Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Setiap orang tua tentu berkeinginan agar anaknya dapat tumbuh kembang optimal, yaitu agar anaknya dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang terbaik sesuai dengan potensi genetik yang ada pada anak tersebut. Hal ini dapat tercapai apabila kebutuhan dasar anak ( asah, asih, dan asuh ) terpenuhi. Kebutuhan dasar anak harus dipenuhi yang mencaku perhatian, kasih sayang, gizi, kesehatan, penghargaan, pengasuhan, rasa aman / perlindungan, partisipasi, stimulasi dan pendidikan ( asah, asih dan asuh ). Kebutuhan dasar tersebut harus dipenuhi sejak dini, bahkan sejak bayi berada dalam kandungan. Untuk itulah dalam perkuliahan ini akan dibahas mengenai pemantauan tumbuh kembang neonatus terutama pada pertumbuhan fisik pada neonatus baik BB dan TB dengan menggunakan Denver Development Stress Test (DDST).
mengidentifikasi kebutuhan dasar neonatus bayi balita dan anak pra sekolah
kebutuhan dasar neonatus bayi balita anak prasekolah

B. Rumusan Masalah 
     Rumusan masalah yang didapat dari latar belakang diatas adalah agar anaknya dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang terbaik sesuai dengan potensi genetik yang ada pada anak tersebut. Hal ini dapat tercapai apabila kebutuhan dasar anak ( asah, asih, dan asuh ) terpenuhi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Memandikan Bayi 

     Tujuan memandikan bayi adalah membersihkan kulit, meransang peredara darah, memberi perasaan nyaman dan segar, dan melatih bayi agar terbiasa akan kebersihan. Cara memandikan bayi :
  • Bersihkan wajah bayi dengan waslap basah tanpa sabun karena bahaya sabun masuk ke mata bayi. Badan disabuni mulai dari kepala, leher, tangan, jari, ketiak, dada, perut, sekitar pusat, kemudian punggung, kaki, dan terakhir alat kelamin. Perhatikan lipatan, misalnya leher, ketiak, paha harus dibersihkan dengan baik. Dengan waslap bersih, badan dibersihkan dari sabun.
  • Bayi dimasukkan ke dalam ember mandi dan bilas sampai bersih.
  • Bayi diangkat dari air, diletakkan diatas handuk dan dikeringkan mulai dari kepala menurun ke bawah. Perhatikan, lipatan harus benar-benar kering dan dilihat apakah ada kelainan kulit dan sebagainya.

B. Perawatan Tali Pusat

     Jika tali pusat masih ada, ambil sepotong kasa steril kering kemudian tali pusat dibungkus. Perhatikan pangkal/tunggul tali pusat harus terbungkus dengan baik.

C. Perawatan Mata dan Telinga

  1. Mata bayi harus selalu diperiksa untuk melihat tanda-tanda infeksi mata dan muka sebaiknya diseka dengan air steril. Muka sebaiknya diseka setiap sesudah minum susu.
  2. Telinga bagian dalam harus tetap kering. Jika keluar cairan berbau, harus segera berobat ke dokter. Setelah memandikan, telinga dikeringkan dengan baik dan dibersihkan dengan kapas hindari menggunagakan lidi atau benda keras.

D. Perawatan Kuku

     Kuku panjang dapat menyebabkan luka garukan pada kulit bayi yang sangat sensitif terutama di wajah : infeksi
Kuku sebaiknya dipotong atau diberi sarung tangan

E. Asuhan Neonatus Dengan Penyulit dan Komplikasi

1. Ikterus

a. Definisi 
     Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.
b. Ikterus Fisiologis
     Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Timbul pada hari kedua – ketiga
  • Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
  • Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
  • Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
  • Ikterus hilang pada 10 hari pertama
  • Tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak membutuhkan penanganan medis.
c. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
     Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
  • Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
  • Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
  • Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
  • Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
  • Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
     Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
     Kern Ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
     Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali: 
  • Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. 
  • Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. 
  • Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. 
  • Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. 
  • Ikterus menetap pada usia >2 minggu. 
  • Terdapat faktor risiko. 
d. Tanda dan Gejala
     Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
  1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
  2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
     Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
e. Komplikasi
     Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
f. Pemeriksaan Penunjang
     Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
  • Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
  • Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
  • Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
g. Penatalaksanaan
     Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
  1. Menghilangkan anemia
  2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
  3. Meningkatkan badan serum albumin
  4. Menurunkan serum bilirubin
     Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi 
     Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
     Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
     Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
     Transfuse pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
  1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
  2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
  3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
  4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
  5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
  6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
  7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
c. Therapi Obat
     Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

2. Muntah dan Gumoh

a. Definisi Muntah dan Gumoh
     Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen (Markum:1991 dalam Asuhan pada Anak Dengan Gangguan Sistem Integument, 2005). Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah makanan agak lama masuk kedalam lambung (Depkes RI). Muntah pada bayi merupakan gejala yang sering sekali dijumpai dan dapat terjadi berbagai gangguan.
b. Etiologi Muntah dan Gumoh
     Muntah bisa disebabkan karena adanya faktor fisiologis seperti kelainan kongenital dan infeksi. Selain itu muntah juga disebabkan oleh gangguan psikologis seperti keadaan tertekan atau cemas, terutama pada anak yang lebih besar. 
     Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah yaitu: 
  • Kelainan kongenital saluran pencernaan, iritasi lambung, atresia esofagus, atresia/stenosis, hirschsprung, tekanan intrakranial yang tinggi, cara memberi makan atau minum yang salah, dan lain-lain.
  • Pada masa neonatus semakin banyak misalnya factor infeksi (infeksi traktus urinarius, hepatitis, peritonitis, dll)
  • Gangguan psikologis, seperti keadaan tertekan atau cemas terutama pada anak yang lebih besar. 
c. Patofisiologi
     Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan.
     Proses muntah dibagi 3 fase berbeda, yaitu :
  1. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah.
  2. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.
  3. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunannya diafragma disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus berelaksasi dan mulut terbuka
d. Tanda dan Gejala
     Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :
  • Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai dengan sedikit darah. Kemungkinan ini terjadi karena iritasi akibat sejumlah bahan yang tertelan selama proses kelahiran. Muntah kadang menetap setelah pemberian makanan pertama kali.
  • Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak, tidak secara proyektif, tidak berwarna hijau, dan cenderung menetap biasanya terjadi sebagai akibat dari obstruksi usus halus.
  • Muntah yang terjadi secara proyektil dan tidak berwarna kehijauan merupakan tanda adanya stenosis pylorus.
  • Peningkatan tekanan intrakranial dan alergi susu.
  • Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Karena tehnik pemberian makanan yang salah atau pada faktor psikososial.
e. Komplikasi
  • Kehilangan cairan tubuh/elektronik sehingga dapat menyebabkan dehidrasi dan alkaliosis.
  • Karena tidak mau makan/minum dapat menyebabkan ketosis.
  • Ketosis akan menyebabkan asidosis yang akhirnya bisa menjadi renjantan (shock).
  • Bila muntah sering dan hebat akan terjadi ketegangan otot dinding perut, pendarahan konjungtiva, rupture esofagus, infeksi mediastinum, aspirasi muntah, jahitan bisa terlepas pada penderita pasca operasi dan timbul pendarahan.
f. Sifat Muntah
  • Keluar cairan terus menerus maka kemungkinan obstruksi esophagus.
  • Muntah proyektil kemungkinan stenosis pylorus (pelepasan lambung ke duodenum).
  • Muntah hijau (empedu) kemungkinan obstruksi otot halus, umumnya timbul pada beberapa hari pertama, sering menetap, biasanya tidak proyektil.
  • Muntah hijau kekuningan kemungkinan obsruksi dibawah muara saluran empedu.
  • Muntah segera lahir dan menetap kemungkinan tekanan intrakranial tinggi atau obstruksi usus.
g. Diagnosa
  • Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berdasarkan peningkatan pengeluaran cairan melalui muntah.
  • Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan penurunan intake akibat anoreksia.
  • Kerusakan pertukaran gas berdasarkan obstruksi jalan nafas.
  • Gangguan rasa nyaman nyeri berdasarkan iritasi pada saluran pencernaan(faring dan esofagus).
h. Pencegahan
  • Perlambat pemberian susu. Bila diberi susu formula, beri sedikit saja dengan frekuensi agak sering.
  • Sendawakan bayi selama dan setelah pemberian susu. Bila bayi diberi ASI, sendawakan setiap kali akan berpindah ke payudara lainnya.
  • Susui bayi dalam posisi tegak lurus, dan bayi tetap tegak lurus selama 20-30 menit setelah disusui.
  • Jangan didekap atau diayun-ayun sedikitnya setengah jam setelah menyusu.
  • Jika diberi susu botol, pastikan lubang dot tidak terlalu kecil atau terlalu besar.
i. Penatalaksanaan
  • Cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.
  • Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tidak perlu khawatir. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru-paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut
j. Asuhan Bidan
     Muntah yang tidak disertai dengan gangguan fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus. Meskipun demikian diperlukan tindakan sebagai berikut :
  • Kaji faktor dan sifat muntah.
  • Jika terjadi pengeluaran cairan terus-menerus, maka
  • Kemungkinan dikarenakan obstruksi esophagus.
  • Jika terjadi muntah berwarna hijau kekuning-kuningan, maka patut dicuriagai adnya obstruksi di bawah ampula vateri.
  • Jika terjadi muntah proyektil, maka harus dicurigai adanya stenosis pylorus.
  • Jika terjadi segera setelah lahir kemudian menetap, maka kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intracranial.
  • Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan. Hindari anak makan sambil berbaring atau tergesa-gesa, agar saluran cerna mempunyai kesempatan yang cukuip untuk mencerna makanan yang masuk.
  • Ajarkan pola makan yang benar dan hindari makanan yang merangsang serta menimbulkan alergi. Pemberian makanan juga harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan menu gizi seimbang, yaitu makan yang bervariasi dan mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Protein dari susu sapi, telor, kacang-kacangan dan ikan laut kadang-kadang menyebabkan alergi. Untuk itu orang tua harus hati-hati dan bila perlu diganti dengan bahan makanan lain.
  • Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Orang tua yang mengabaikan kehadiran anak menciptakan situasi yang menegangkan. Situasi tersebut merupakan situasi yang tidak menyenangkan anak dan dapat berdampak pada fisik anak. Oleh karena itu, kasih sayang yang mencukupi dan bimbingan yang bijaksana dari orang tua merupakan hal yang sangat diperlukan.
  • Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis, seperti warna muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil, atau gangguan lainnya, segeralah bawa anak ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga sangat diperlukan.

3. Konsep Dasar Gumoh ( Regurgitasi)

a. Definisi Regurgitasi
     Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu (Depkes 2007). Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan ketika beberapa saat setelah minum susu botol/ menyusui dan dalam jumlah sedikit. (Depkes 2007).
     Regurgitasi yang tidak berlebihan merupakan keadaan normal terutama pada bayi dibawah usia 6 bulan dan tidak sering frekuensinya. Seiring dengan bertambahnya usia diatas 6 bulan, maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak. Namun, regurgitasi dianggap abnormal apabila terjadi terlalu sering atau hampir setiap saat. Juga kalau terjadinya tidak hanya setelah makan dan minum tapi juga saat tidur. Selain itu juga pada gumoh yang bercampur darah. Gumoh yang seperti ini tentu saja harus mendapat perhatian agar tidak berlanjut menjadi kondisi patologis yang diistilahkan dengan refluks esofagus.
     Regurgitasi atau gumoh harus dibedakan dengan muntah. Bedanya dengan muntah, gumoh terjadi secara pasif. Artinya, tak ada usaha si bayi untuk mengeluarkan atau memuntahkan makanan atau minumannya (artinya: keluar sendiri). Si bayi ketika gumoh mungkin saja sedang santai dalam gendongan atau dalam keadaan berbaring atau bermain. Sedangkan muntah terjadi secara aktif. Muntah merupakan aksi reflek yang dikoordinasi medula oblongata, sehingga isi lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.
b. Etiologi
     Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi :
  • Anak/bayi yang sudah kenyang.
  • Posisi anak atau bayi yang salah saat menyusui akibatnya udara masuk kedalam lambung.
  • Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam menghisap.
  • Kegagalan mengeluarkan udara.
  • ASI atau susu yang diberikan melebihi kapasitas lambung. Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai keusus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi muntah lambung bayi punya kapasitas sendiri.
· Posisi Menyusui
  • Sering ibu menyusui sambil tiduran dengan posisi miring sementara si bayi tidur terlentang. Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran pencerna, tapi kesaluran nafas, bayipun gumoh.
  • Pemakaian bentuk dot 
  • Jika si bayi suka dot besar diberi dot kecil, ia akan malas menghisap karena lama. Akibatnya , susu tetap keluar dari dot dan memnuhi mulut bayi dan lebih banyak udara yang masuk. Udara masuk kelambung membuat bayi muntah
  • Klep penutup lambung belum berfungsi sempurna 
  • Dari mulut, susu akan masuk kesaluran pencernaan atas, baru kemudiaan ke lambung, diantara kedua organ tersebut terdapat klep penutup lambung, pada bayi, klep ini biasanya belum berfungsi sempurna.
  • Fungsi pencernaan bayi dengan peristaltik ( gelombang kontraksi pada dinding lambung dan usus) untuk makanan dapat masuk dari saluran pencernaan ke usus, masih belum sempurna
  • Terlalu aktif 
  • Misalnya pada saat bayi menggeliat atau pada saat bayi terus menerus menangis hal ini akan membuat tekanan didalam perutnya tinggi, sehingga keluar dalam bentuk muntah/ gumoh.
c. Patofisiologi 
     Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang setelah diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang paling rendah. Bila ada makanan yang masuk ke Esofagus atau saluran sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh.
     Pada keadaan gumoh, biasanya lambung sudah dalam keadaan terisi penuh, sehingga terkadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir kembali ke atas dan keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir. Hal tersebut disebabkan karena otot katup di ujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik. Otot tersebut seharusnya mendorong isi lambung ke bawah.
     Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa muntah. Lambung bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc.
d. Tanda dan Gejala
  • Mengeluarkan kembali susu saat diberikan minum.
  • Gumoh yang normal terjadi kurang dari empat kali sehari.
  • Tidak sampai mengganggu pertumbuhan berat badan bayi.
  • Bayi tidak menolak minum.
e. Komplikasi
  • Infeksi pada saluran pernafasan.
  • Cairan gumoh yang kembali keparu-paru dapat menyebabkan radang.
  • Nafas terhenti sesaat.
  • Bayi tersedak dan batuk.
  • Cairan gumoh dapat menimbulkan iritasi.
  • Pucat pada wajah bayi karena tidak bisa bernafas.
f. Diagnosa
     Sebagian besar gumoh terjadi akibat kebanyakan makan atau kegagalan mengeluarkan udara yang ditelan. Oleh karena itu, sebaiknya diagnosis ditegakkan sebelum terjadi gumoh. Pengosongan lambung yang lebih sempurna, dalam batas-batas tertentu penumpahan kembali merupakan kejadian yang alamiah, terutama salam 6 bulan pertama. Namun, penumpahan kembali tersebut diturunkan sampai jumlah yang bisa diabaikan dengan pengeluaran udara yang tertelan selama waktu atau sesudah makan.
     Dengan menangani bayi secara hati-hati dengan menghindari konflik emosional serta dalam menempatkan bayi pada sisi kanan, letak kepala bayi tidak lebih rendah dari badannya. Oleh karena pengeluaran kembali refleks gastroesofageal lazim ditemukan selama masa 4-6 bulan pertama.
g. Pencegahan
  • Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areola dan dagu payudara ibu.
  • Berikan ASI saja sampai 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian makanan tambahan dibawah 6 bulan memperbesar resiko alergi, diare, obesitas serta mulut dan lidah bayi masih dirancang untuk menghisap, bukan menelan makanan.
  • Beri bayi ASI sedikit-sedikit tetapi sering (minimal 2 jam sekali), jangan langsung banyak.
  • Jangan memakaikan gurita tertalu ketat.
  • Posisikan bayi tegak beberapa lama (15-30 menit) setelah menyusui
  • Tinggikan posisi kepala dan dada bayi saat tidur.
  • Jangan mengajak bayi banyak bergerak sesaat setelah menyusu.
  • Jika gumoh di sebabkan oleh kelainan atau cacat bawaan segera bawa ke petugas medis agar mendapat penanganan yang tepat sedini mungkin.
  • Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut bayi.
  • Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan dahulu terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara:
  • Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala bersandar dipundak ibu. Kemudian, punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.
  • Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung bayi sampai terdengar suara bersendawa.
h. Penatalaksanaan
  • Bersikaplah tenang.
  • Segera miringkan badan bayi agar cairan tidak masuk ke paru-paru (jangan mengangkat bayi yang sedang gumoh, karena beresiko cairan masuk ke paru-paru).
  • Bersihkan segera sisa gumoh dengan tissue atau lap basah hingga bersih, pastikan lipatan leher bersih agar tidak menjadi sarang kuman dan jamur.
  • Jika gumoh keluar lewat hidung, cukup bersihkan dengan cotton bud, jangan menyedot dengan mulut karena akan menyakiti bayi dan rentan menularkan virus.
  • Tunggu beberapa saat jika ingin memberi ASI lagi. 
i. Asuhan Bidan
  • Memberitahukan bahwa gumoh adalah hal yang harus mendapat perawatan yang baik.
  • Menginformasikan pada ibu bahwa gumoh disebabkan posisi saat menyusui yang tidak tepat atau posisi botol yang salah
  • Memberitahu ibu untuk memperbaiki cara minumnya, posisi saat memberikan susu dari botol dan sendawakan bayi sesaat setelah minum ASI

4. Miliriasis

a. Pengertian Miliriasis
     Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup pakaian (dada, punggung), tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan juga kepala. Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat .
b. Klasifikasi Milliaris
a. Miliaria Kristalina
     Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. 
b. Miliaria Rubra
     Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok. (Adhi Djuanda, 1987)
c. Miliaria Profunda
     Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)
d. Miliaria Pustulosa
     Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
c. Penyebab Miliriasis
  • Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
  • Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
  • Aktivitas yang berlebihan
  • Setelah menderita demam atau panas
  • Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum korneum.
d. Tanda dan Gejala Miliriasis
     Bintik-bintik merah atau ruam pada leher dan ketiak bayi. Keadaan ini disebabkan peradangan kulit pada bagian tersebut. Penyebabnya adalah proses pengeringan yang tidak sempurna saat dilap dengan handuk setelah bayi dimandikan. 
     Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan bagian tubuh yang tertutup pakaian (dada dan punggung). Gejala utama ialah gatal-gatal seperti ditusuk-tusuk, dapat disertai dengan warna kulit yang kemerahan dan gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm). kondisi ini bisa kambuh berulag-ulang terutama jika udara panas dan berkeringat.
e. Pencegahan Miliriasis
  • Keringkan tubuh bayi dengan kain lembut jika terlihat tubuhnya basah oleh keringat.
  • Pada cuaca panas, taburkan bedak atau cairan khusus untuk mendinginkan kulit, sekaligus menyerap keringat.
  • Mengganti segera baju bayi yang basah oleh keringat atau kotoran.
  • Ventilasi udara yang cukup agar pertukaran udara dari luar ke dalam lancar
  • Memandikan bayi secara teratur.
  • Menghindarkan pakaian yang tidak menyerap keringat. 

5. Infeksi

     Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi. Tindakan pencegahan infeksi pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
  1. Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
  2. Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
  3. Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.
  4. Memastikan bahwa pakaian, handuk, selimut, sertakain yang digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih.
  5. Memastikan bahwa timbangan, pita pengukuran, termometer, stetoskop dan benda-benda lainnyayang akan bersetuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan).
  6. Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya dengan mandi setiap hari (puting susu tidak boleh disabun).
  7. Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih, hangat dan sabun setiap hari.
  8. Menjaga bayi dari orang yang menderita infeksi dan memastikan orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya.

6. Hipotermi

a. Pengertian Hipotermi
     Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 360C (Dep.Kes. RI, 1994). 
b. Prinsip Dasar Hipotermi
     Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,50C ± 37,50C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabilasuhu < 360C atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin.bilaseluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayisudah mengalami hipotermisedang(Suhu 320C ± 360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian(Saifudin, 2002) 
     Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir : 
a. Radiasi : dari objek ke panasan bayi 
     Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas 
b. Evaporasi : karena penguapancairan yang melekat pada kulit 
     Contoh : air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat dikeringkan. 
c. Konduksi : Panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat ditubuh 
     Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti. 
d. Konveski : Penguapan dari tubuh ke udara 
     Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir (Wiknjosastro, 1994) 
c. Penilaian hipotermia bayi baru lahir 
     Gejala hipotermia bayi baru lahir 
  1. Bayi tidak mau minum/ menetek 
  2. Bayi tampak lesu atau mengantuk 
  3. Tubuh bayi teraba dingin 
  4. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi, menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema). 
Tanda - tanda hipotermia sedang : 
  • Aktifitas berkurang, letargis 
  • Tangisan lemah 
  • Kulit berwarna tidak rata (cutisma lviorata) 
  • Kemampuan menghisap lemah 
  • Kaki teraba dingin 
  • Jika hipotermia berlanjut akan timbulcidera dingin 
Tanda - tanda hipotermia berat 
  1. Aktifitas berkurang, letargis 
  2. Bibir dan kuku kebiruan 
  3. Pernafasan lambat 
  4. Pernafasan tidak teratur 
  5. Bunyi jantung lambat 
  6. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik 
  7. Resiko untuk kematian bayi 
Tanda - tanda stadium lanjut hipotermia 
  1. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang 
  2. Bagian tubuh lainnya pucat 
  3. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema) (Saifudin, 2002) 
d. Penyebab dan Resiko 
a. Penyebab utama 
     Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayisecepat mungkin 
b. Resiko untuk terjadinya hipoermia 
  1. Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir 
  2. Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir 
  3. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur 
  4. Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat). 
  5. Bayi asfiksia,hi poksia,r esusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial. (DepKes RI, 1992) 
e. Faktor Pencetus Hipotermia
     Faktor pencetus terjadinya hipotermia : 
  1. Faktor lingkungan 
  2. Syok 
  3. Infeksi 
  4. Gangguan endokrin metabolik 
  5. Kurang gizi, energi protein( KKP)
  6. Obat - obatan 
  7. Anekacuaca (DepKes RI, 1992) 
f. Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia. 
a. Mengeringkan bayi baru lahirsegerasetelah lahir 
     Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela /pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebihcepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin( cols stres) yang merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinyaserangan dingin, setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering segera dibungkusde nga n selimut, diberi topi / tutup kepala,ka us tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat kehangatan dari dekapan bayi. 
b. Menunda memandikan bayi baru lahirsampaisuhu tubuh bayi stabil 
     Untuk mencegah terjadinya serangan dingin,ibu / keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. 
  1. Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan,ber a t > 2.500gr am, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama ± 24 jam setelah kelahiran. 
  2. Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi lemah atau bayi dengan berat lahir < 2.000 gram, sebaiknya bayi, jangan dimandikan, ditunda beberapa harisampai keadaan umum membaik yaitu bilasuhu tubuh bayi, stabil, bayisudah lebih kuat dan dapat menghisapAS I dengan baik. (DepKes RI, 1992) 
g. Tindakan Pada Hipotermia 

     Segera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan metode kangurucara lainnya adalah dengan penyinaran lampu. 
a. Hipotermia Sedang 
  1. Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat 
  2. Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangaat yang diserterika terlebih dahulu. Bila selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 
  3. Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 
Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : 
  1. Memberi tutup kepala/ topi bayi 
  2. Mengganti kain/ popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat 
b. HipotermiBerat 
  1. Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering,b ersih, dan hangat 
  2. Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangat 
  3. Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau lainnya hangat ulangisampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi 
Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : 
  1. Memberi tutup kepala/ topi kepala 
  2. Mengganti kain/ pakaian/ popok yang basah dengan yang kering atau hangat 
     Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini mungkin dapat lebihseringselama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. BeriAS I dengan menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10% sebanyak 60 ±80 ml/kg/liter 
     Segera rujuk di RSt er dekat (Dep.Kes. RI, 1994). 
h. Pencegahan Hipotermia 
     Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agarBBL tidak mengalami hipotermia. Disebut hipotermia bilasuhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 ± 37,50C pada pengukuransuhu melalui ketiak BBL mudah sekali terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena: 
  1. Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurna 
  2. Permukaan tubuh bayi relatif luas 
  3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas 
  4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak kedinginan. 
     Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut Ibu (kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas dada (karena ibu lemah atausyok) maka hal-hal yang dapat dilakukan: 
  1. Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangar 
  2. Meletakkan bayi didekat ibu 
  3. Memastikan ruang` bayi yang terbaring cukup hangat (Dep.Kes. RI, 1994). 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
     Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
     Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memberikan pelayanan dari mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat kasus yang samapun tindakan yang diberikan akan sangat berdeda karena setiap orang adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses tumbuh kembang.
B. Saran 
     Agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik maka para ibu – ibu diharapkan dapat memeperhatikan gizi pada bayi dan melatih anak untuk belajar sesuai dengantahapanya. 
DAFTAR PUSTAKA
DepKes, RI. (2010). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta; Bakti Husada
Ari Sulistiawati. (2013). Deteksi Tumbuh kembang Anak. Jakarta; Salemba Medika
Puji Suwariyah. (2013). Test Perkembangan Bayi dan Anak. Jakarta; BukuTIM
Fitri Respati. (2012). Buku Pintar Asuhan keperawatan Bayi dan Balita. Yogyakarta; Cakrawala Ilmu
Ronal, H.S. 2011. Pedoman dan Perawatan Balita. Bandung; Nuansa Aulia
Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »