyakarta. 2015) 
Baca Sistem Pendidikan Sebelum Kemerdekaan

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »