Tingkat Keefektifan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani di Indonesia Sekarang Ini
Tingkat Keefektifan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sekarang Ini |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan
di sekolah, pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat strategis dalam
pembentukan manusia seutuhnya. Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak positif
pada pertumbuhan fisik anak, melainkan juga perkembangan mental, intelektual,
emosional, dan sosialnya.
Ditempatkannya pendidikan jasmani sebagai rangkaian isi
kurikulum sekolah bukanlah tanpa alasan. Kurikulum yang merupakan seperangkat
pengetahuan dan keterampilan merupakan upaya yang sistematis untuk membekali
siswa/peserta didik menjadi manusia yang lengkap dan utuh. Pendidikan tidak
lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak ada pendidikan jasmani tanpa media
gerak. Karena gerak sebagai aktivitas jasmani merupakan dasar alami bagi
manusia untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri. Hal ini juga selaras
dengan faham monodualisme yang berpandangan bahwa jasmani dan rokhani manusia
merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga muncul istilah yang Iebih dikenal
dengan pendidikan manusia seutuhnya.
Makna penting pendidikan jasmani serta manfaatnya bagi pengembangan
kepribadian manusia rasanya tidak perlu dipersoalkan Iagi. Justru yang menjadi
masalah adalah apakah pendidikan jasmani sebagai faktor penting pembentukan
manusia seutuhnya telah ditempatkan secara proporsional? Apakah pelaksanaan
pendidikan jasmani di sekolah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran
pendidikan jasmani? Apakah dalam implementasinya telah didukung oleh sumberdaya
yang memadai? Apakah pembelajaran yang telah, dilakukan mampu mengembangkan
individu secara utuh? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hakikatnya tidak dapat
dilepaskan dari pertanyaan dasar, yaitu: apakah kurikulum yang dikembangkan
telah seimbang dan efektif?
Sebelurn sampai pada pembicaraan tentang kurikulum, ada
baiknya kita melihat kondisi Pendidikan jasmani di Indonesia dewasa ini. Sebab,
bagaimanapun pelaksanaan Pendidikan jasmani sekarang ini tidak bisa dilepaskan
dan bahkan merupakan cerminan dari kurikulum yang berlaku saat ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana kondisi kurikulum penjas
di Indonesia saat ini?
2. Bagaimana peranan atau eksistensi
pendidikan jasmani dalam kurikulum?
3. Bagaimana keseimbangan kurikulum di
Indonesia?
4. Bagaimana tingkat keefektifan
pengembangan kurikulum di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi kurikulum
penjas di Indonesia saat ini?
2. Untuk mengetahui peranan atau
eksistensi pendidikan jasmani dalam kurikulum?
3. Untuk mengetahui keseimbangan
kurikulum di Indonesia?
4. Untuk mengetahui tingkat keefektifan
pengembangan kurikulum di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Pendidikan Jasmani di Indonesia Saat Ini
Dan pengamatan para ahli dan didukung oleh beberapa
peneiitian empiris menunjukkan bahwa pelaksanaan Pendidikan jasmani di sekolah
di Indonesia masih kurang menggembirakan (Cholik Mutohir, 1996a; Mendikbud,
1996). Indikatornya antara lain adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat
kesegaran jasmani siswa dan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan
pendidikan jasmani maupun ektrakurikuler olahraga.
Sungguhpun disadari bahwa Pendidikan jasmani tidak semata-mata
mengembangkan keterampilan jasmani, tetapi masih banyak mereka yang tidak
memahami bahwa Pendidikan jasmani juga mengembangkan keterampilan sosial (social
skill), emosional, dan intelektual. Pendidikan jasmani lebih disoroti dari
sisi kelemahan dan kekurangannya dibandingkan dengan sisi-sisi positip dan
keunggulannya. Pemahaman dan penilaian yang demikian sudah barang tentu
tidaklah benar. Bila dicermati, pengajaran yang baik dalam pendidikan jasmani
lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan berolahraga. Pengajaran yang baik
tersebut melibatkan aspek-aspek yang berhubungan dengan apa yang sebenarnya
dipelajari oleh siswa melalui partisipasinya, apakah itu neuromuskuler,
intelektual, emosional, dan bukan aktivitas olahraga semata. Pendidikan jasmani
yang merupakan bagian pendidikan keseluruhan pada hakikatnya adalah proses
pendidikan dimana tarjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya
yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik menuju pembentukan
manusia seutuhnya.
Munculnya persepsi yang kurang menguntungkan tersebut
menyebabkan posisi pendidikan jasmani cukup dilematis sehingga memunculkan
permasalahan yang lebih krusial. Salah satu masalah utama pendidikan jasmani di
Indonesia hingga dewasa ini adalah belum efektifnya pembelajaran pendidikan
jasmani di sekolah sebagai akibat dari posisi yang semakin terpinggirkan
(Cholik Mutohir, 1996a; 1996b). Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan
jasmani mulai sekolah dasar sampai sekolah lanjutan telah dikemukakan dan
ditelaah dalam berbagai forum dan kesempatan oleh beberapa pengamat. Secara
umum, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah terbatasnya
kemampuan guru pendidikan jasmani dan sumber-sumber yang digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran. Terbatasnya jumlah guru pendidikan jasmani yang
ada di Sekolah Dasar hingga sekolah lanjutan juga merupakan kendala yang sampai
sekarang belum bisa teratasi. Perbandingan jumlah guru dan sekolah kurang lebih
1 berbanding 2. (Mendikbud/Dirjen Dikluspora, 1996).
Rendahnya mutu dan jumlah guru pendidikan jasmani di sekolah
pada gilirannya melahirkan ketidakmampuan mereka dalam melaksanakan tugasnya
secara profesional. Mereka belum berhasil melaksanakan misinya untuk mendidik
siswa secara sistematik melalui program pendidikan jasmani yang semestinya
dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak secara menyeluruh baik
fisik, mental, maupun intelektual. Hal ini amat terasa pada guru pendidikan
jasmani di sekolah dasar, karena mereka pada umumnya adalah guru kelas yang
secara formal tidak mempunyai kompetensi dan pengalaman dalam mengelola
pendidikan jasmani.
Model praktik pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan
oleh guru cenderung tradisional, dan berpusat pada guru. Proses pembelajaran
hampir tidak pernah dilakukan atas inisiatif anak sendiri. Di samping itu, anak
sering dianggap sebagai "orang dewasa kecil" yang mampu melakukan
kegiatan layaknya orang dewasa. Guru mengajarkan olahraga baku kepada anak yang
notabene belum mampu melakukan aktifitas sebagaimana yang dilakukan oleh orang
dewasa. Jadi dapat diramalkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam
menyelesaikan tugas pembelajaran tergolong rendah.
Berangkat dari kenyataan tersebut, pemerintah, dalam hal ini
Depatemen Pendidikan, telah mengambil langkah-langkah tertentu sebagai upaya
memperbaiki model pembelajaran Penjaskes di sekolah, terutama sekolah dasar.
Upaya tersebut ditempuh antara lain dengan mengintroduksi sebuah pendekatan
pembelajaran yang disebut modifikasi olahraga. Gerakan ini mengarah pada pengembangan
model pembelajaran pendidikan jasmani yang sesuai bagi siswa di sekolah dasar.
Dengan adanya gerakan ini, perkembangan pendidikan jasmani
di Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya perkembangan yang cukup
berarti. Sebagai model pengajaran alternatif, modifikasi olahraga telah
dikonsepsikan dan diujicobakan melalui beberapa penelitian hingga didapatkan
paket-paket pembelajaran yang operasional. Temuan penelitian Cholik Mutohir,
dkk (1996b) dan Maksum (1996; 1998) menunjukkan bahwa model pembelajaran
pendidikan jasmani dengan pendekatan ini, partisipasi siswa lebih tinggi
dibanding pengajaran tradisional. Guru lebih leluasa memanfaatkan sumber-sumber
pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Hal lain dari temuan penelitian
ini adalah anak merasa senang dan gembira dalam mengikuti proses pembelajaran.
2.2 Eksistensi Pendidikan Jasmani dalam Struktur Kurikulum
Krisis pendidikan jasmani yang terjadi hingga saat ini tidak
bisa dilepaskan dari pemahaman kita terhadap eksistensi pendidikan jasmani
sebagai salah satu komponen penting dalam kurikulum. Cukup banyak tulisan atau
pendapat dari pakar termasuk para pengambil kebijakan yang menyatakan bahwa
pendidikan jasmani itu penting, namun pada tataran praktis ternyata "jauh
panggang dari pada api''. Apa yang terjadi di lapangan ternyata tidak sesuai
dengan yang dikonsepsilkan. Alokasi waktu yang terbatas, kualifikasi tenaga
pengajar yang tidak sesuai, dan minimnya anggaran yang dialokasikan. Selain
itu, berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi kelangkaan
infrastruktur di sebagian besar sekolah. Kondisi yang demikian sudah barang
tentu sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan Pendidikan jasmani itu
sendiri.
Misi pokok pendidikan jasmani seringkali belum dapat
dipahami oleh banyak orang, sekalipun itu pendidik. Salah satu fakta yang tidak
bisa dipungkiri adalah bahwa pendidikan jasmani sering dianggap sebagai bidang
studi pelengkap dan dalam posisi yang kurang menguntungkan. Pertama, pendidikan
jasmani adalah program yang relatif lebih mahal untuk dilaksanakan karena
memerlukan banyak perlengkapan. Kedua, banyak orang menilai bahwa pendidikan
jasmani kurang penting dibanding pelajaran lain seperti matematika, bahasa, dan
sebagainya.
2.3 Kurikulum yang Seimbang dan Efektif
Kurikulum pendidikan jasmani yang seimbang mencirikan bahwa
muatan pendidikan jasmani tidak ditekankan hanya pada penguasaan keterampilan
motorik, tetapi juga pengembangan nilai-nilai kepribadian peserta didik. Seperti
diketahui terdapat beberapa model pendekatan dalam kurikulum pendidikan
jasmani. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan Eklektik
Sebuah pendekatan yang menekankan pada penyediaan kesempatan
kepada siswa seluas-luasnya untuk berpartisipasi aktif dalam setiap aktivitas
sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Dalam konteks ini, kegiatan diciptakan
secara bervariasi berdasarkan prinsip maju berkelanjutan; bergerak dari bentuk
kegitan yang sederhana menuju yang ke yang lebih kompleks.
2. Pendekatan "Pendidikan Gerak"
Isu utama pendekatan ini adalah pada pemahaman dan
pengembangan konsep gerak serta bagaimana gerak tersebut dilakukan.
3. Pendekatan "Pendidikan Olahraga"
Olahraga dalam konteks pendidikan semata-mata hanya
digunakan sebagai media sosialisasi nilai-nilai pendidikan (misalnya: kepemimpinan,
memecahkan masalah, taat pada aturan yang berlaku, sportif, bertanggung jawab,
dan belajar hidup bermasyarakat). Sungguhpun demikian, dimungkinkan siswa
berpartisipasi dalam cabang olahraga yang diminatinya secara lebih optimal.
Atas dasar alasan ini, pendekatan pendidikan olahraga lebih sesuai diterapkan
pada kelas-kelas atas.
4. Pendekatan "Pendidikan Rekreasi"
Fokus utama pendekatan ini adalah pada unsur
"kesenangan" dan "kegembiraan" siswa. Desain proses
pembelajaran lebih banyak memberikan suasana relaks kepada siswa untuk
melakukan aktivitas.
5. Pendekatan "Pendidikan Kesegaran Jasmani"
Pendekatan ini lebih didasarkan pada upaya pengembangan
budaya hidup sehat kepada para siswa melalui kegiatan jasmani. Sungguhpun
orientasi pendekatan ini pada kesegaran jasmani, tetapi kegiatan dapat
berbentuk self testing activities maupun team games yang juga
menganut prinsip maju berkelanjutan, dari bentuk kegiatan yang sederhana menuju
yang lebih kompleks.
2.4 Alur Pemikiran Pendekatan Modifikasi Olahraga
Jika dipetakan, perbandingan antara pendekatan pembelajaran
tradisional dengan pembelajaran modifikasi olahraga atau reflektif dapat
dirinci seperti tampak pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 : Perbedaan Karakteristik Pengajaran Tradisional dan
Reflektif
Variabel
|
Reflektif
|
Tradisional
|
Perencanaan
|
Rencana pelajaran disesuaikan
dengan tingkatan anak dan kelas
|
Menggunakan rencana pelajaran yang
sama
|
Kemajuan
|
Didasarkan antara lain pada
kondisi perkembangan, kebutuhan keterampilan
|
Didasarkan antara lain pada unit
kegiatan 6 minggu, jumlah materi yang telah dicakup dalam semester atau rumus
yang telah ditetapkan sebelumnya
|
Kurikulum
|
Berdasarkan analisis kemampuan
awal dan kebutuhan dirancang kurikulum yang unik untuk setiap kelas
|
Menggunakan kurikulum yang telah
ditetapkan tanpa memperhatikan kemampuan anak, minat anak atau pengaruh
masyarakat
|
Peralatan & Fasilitas
|
Dimodifikasi
|
Bergantung pada fasilitas dan
peralatan yang ada
|
Disiplin
|
Berupaya memahami masalah, faktor
penyebab, dan altematif pemecahannya
|
Mengasumsi anak bersikap tidak
pada tempatnya
|
Evaluasi
|
Evaluasi secara teratur, dan
mengevaluasi efektivitas pengajaran lewat anak dan teman sejawat
|
Evaluasi secara sporadik dan biasanya
didasarkan pada kebaikan perilaku anak
|
Berikut ini serangkaian langkah-langkah untuk memilih model
pengajaran yang dikemukakan oleh Moston.
1. Perhatikan interaksi antara
guru-siswa-tujuan yang merefleksikan perilaku guru-siswa dalam suatu proses untuk
mencapai tujuan pada setiap tahap pengajaran.
2. Perhatikan rangkaian tahap yang
membentuk satu proses pengajaran.
3. Rumuskan tujuan setiap tahap (tugas
apa yang harus diselesaikan dan dilakukan oleh siswa, standar kompetensi apa
yang harus dicapai, tingkah laku siswa apa yang harus dikembangkan, dan tingkah
laku manakah yang harus dinilai).
4. Tentukan apakah tugas-tugas tersebut
bersifat reproduksi (menirukan/mengulang) atau menemukan (produksi). Bila
reproduksi, pilihlah model komando, praktik-latihan, resiprokal, periksa diri,
dan inklusi (pelibatan seluruh siswa untuk bisa melakukan suatu aktivitas).
Bila bersifat produksi, pilihlah model penemuan terbimbing, penemuan konvergen,
dan penemuan divergen.
5. Tentukan perilaku apa yang perlu
dikembangkan, atau perilaku siswa apa yang harus dievaluasi.
6. Bandingkan antara tujuan pengajaran
yang dikehendaki (intention) dengan tujuan yang telah dicapai (action).
Kecocokan antara tujuan yang diharapkan dan yang dicapai menunjukkan kesesuaian
model pengajaran yang diterapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya untuk memajukan Pendidikan jasmani harus tetap didorong
melalui penciptaan situasi dan kondisi yang menunjang. Pendidikan jasmani harus
ditempatkan secara proporsional dalam struktur kurikulum, sehingga didapatkan
''keseimbangan kurikulum" yang tercermin pada alokasi waktu, peningkatan
anggaran biaya, peningkatan infrastruktur, peningkatan kualitas guru (fit
and proper test).
Keseimbangan kurikulum perlu dibarengi dengan keefektifan
pelaksanaannya di lapangan melalui model pembelajaran yang memungkinkan siswa
bereksplorasi, mendapatkan pengalaman gerak seluas-luasnya.
3.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, khususnya kita
sebagai mahasiswa sebagai calon pendidik dapat mengaplikasikan pengembangan
kurikulum yang dapat menunjang pembelajaran dalam bidang studi apapun, Karena
hal ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran sehingga para pebelajar tidak
bosan dengan model pembelajaran yang lama dan supaya dengan pengembangan
kurikulum yang baru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Hamid. 2013. Perkembangan
Kurikulum: Perkembangan Ideologis Dan Teoritik Pedagogis (1950 – 2005). Pdf
(diunduh tanggal 03 April 2015).
Suplemen Bahan Ajar. 2013. Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia. Pdf (diunduh tanggal 03 April 2015).
Muzamiroh, Latifatul Mida, S.S. 2013. Kupas Tuntas Kurikulum 2013. Indonesia: Kata Pena.
Hamalik, Oemar. 1990. Pengembangan Kurikulum, Dasar-dasar
dan Pengembangannya. Bandung: Mandar Maju
Sanjaya Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:
Kencana
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2010. PT
Remaja Rosdakarya : Bandung.
Mulyasa, E. 2014. pengembangan dan Implementasi kurikulum
2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.