KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL
1. Latar
Belakang Konseling psikologi individual (KOPSIN)
Model konseling
psikologi individual (kopsin) dipelopori oleh Alfred Addler. Model konseling psikologi
individual berdasarkan azas pandangan holistic mengenai pribadi manusia. Kata
individual bermakna manusia dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Karena itu manusia juga tidak terpisah menjadi bagian-bagian, maka
kepribadian itu dipandang sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan yang tidak
dapat dipisahkan.
Salah satu implikasi konseling psikologi individual adalah bahwa klien seyogyanya
dipandang sebagai suatu bagian terpadu dalam system social. Psokologi
individual tertumpu pada keyakinan pokok bahwa kebahagiaan dan keberhasilan
seseorang pada umumnya berkaitan dengan keterikatan social. Alder berpendapat
bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang kuat untuk merasa bersatu dengan orang
lain.
Manusia memiliki
kebutuhan yang kuat untuk menempati dan menemukan tempat yang berarti dalam
masyarakat. Tiadanya perasaan untuk mendapatkan tempat dan diterima oleh orang
lain merupakan salah satu musibah yang paling hebat terhadap perasaan manusia
(Rochman Natawidjaja; 1987). Manusia itu tidak hanya membutuhkan orang lain,
manusia juga mempunyai perasaan untuk diterima oleh orang lain.
2. Pandangan
Tentang Manusia
- Manusia tidak semata-mata bertujuan memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan pemenuhan kebutuhan untuk mencapai susuatu.
- Tingkah laku individu ditentukan oleh: lingkungan, pembawaan, dan individu itu sendiri.
- Tingkah laku tidak ditentukan oleh kejadian yang diluar individu, melainkan oleh bagaimana individu mempersepsi dan meng-interpretasikan kejadian itu:
a. Persepsi
dan interpretasi itu membentuk fiksi yang menjadi tujuan bagi tingkah laku
individu --- fictional goal (fg).
b. Life
goal (lg): fictional goal menjadi arah dari tingkah laku individu untuk
mengatasi kelemahannya dalam menghadapi dunianya. --- fictional goal menjadi
life goal.
c. Life
style (ls): life goal yang menjadi arah tingkah laku itu lebih jauh akan
membentuk life style.
d. Social
interest (si): manusia dilahirkan sebagai makhluk social dan adapun yang
dilakukannya selalu dalam hubungannya dengan kelompok social.
3. Kepribadian
1) Perkembangan Kepribadian
a. Dasar
kepribadian terbentuk pada usia empat – lima tahun pertama.
b. Pada
awalnya manusia dilahirkan dengan feeling of inferiority (foi) yang selanjutnya
menjadi dorongan bagi perjuangannya kea rah feeling of superiority (fos).
c. Anak-anak
menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan
lingkungannya itu dan pada saat itu juga social interest-nya juga berkembang.
d. Selanjutnya
terbentuklah life style yang unik pada masing-masing individu human individuality yang bersifat:
self-deterministik, teleologis, dan holistic.
e. Sekali
terbentuk life style sukar untuk berubah; perubahannya akan membawa kepedihan.
2) Individu sukar menyadari sepenuhnya life style-nya sendiri, untuk menjelaskannya biasanya diperlukan orang lain.
4. Perkembangan
kepribadian
Pada periode umur
empat sampai lima tahun merupakan saat yang menjadi dasar yang sangat
menentukan perkembangan kepribadian seseorang. Adler meyakini bahwa setiap
orang dilahirkan dengan dilengkapi “feeling of inferiority” (rasa rendah diri),
namun dibalik itu ada dorongan untuk menjadi superiority (rasa diri lebih).
Dengan adanya feeling
of inferiority, timbul keinginan untuk menjadi superiority. Dengan demikian
orang yang menyadari dirinya memiliki kekurangan apabila dibandingkan dengan
orang lain akan berusaha untuk lebih maju. Menurut Rochman Natawidjaja (1987),
perasaan rendah diri itu dapat merupakan sumber kreativitas; tujuan hidup
adalah kesempurnaan dan bukan kesenangan.
Perjuangan mencapai
superiority itu mendorong usaha-usaha dalam diri individu. Gerald Corey (1988),
menguraikan bahwa orang mencoba mengatasi inferioritas dasarnya dengan
kekuasaan. Dengan berusaha untuk mencapai superioritas, ia ingin mengubah
kelemahan dengan kekuatan atau mencoba mencapai keunggulan pada suatu
bidangsebagai kompensasi dari kekurangannya dibidang-bidang lain.
5. Perkembangan
kepribadian salah suai
Pada dasarnya
keabnormalan kepribadian seseorang disebabkan oleh inferiority feeling.
Inferiority feeling yang tidak ditanggulangi dengan baik atau dibesar-besarkan
serta berlangsung secara tidak wajar akan dapat menimbulkan bibit ketidak
normalan, apalagi dibarengi dengan:
( 1)
Kecacatan fisik maupun
mental,
( 2)
Perlakuan orang tua yang
tidak wajar, dan
( 3)
Apabila anak diterlantarkan.
Susunan dalam
keluarga dapat memperkuat perasaan rendah diri pada anak. Anak sulung yang
diberi perhatian yang banyak sampai anak ke dua lahir memiliki kemungkinan
menjadi diterlantarkan sehingga dia bisa mengembangkan kebencian pada orang
lain dan merasa diri tidak aman. Anak bungsu cenderung menjadi manja dan takut
bersaing dengan kakaknya. Sedangkan anak tunggal dimanjakan oleh orang tuanya
dan memiliki kemungkinan menghabiskan sisa hidupnya dengan usaha memperoleh
kembali kedudukan yang menyenangkan.
6. Tujuan
konseling psikologi individual (Alfred Adler)
Tujuan utama dari konseling psikologi
individual, antara lain sebagai berikut:
- Mengubah konsep tentang diri klien sendiri. Individu yang mengalami masalah sebetulnya disebabkan oleh karena konsep diri yang dimilikinya bersifat negative, dalam arti dia sering melihat dirinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
- Melalui perubahan konsep diri sendiri, diharapkan akan dapat berubah pula fisiknya.
- Dari perubahan fisiknya diharapkan akan berubah pula gaya hidup dan akhir dapat diubah tingkah lakunya.
7. Proses
konseling psikologi individual Alfred Adler
Proses konseling
psikologi individual bertujuan untuk menganalisis tingkah laku klien, konselor
hendaklah memperhatikan kaitan antara tingkah laku tersebut dengan aspek
lainnya dari diri individu. Sejumlah aspek yang perlu dipahami oleh konselor,
direkomendasika oleh Hansen (1977) sebagai berikut:
- Tingkah laku holistic (yaitu tingkah laku yang ada sangkut pautnya atau tidak berdiri sendiri), hanya dapat dimengerti dalam kesatuannya.
- Pentingnya suatu tingkah laku itu tergantung pada hubungan dengan akibat yang ditimbulkannya. Dalam proses konseling, tidak semua tingkah laku ditelusuri, namun konselor hanya mengungkap bagian penting saja dari tingkah laku, khususnya yang menjadi penyebab timbulnya salah suai tersebut.
- Sebagai makhluk sosial, tingkah laku individu itu hanya bisa dimengerti dalam kaitan dengan hal-hal yang bersifat social
- Motifasi individu hanya dapat dimengerti dengan baik apabila dipandang dari bagaimana individu mencari pengakuan dari orang lain akan tingkah laku yang ditampilkannya.
- Tingkah laku individu selalu diarahkan pada tujuan tertentu.
- rasa memiliki dan dimiliki adalah sesuatu yang mendasar bagi keberadaan manusia. Dengan demikian tingkah laku individu sering ditentukan oleh rasa ini.
Penyelenggaraan
konseling model psikologi individual ini, para konselor perlu memperhatikan
aspek hubungan antara konselor dank lien. Hubungan baik keduanya akan banyak
mendukung bagi pencapaian keberhasilan konseling. Untuk itu beberapa hal yang
dapat dipedomani oleh konselor menurut Hansen (1977) adalah:
- Harus berwujud hubungan social yang akrab antara konselor dank lien, dan jangan sampai terjadi kesalah pahaman atau pertengkaran.
- Konselor hendaklah mendengan dan memahami dengan lembut apa-apa yang disampaikan klien.
- Proses konseling hendaklah melalui tahap-tahap berikut:
a. Konselor
mencoba berusaha untuk mengerti tujuan-tujuan hidup dan gaya hidup klien.
b. Kemudian
konselor berusaha menganalisis dan menafsirkan tingkah laku klien.
c. Menganalisis
permasalahan itu dalam kaitannya dengan minat social klien.
8. Teknik
konseling psikologi individual
Teknik konseling
psikologi individual yang digunakan oleh konselor adalah:
a. Teknik komparatif.
Dalam
teknik ini konselor melakukan perbandingan dirinya dengan konselor. Dengan
empati, konselor mencoba membayangkan gaya hidup dan masalah klien dalam
dirinya. Atas dasar itu konselor kemudian membantu klien untuk memperbaiki gaya
hidup dan memecahkan masalah klien.
b. Teknik analisis mimpi.
Menurut Adler, mimpi
merupakan refleksi gambaran tujuan hidup klien. Dengan menganalisis mimpi yang
dialami klien maka konselor dapat memperkirakan tujuan hidup klien. Atas dasar
itu kemudian konselor membantu klien.
Selain itu ada
beberapa fase yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan konseling
berdasarkan model ini, yaitu menciptakan hubungan (fase I), menggali dinamika
individual (fase II), memberi semangat untuk pemahaman (fase III), menolong
agar bisa berorientasi ulang (fase IV) .
Fase membina hubungan
akan sangat menentukan proses konseling selanjutnya hingga menentukan fase
selanjutnya yaitu menggali dinamika individu. Dinamika individu harus digali
untuk mengetahui gaya hidup dan pemecahan masalah yang tepat bagi individu.
Hal-hal yang digali diantaranya adalah konstelasi keluarga berupa urut-urutan
kelahiran, karena hal itu mempunya pengaru yang besar dalam membentuk gaya
hidup individu. Selanjutnya pengalaman sewaktu usia antara empat hingga enam
tahun atau berbagai kenangan masa kecil. Mimpi yang sering dialami karena bagi
Adlerian hal itu menggambarkan prioritas dan keinginan. Mengenai prioritas itu
sendiri klien diarahkan untuk menilai mana prioritas yang lebih utama dalam
hidupnya.
Proses selanjutnya
klien diberi semangat, dorongan dan pemahaman untuk memupuk semangat dan
kepercayaan dirinya kembali, karena diri atau self membutuhkan hal itu.
Terakhir adalah menolong agar bisa berorientasi ulang yang difokuskan untuk
mendorong klien agar bisa melihat alternatif yang baru dan lebih fungsional.
Klien didorong semangatnya dan sekaligus ditantang untuk mengembangkan
keberaniannya mengambil resiko dan membuat perubahan yang baik dalam hidupnya.
1) Menganalisis gaya hidup klien. Kegiatan yang termasuk dalam hal ini adalah:
a. konselor
harus sampai pada kenyataan tentang factor-faktor yang meyakinkan akan
mempengaruhi kepribadian klien sampai dia mengalami masalah hingga saat
konseling berlangsung.
b. Pemahaman
yang sebenarnya tentang pola-pola tingkah lakunya selama ini secara nyata, untuk
menemukan kesenjangan.
c. Konselor
harus sampai dapat membandingkan konstelasi (keadaan) keluarga dimana klien
hidup dengan yang seharusnya, sebab semua itu akan mempengaruhitingkah laku
klien.
d. Konselor
harus bisa menyampaikan penafsirannya kepada klien, tentang hubungan apa yang
diperolehnya dari butir a, b, dan c tersebut.
2) Menginterpretasikan ingatan-ingatan masa lampau yang lebih ada kaitannya dengan kondisi sekarang, yaitu keadaan pada waktu berumur dibawah 10 tahun. Keadaan masa lampau itu diperkirakan akan berpengaruh pada masa sekarang, khususnya pembentukan kepribadian yang abnormal.3) dengan penafsiran tersebut diharapkan persepsi klien berubah, dan pada akhirnya dia dapat mengubah tingkah lakunya, sehingga sesuai dengan keadaan sekarang.
9. Kekuatan
dan Kelemahan Konseling Psikologi Individual
a. Kekuatan konseling psikologi individual
1) Keyakinan
yang optimistik bahwa setiap orang dapat berubah, dapat mencapai sesuatu, arah
evaluasi manusia bersifat positif
2) Penekanan
hubungan konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien
3) Menekankan
bahwa masyarakat tidak sakit atau salah, akan tetapi manusianya yang sakit atau
salah
4) Menekankan
bahwa kekuatan sebagai pusat pendorong perilaku
b. Kelemahan konseling psikologi individual
1) Terlalu
banyak menekankan pada tilikan intelektual dalam upaya perubahan
2) Penekanan
yang berlebihan pada pengalaman, nilai, dan minat subyektif sebagai penentu
perilaku
3) Minimalkan
faktor biologis dan riwayat masa lalu
4) Terlalu
banyak menekankan tanggung jawab pada keterampilan diagnostik konselor.
Referensi konseling psikologi individual:
Mohamad Surya. 2003. Teori-Teori
Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita.
Padang: FIP UNP
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan
Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori
dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
Prayitno. (1998). Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP
Padang
Taufik. 2002. Model-model Konseling.
Padang: BK FIP UNP.
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005),
Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta
sekian kiranya makalah Konseling Psikologi Individual yang dapat diuraikan.
sekian kiranya makalah Konseling Psikologi Individual yang dapat diuraikan.