Tampilkan postingan dengan label FKIP FISIKA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FKIP FISIKA. Tampilkan semua postingan

Pengukuran Fisika SMA KELAS X

Sumber : www.bikeracephotos.com

Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika. Pengukuran-pengukuran yang teliti sangat diperlukan dalam fisika agar pengamatan gejala alam dapat dijelaskan dengan akurat. Pada lomba balap sepeda diukur dua besaran sekaligus yaitu besaran panjang dan besaran waktu.

Dalam fisika diperlukan pengukuran-pengukuran yang teliti agar pengamatan gejala alam dapat dijelaskan dengan akurat. Pada pengukuran-pengukuran kita berbicara tentang suatu besaran (kuantitas) yang dapat diukur, dan disebut besaran fisis. Contoh besaran fisis, antara lain: panjang, massa, waktu,
gaya, simpangan, kecepatan, panjang gelombang, frekuensi, dan seterusnya. Kemampuan untuk mendefinisikan besaran-besaran tersebut secara tepat dan mengukurnya secara teliti merupakan suatu syarat dalam fisika.
Pengukuran adalah suatu proses pembandingan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang dianggap sebagai patokan (standar) yang disebut satuan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu satuan dapat digunakan sebagai satuan yang standar. Syarat tersebut antara lain :
  1. Nilai satuan harus tetap, artinya nilai satuan tidak tergantung pada cuaca panas atau dingin, tidak tergantung tempat, tidak tergantung waktu, dan sebagainya.
  2. Mudah diperoleh kembali, artinya siapa pun akan mudah memperoleh satuan tersebut jika memerlukannya untuk mengukur sesuatu.
  3. Satuan dapat diterima secara internasional, dimanapun juga semua orang dapat menggunakan sistem satuan ini.
Sistem satuan yang digunakan saat ini di seluruh dunia adalah sistem satuan SI. SI adalah kependekan dari bahasa Perancis Systeme International d’Unites. Sistem ini diusulkan pada General Conference on Weights and Measures of the International Academy of Science pada tahun 1960.
Hasil pengukuran akan akurat jika kita mengukur dengan alat ukur yang tepat dan peka. Penggunaan alat ukur yang tidak tepat dan tidak peka, maka pembacaan nilai pada alat ukur yang tidak tepat akan memberi hasil pengukuran yang tidak akurat atau mempunyai kesalahan yang besar.


Sumber : www.scalesnews.com
Gambar 1.1 Beberapa jenis alat ukur untuk besaran besaran panjang, suhu, waktu dan massa.

Gambar beberapa jenis alat ukur untuk besaran panjang, suhu, waktu dan massa ditunjukkan pada Gambar 1.1. Ketepatan hasil ukur salah satunya ditentukan oleh jenis alat yang digunakan. Penggunaan suatu jenis alat ukur tertentu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: ketelitian hasil ukur yang diinginkan, ukuran besaran yang diukur, dan bentuk benda yang akan diukur.
  • Untuk mengukur besaran panjang sering digunakan mikrometer sekrup, jangka sorong, mistar, meteran gulung, dan sebagainya.
  • Untuk mengukur besaran massa sering digunakan neraca pegas, neraca sama lengan, neraca tiga lengan, dan sebagainya.
  • Untuk mengukur besaran waktu sering digunakan stopwatch, dan jam.
  • Untuk mengukur besaran suhu sering digunakan termometer Celsius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin.
Ketelitian suatu pengukuran sangat ditentukan oleh ukuran besaran yang akan diukur dan alat ukur yang digunakan. Contoh jika kita akan menimbang sebuah cincin yang beratnya 5 gram tidak akan teliti jika diukur dengan alat ukur yang biasa dipakai untuk menimbang beras, jadi pengukuran cincin akan lebih teliti jika diukur menggunakan alat ukur perhiasan.  Bentuk benda sangat menentukan jenis alat ukur yang akan digunakan. Contohnya untuk mengukur diameter dalam sebuah silinder yang berongga lebih cocok digunakan jangka sorong daripada sebuah mistar.
Pengukuran Besaran Fisika (Massa, Panjang, dan Waktu)
Fisika mempelajari gejala alam secara kuantitatif  sehingga masalah pengukuran besaran fisis memiliki arti yang sangat penting. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan besaran fisis sejenis sebagai standar (satuan) yang telah disepakati lebih dahulu. Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui nilai ukur suatu besaran fisis dengan hasil akurat.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperoleh hasil ukur  yang akurat yaitu dengan melakukan pengukuran yang benar, membaca nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dengan tepat, memperhitungkan aspek ketepatan, ketelitian, dan kepekaan alat ukur yang digunakan.
Suatu kenyataan yang harus kita pahami bahwa pada setiap proses pengukuran tidak ada yang memberi hasil yang benar-benar tepat atau dengan kata lain bahwa setiap hasil ukur selalu ada ketidakpastiannya. Besar ketidakpastian bergantung pada keahlian pelaksana percobaan dan pada peralatan yang digunakan, yang sering kali hanya dapat ditaksir.
Sebagai contoh kalau kita mengukur panjang meja dengan batang meteran yang mempunyai skala terkecil 1 cm dan menunjukkan panjang meja tersebut 2,50 m, kita menyatakan secara tidak langsung bahwa panjang meja tersebut mungkin antara 2,495 m dan 2,505 m. Panjang meja berada dalam batas kira-kira ± 0,005 m = ± 0,5 cm dari panjang yang dinyatakan. Tetapi jika kita menggunakan meteran berskala milimeter dan kita mengukur dengan hati-hati, kita dapat memperkirakan panjang meja berada dalam batas ± 0,5 mm sebagai ganti ± 0,5 cm.
Untuk menunjukkan ketelitian ini, kita menggunakan empat angka untuk menyatakan panjang meja, misalnya 2,503 m. Digit yang diketahui yang dapat dipastikan (selain angka nol yang dipakai untuk menetapkan letak koma) disebut angka signifikan. Dari contoh di atas maka panjang meja 2,50 m dikatakan mempunyai tiga angka signifikan; sedangkan panjang meja 2,503 m dikatakan mempunyai empat angka signifikan. Contoh lain, misalnya kita menyajikan bilangan 0,00103 sebagai hasil ukur, maka bilangan 0,00103  ini mempunyai tiga angka signifikan (tiga angka nol yang pertama bukanlah angka signifikan tetapi hanyalah untuk menempatkan koma). Secara notasi ilmiah, bilangan ini dinyatakan sebagai 1,03 x 10-3. Kesalahan siswa yang umum, khususnya sejak digunakannya kalkulator, yaitu menampilkan lebih banyak angka dalam jawaban daripada yang diperlukan.
Sebagai contoh, kalian akan mengukur suatu luas suatu lingkaran dengan menggunakan rumus L = r2. Jika kalian memperkirakan jari-jarinya 8 m, dengan kalkulator 10 digit maka diperoleh luas lingkaran yaitu (8 m)2  = 226,980092 m.
Angka-angka di belakang koma ini menyesatkan ketelitian pengukuran luas ini. Kalian memperoleh jari-jari hanya dengan melangkah sehingga berharap bahwa pengukuran kalian dengan ketelitian 0,5 m. Hal ini berarti bahwa jari-jari lingkaran tersebut paling panjang 8,5 m atau paling pendek 7,5 m sehingga hasil ukur luas untuk jari-jari paling panjang adalah (8,5 m)2  = 226,980092 m2 dan hasil ukur luas untuk jari-jari paling pendek adalah (7,5 m)2 = 176,714587 m2. Aturan umum yang harus diikuti jika mengalikan atau membagi berbagai bilangan adalah:
Konsep
Angka signifikan pada hasil perkalian atau pembagian tidaklah lebih besar daripada jumlah terkecil angka signifikan dalam masing-masing bilangan yang terlibat dalam perkalian atau pembagian.

 Pada contoh di atas, jari-jari lapangan bermain yang hanya sampai satu angka signifikan, sehingga luasnya juga hanya diketahui sampai satu angka signifikan. Jadi hasil perhitungan luas harus ditulis sebagai 2 x 102 m2, yang menyatakan secara tidak langsung bahwa adalah antara 150 m2 dan 250 m2. Ketelitian suatu jumlahan atau selisih dua pengukuran hanyalah sebaik ketelitian paling tidak teliti dari kedua pengukuran itu. Suatu aturan umum yang harus diikuti adalah:
Konsep
Hasil dari penjumlahan atau pengurangan dua bilangan tidak mempunyai angka signifikan di luar tempat desimal terakhir dimana kedua bilangan asal mempunyai angka signifikan.

 Contoh Soal
Hitunglah jumlah dari bilangan 1,040 dan 0,2134.
Penyelesaian:
Bilangan pertama; 1,040 mempunyai tiga angka signifikan di belakang koma, sedangkan bilangan kedua; 0,2134 mempunyai empat angka signifikan. Menurut aturan tersebut di atas, jumlahan hanya dapat mempunyai tiga angka signifikan di belakang koma. Jadi hasilnya adalah: 1,040 + 0,2134 = 1,253
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mendapatkan bendabenda yang beraneka ragam baik bentuk, ukuran panjang maupun massanya. Contoh beberapa benda dengan berbagai ukuran panjang ditunjukkan pada Tabel 1.1. di bawah ini.
Tabel 1.1. Orde magnitudo panjang beberapa benda (Tipler, 1991)

Contoh beberapa kejadian yang sering kita amati dengan berbagai ukuran waktu ditunjukkan pada tabel 1.3. di bawah ini.
Tabel 1.3. Orde magnitudo beberapa selang waktu (Tipler, 1991)
Pada Gambar 1.2. di bawah ini ditunjukkan beberapa gambar dan ukuran diameternya.

MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA KELAS VII SMP NEGERI 1 MILA TAHUN AJARAN 2014/2015

MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA KELAS VII SMP NEGERI 1 MILA TAHUN AJARAN 2014/2015

A. Latar belakang masalah
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Mulyasa (2003:4) mengatakan, ”Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik”. Dengan belajar fisika diharapkan siswa mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir sistematis, kritis, obyektif, jujur, dan disipilin. Selain itu juga dengan belajar matematika diharapkan siswa dapat memanfaatkan fisika untuk berkomunikasi dan mengemukakan gagasan.
BERPIKIR KRITIS SISWA
BERPIKIR KRITIS SISWA
John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero (1988) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. 
Carole Wade dan Carol Travis (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan pertimbangan yang sehat. 
Tyler (Sugiyarti, 2005:13) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir kritis siswa.
Salah satu metode pembelajaran fisika yang dapat diterapkan dalam mengantisipasi masalah yang timbul selama proses pembelajaran fisika adalah metode pembelajaran inkuiri. Diharapkan dengan metode pembelajaran inkuiri, siswa dapat berpikir kritis, logis, sistematis dan kreatif untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah atau problem yang dipertanyakan. Dengan adanya metode pembelajaran inkuiri diharapkan mampu menarik perhatian dan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran fisika.
Problem tradisional yang diterapkan dalam pembelajaran fisika adalah dalam bentuk problem lengkap atau problem tertutup, yaitu memberikan permasalahan yang telah diformulasikan dengan baik, memiliki jawaban benar atau salah dan jawaban yang benar bersifat unik (hanya ada satu solusi). Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau problem terbuka. Menurut Rama Klavir (O’Neil & Brown, 1998; Shepard, 1995) problem open-ended ini membuka pandangan baru bahwa setiap permasalahan tidak harus memiliki satu jawaban benar. Setiap siswa diberikan kebebasan untuk menyelesaikan permasalahan yang sama sesuai dengan kemampuannya. Namun demikian, permasalahan penting utama dengan digunakannya jenis ini adalah siswa dapat belajar berbagai macam strategi dan hal ini bergantung pada pengetahuan fisika serta pengembangan berpikir kritis fisika mereka.
Menurut Martha Yunanda dengan problem terbuka atau open ended yang dapat memberikan keleluasaan pada siswa dalam mengerjakan permasalahan dan metode pembelajaran inkuiri yang menuntut siswa untuk menemukan jawaban sendiri disertai dengan bimbingan guru, diharapkan berpikir kritis siswa dapat semakin terasah lebih lagi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dalam Pembelajaran fisika Kelas VII SMP Negeri 1 Mila Tahun Pelajaran 2014/2015”. 
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 
  1. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?
  2. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika?
  3. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
  1. Untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran fisika.
  2. Untuk mengetahui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika
  3. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing?
D. Manfaat Penelitian 
  1. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan dan pengembangan strategi pengajaran pada semua jenjang pendidikan 
  2. Sebagai alternatif bagi guru dalam memilih strategi-strategi, penerapan model pembelajaran di kelas 
  3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya dalam mengkaji masalah yang serupa 
  4. Bagi penulis secara pribadi yaitu sebagai sarana perluasan wawasan mengenai pembelajaran fisika open-ended dan pembelajaran inkuiri 
E. Definisi Operasional
Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran.
  1. Berpikir kritis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.
  2. Problem Open-ended adalah problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar atau disebut problem tak lengkap
  3. Pembelajaran Inkuiri adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
F. Landasan Teoritis
1. Berpikir Kritis
Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik.
Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).
Sedangkan pengertian berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.
Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.
Selanjutnya bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, yaitu : (1) Building Categories (Membuat Klasifikasi), (2) Finding Problem (Menemukan Masalah), dan (3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan lingkungan).
2. Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Herdian (2010) sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. 
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Pada prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis.
Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
  1. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
  2. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
  3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. 
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai fisika dan akan lebih tertarik terhadap fisika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” penyelidikan. 
Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
1) Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. 
2) Inkuiri Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.
Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3) Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.
Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran fisika, karena dalam proses pembelajaran fisika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum fisika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari.
G. METODOLOGI PENELITIAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-D dan VII-B SMP Negeri 1 MILA, dengan jumlah siswa 23 orang yang terdiri dari 23 orang siswa perempuan. Waktu pelaksanaan penelitian adalah mulai dari tanggal 7 Desember -13 Desember 2014.
b. Metode dan Desain Penelitian 
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian berbentuk “pretest-postest control group”. Penelitian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang pembelajarannya dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended dan kelas yang pembelajarannya biasa. Sebelum mendapatkan perlakuan, dilakukan pretest (tes awal) dan setelah mendapatkan perlakuan dilakukan postest (tes akhir). Sementara itu, tujuan dilaksanakan pretest dan postest adalah untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut. Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
A O X1 O
A O X2 O
Keterangan :
A : Menunjukkan pengelompokkan subjek
O : Pretest dan postest
X1 : Pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing 
X2 : Pembelajaran fisika biasa
c. Instrumen
Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tes kemampuan berpikir kritis yang digunakan berbentuk uraian. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, yang meliputi pretest dan postest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa. Postest digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan perlakuan.
2. Angket
Angket adalah jenis evaluasi yang berisi daftar pernyataan yang harus diisi oleh siswa dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur aspek afektif siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.
3. Lembar Kerja Siswa
Observasi ini digunakan oleh peneliti sekaligus guru sebagai alat bantu dalam menganalisis dan merefleksi setiap tahapan tindakan pembelajaran untuk merencanakan tindakan pembelajaran berikutnya bila tindakan yang sudah dilakukan dinilai memiliki kekuarangan. Observasi sangat mendukung data pokok yang mengungkap tingkat pemahaman siswa.
4. Jurnal Harian Siswa
Jurnal Harian Siswa ini bertujuan untuk mengetahui kesan, pesan, atau pun aspirasi dari siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Jurnal ini diberikan kepada masing-masing siswa setiap akhir pertemuan.
5. Angket (Questionare)
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data. Data tersebut berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat, mengenai sesuatu hal.
6. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dapat bersifat relatif karena dapat dipengaruhi oleh subjektivitas observer. 
7. Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan tanya jawab. Wawancara ini dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui kesan pembelajaran yang dilaksanakan mengacu pada pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan setelah pembelajaran berakhir.
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang berkaitan dengan penelitian menggunakan instrumen berupa tes, jurnal harian siswa, angket, lembar observasi, dan wawancara. Test berupa pretest dan postest diberikan kepada kedua kelas eksperimen. Begitu pula dengan angket dan jurnal siswa diberikan kepada kedua kelas eksperimen untuk melihat respon dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran fisika yang meliputi sikap terhadap fisika, sikap terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended, sikap terhadap penampilan guru dan sikap terhadap bahan ajar. Untuk menunjang kebenaran dari jawaban siswa maka dilengkapi dengan lembar observasi yang diisi oleh observer dan wawancara terhadap beberapa siswa.
e. Prosedur Penelitian
Penelitian ini secara garis besar dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Observasi awal dan Identifikasi masalah
b. Merencanakan bahan ajar dan instrumen
c. Membuat bahan ajar (LAS, media, RPP) dan instrumen
d. Uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis pada siswa (pretest) kemudian menghitung validitas, realibitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran.
- Validitas
- Realibitas
- Daya pembeda
- Indeks kesukaran
e. Kegiatan Akhir
Menganalisis dan mengevaluasi peningkatan kemampuan akhir yaitu pemahaman siswa setelah diterapkan pendekatan keterampilan proses melalui alat evaluasi berupa tes tulis dan menganalisis aspek keterampilan proses apa saja yang dipahami siswa melalui pedoman observasi dan lembar kerja siswa; menjaring respon siswa terhadap pembelajaran Fisika menggunakan pendekatan keterampilan melalui pedoman wawancara.
f. Evaluasi Tindakan
Hasil seluruh tindakan yang dilakukan dianalisis dan direfleksi sehingga nantinya akan diperoleh apakah pelaksanaan tindakan-tindakan ini telah mencapai tujuan yang diharapkan atau belum untuk menentukan kejelasan tindakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Liliasari. (2000). Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Dalam Proceeding Nasional Science Education Seminar, The Problem of Mathematics and Science Education and Alternative to Solve the Problems. Malang: JICA-IMSTEP FMIPA UM.
Russeffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.
Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: UPI.
Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. FPMIPA UPI.
Watson, G dan Glaser, E. M. (1980). Critical Thinking Appraisal. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

IMPLEMENTASI KONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SUHU DAN KALOR DI MTsN SAKTI

IMPLEMENTASI KONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SUHU DAN KALOR DI MTsN SAKTI

1.1 Latar Belakang Masalah
     Berbagai usaha telah dilakukan Depdiknas untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional, salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum dan saat ini Depdiknas juga sedang mensosialisasikan dan mengembangkan pembelajaran berbasis kontecs (Contextual Teaching and Learning), karena pengajaran dan pembelajaran suatu strategi pembelajaran yang sama halnya dengan strategi pembelajaran yang lain yang telah berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama yang dianggap bisa meningkatkan mutu pendidikan.
hasil belajar siswa
Aplikasi Model Contextual Teaching and Learning

     Strategi pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling lama sudah dilakukan di sekolah-sekolah baik di Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah. Hal ini disebabkan karena pendekatan ini merupakan sebuah pendekatanyang sangat mudah dilakukan oleh guru. Pada hakekatnya ceramah adalah suatu metode pembelajaran dimana guru berada di depan kelas, memimpin, menentukan dan jalannya pelajaran serta mentransfer segala rencana yang akan diberikan pada siswa.
     Penerapan pembelajaran kontekstual ini sangat efektif bila digunakan dalam semua bidang studi termasuk termasuk pelajaran fisika. Karena sejauh ini kita melihat didaerah kita prestasi siswa pada mata pelajaran fisika khususnya konsep suhu dan kalor selalu rendah daripada pelajaran-pelajaran lain. Hal ini terjadi karena penerapan strategi yang salah karena kebanyakan guru masih menerapkan metode lamaa dalam kegiatan belajar mengajar.
     Tak bisa dipungkiri bahwa teaching and learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang baik karena lebih menekankan kepada pentingnya lingkungan alamiah diciptakan dalam proses belajar mengajar. Untuk itu guru perlu memahami konsep konstektual dan menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar sehingga prestasi siswa lebih meningkat seperti yang diharapkan.
     Pada MTsN Sakti penulis melihat sekarang pembelajaran kontekstual belum diterapkan secara optimal, bahkan sebagian guru masih menggunakan metode lama. Sehingga kemungkinan prestasi siswa tidak mengalami kemajuan. Jadi hal ini perlu di adakan tinjauan kelapangan untuk menerapkan pembelajaran kontekstual dan diharapkan prestasi siswa mengalami peningkatan. Namun sampai saat ini masih timbul beberapa permasalahan dalam proses belajar mengajar yang harus ditangani yaitu banyak para siswa mempelajari fisika dengan cara menghafal sehingga pemahanman mereka terhadap fisika jauh dari apa yang diharapkan. Para guru juga masih kurang optimal dalam menerapkan pembelajaran kontekstual karena kurangnya pemahaman guru tentang kontekstual teaching and learning.
     Mulyasa (2000:100) mengatakan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Proses pembelajaran dapat terjadi sepanjang waktu dan dimana saja. Manusia belajar sesuatu tidak harus di sekolah saja, tetapi manusia dapat belajar dimana saja seperti pada saat perjalanan, melihat TV, berbicara dengan orang lain atau hanya sekedar mengamati apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
     Meskipun masih banyak masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya perbaikan pendidikan terutama dalam meningkatkan prestasi siswa, namun sampai sekarang belum ada upaya untuk mengantisipasi masalah tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian dengan menerapkan pembelajaran kontekstual agar dalam proses belajar mengajar bisa lebih mendorong siswa untuk lebih giat dan aktif dalam belajar fisika berdasarkan pengalaman yang dialami siswa sehingga berpengaruh bagi prestasinya. 
     Dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang maksimal dari suatu pengajaran sangatlah tergantung pada keikut sertaan bermacam-macam perangkat yang mendukung proses pembelajaran seperti guru, siswa, metode-metode, dan media. Berdasarkan kenyataan diatas penulis ingin mengajukan permasalahan bagaimana pengaruh menggunakan metode kontekstual teaching and learning dalam pelajaran Fisika di MTsN Sakti, maka penulis ingin meneliti tentang “Implementasi kontekstual teaching and learning dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Konsep Kalor di MTsN Sakti”
1.2 Rumusan Masalah
     Untuk lebih memperjelas apa saja yang menjadi pokok penelitian ini, penulis menfokuskan pada dua pokok rumusan masalah yaitu : 
  1. Apakah Aplikasi Model Kontekstual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep Kalor di MTsN Sakti?
  2. Bagaimana implementasi pembelajaran Kontekstual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa?
1.3 Tujuan Penelitian 
     Adapun tujuan yang ingn dicapai dalam penelitian ini adalah :
  1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran Kontekstual
  2. Pelaksanaan pembelajaran Kontekstual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa?
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk Guru
  1. Seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang materi yang dipelajarinya
  2. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi
  3. Untuk menjadi informasi bagi guru-guru lain yang mengajar di MTsN Sakti untuk menggunakan pembelajaran kontekstual.
Untuk siswa
  1. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
  2. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.
  3. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
1.5 Hipotesis 
     Hipotesis merupakan dugaan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya. Hipotesis menurut S. Magono (2004 :67) mengatakan bahwa: “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling munkgin atau paling tinggi tingkat kebenarannya.
     Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah aktivitas guru dan siswa mencerminkan keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada konsep kalor melalui penerapan pembelajaran kontekstual. 
1.6 Definisi Istilah
     Supaya tidak menimbulkan kekeliruan atau kesalahpahaman terhadap istilah dalam skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah tersebut.
Adapun istilah-istilah yang perlu mendapat penjelasan adalah:

1. Implementasi 

     Implementasi menurut Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Pelaksanaan dan penerapan dilapangan”. Implementasi yang penulis maksud adalah “suatu proses penerapan ide, konsep kebijakan atau motivasi dalam suatu tindakan praktis dilapangan sehingga memberikan dampak baik.” 

2. Kontekstual Teaching and Learning

     Pembelajaran kontekstual ( contektual teaching and learning ) adalah merupakan konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam hal ini yang penulis maksud melalui pembelajaran kontekstual siswa dan guru saling bekerja sama. Siswa lebih aktif untuk memperoleh informasi tentang apa yang dipelajari, guru hanya sebagai pembimbing dan pendorong bagi siswa. 

3. Peningkatan Prestasi Siswa

     Peningkatan hasil belajar siswa yaitu suatu usaha untuk meningkatkan hasil yang akan dicapai oleh siswa setelah terjadi proses belajar mengajar. Peningkatan prestasi yang penulis maksudkan disini adalah suatu usaha atau tindakan guru untuk meningkatkan prestasi siswa melalui penerapan metode CTL yang bisa merubah kearah yang lebih baik.

4. Konsep Kalor

     Konsep kalor adalah salah satu materi yang akan diajarkan pada pelajaran fisika pada kelas satu semester dua. Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda. Menurut Sugiyarto (2008:98), kalor adalah suatu bentuk energi yang secara alamiah dapat berpindah dari benda yang suhunya tinggi menuju suhu yang lebih rendah. Kalor juga dapat berpindah dari suhu rendah ke suhu tinggi jika dibantu dengan mesin pendingin. Besarnya kalor yang diperlukan oleh suatu benda sebanding dengan massa benda, bergantung pada kalor jenis dan sebanding dengan kenaikan suhu.

Hubungan Antara Pengetahuan Siswa Tentang Pemanasan Global dan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan Sehat di SMP 1 Negeri Bandar Baru

Pengetahuan Siswa Tentang Pemanasan Global dan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan Sehat di SMP

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah lingkungan yang hangat dibicarakan saat ini adalah pemanasan global. Pemanasan global dapat disebabkan oleh efek rumah kaca. Utami (2003:154) menyatakan bahwa, “Pemanasan global adalah sebuah fenomena ketika energi yang berasal dari radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi dan dilepas kembali sebagai energi inframerah yang tidak dapat menembus keluar angkasa karena terhambat atau terperangkap oleh berbagai macam gas rumah kaca yang ada di atmosfer”.
Terhadap Lingkungan Sehat
Pengetahuan Siswa Tentang Pemanasan Global

Secara umum dapat dikatakan bahwa pemanasan global merupakan peristiwa meningkatnya suhu rata-rata bumi yang diakibatkan oleh meningkatnya penggunaan teknologi dan aktifitas manusia sehingga menyebabkan meningkatnya gas-gas rumah kaca. Menurut Neoleka (2008:34) menyatakan bahwa, “Ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca, antara lain: Konsumsi bahan bakar fosil (minyak tanah, gas, dan batu bara), kebakaran dan penggundulan hutan, kegiatan pertanian dan peternakan yang mengeluarkan emisi antara lain CO2, N2O, dan CH2, dan sampah”.
Lingkungan hidup boleh dikatakan merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Manusia dan lingkungan pada hakikatnya merupakan salah satu bangunan yang seharusnya saling menguatkan karena manusia sangat bergantungan kepada lingkungan sedangkan lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Melaksanakan kebijaksanaan pengembangan lingkungan secara sungguh-sungguh agar tetap bersih, sehat sejuk, dan aman. Selanjutnya Ryadi (1986:74-75) menyebutkan bahwa, “Lingkungan yang bersih dan sehat adalah ciri-ciri dasar masyarakat moderen yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya dengan lingkungan yang terikat dalam berbagai ekosistem”.
Notoatmodjo (1996:34) Mengatakan bahwa, “Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan, serta sikap akan mempengaruhi terhadap pengelolaan lingkungan, dengan tingginya pengetahuan seseorang maka akan meningkatkan atau memperluas wawasan berfikir, lebih terampil serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap peningkatan hidup bersih dan sehat”. Begitu juga dengan sikap yang positif atau sikap yang bijaksana akan dapat membawa suatu pengaruh terhadap pengelolaan lingkungan tempat tinggal yang lebih baik dan mampu membimbing keluarganya untuk hidup lebih sehat.
Lingkungan hidup boleh dikatakan merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Manusia dan lingkungan pada hakikatnya merupakan salah satu bangunan yang seharusnya saling menguatkan karena manusia sangat bergantungan kepada lingkungan sedangkan lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kebersihan lingkungan dalam upaya untuk mencegah pemanasan global, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran siswa terhadap kebersihan lingkungan yang sehat untuk mencegah pemanasan global. Hal ini menjadi penting karena siswa merupakan masyarakat yang masih belajar sehingga tingkah laku ataupun kepeduliannya terhadap lingkungan mudah kita bentuk.
Hal seperti tersebut diatas dapat terlaksana apabila seseorang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang dampak pemanasan global dan bagaimana cara menjaga lingkungan yang baik sehingga dapat menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini juga berlaku untuk seorang siswa di tingkat Pendidikan Pertama. Siswa dengan pengetahuannya dapat menanggapi sesuatu hal yang terjadi disekelilingnya termasuk fenomena-fenomena yang sedang terjadi belakangan ini khususnya di lingkungannya. Siswa yang mempunyai pengetahuan cara membuat lingkungan yang sehat, maka ia akan menjaga lingkungan itu dengan penuh tanggung jawab.
Namun kenyataannya, pengetahuan tentang pemnasan global dan dampak dari pemanasan global dan kesadaran siswa terhadap lingkungan sehat masih kurang diperdulikan oleh siswa. Hasil wawancara dan pantauan penulis di Sekolah SMP 1 Negeri Bandar Baru bahwa siswa masih sangat peka terhadap kesadaran berlingkungan sehat dan pengetahuan tentang pemanasan global, hal ini terlihat dari kurangnya kesadaran siswa dalam upaya meningkatkan kebersihan lingkungan yang sehat yang menjadi salah satu faktor pencegah pemanasan global, atau mungkin disebabkan kurangnya pendidikan yang mengarah tentang sebab-sebab terjadinya pemanasan global sehingga siswa kurang menyadari bagaimana cara membentuk atau mengelola lingkungan yang baik sehingga terciptanya lingkungan yang sehat.
Berdasarkan fenomena di atas yaitu kurangnya pengetahuan siswa tentang pemanasan global dan dampak pemnasan global sehingga kesadaran siswa terhadap lingkungan sehat kurang memadai, apakah hal tersebut dikarenakan mereka kurang mengerti tentang kebersihan lingkungan sehingga tidak terciptanya lingkungan yang sehat atau adanya sebab-sebab lain, untuk itu penulis tertarik membuat penelitian tentang “Hubungan Antara Pengetahuan Siswa Tentang Pemanasan Global dan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan Sehat di SMP 1 Negeri Bandar Baru”.
1.2 Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang pemanasan global dan kesadaran siswa terhadap lingkungan sehat di SMP Negeri 1 Bandar Baru.
1.3 Tujuan Penelitian 
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang pemanasan global dan kesadaran siswa terhadap lingkungan yang sehat di SMP Negeri 1 Bandar Baru.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi masukan bagi guru dan pihak-pihak yang terkait lainnya untuk mengambil suatu kebijakan dalam usaha memberikan materi-materi tentang pemahaman kepada siswa terhadap pemanasan global dan dampak-dampak yang disebabkan oleh pemanasan global dalam meningkatkan kesadaran siswa untuk meningkatkan kebersihan lingkungan agar terciptanya lingkungan yang sehat, bersih, sejuk, dan aman.
1.5 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan siswa tentang pemanasan global dan kesadaran siswa terhadap lingkungan sehat di SMP Negeri 1 Bandar Baru.
1.6 Definisi Istilah
Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan dalam judul skripsi ini adalah sebagai berikut:
  1. Tingkat pengetahuan siswa adalah kemampuan siswa untuk mengetahui tentang pemanasan global.
  2. Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi.
  3. Lingkungan sehat adalah semua benda, daya dan kondisi yang baik yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya.
  4. Kesadaran adalah keadaan dimana siswa memahami akan manfaat atau akibat dari suatu perbuatan.
  5. SMP Negeri 1 Bandar Baru adalah salah satu sekolah menengah pertama yang terletak di Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie.

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA SEDERHANA TERHADAP HASIL BELAJAR KONSEP CAHAYA SISWA KELAS VIII MTsN KEMBANG TANJONG TAHUN AJARAN 2014/2015

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA SEDERHANA TERHADAP HASIL BELAJAR KONSEP CAHAYA SISWA KELAS VIII MTsN KEMBANG TANJONG TAHUN AJARAN 2014/2015

1.1 Latar Belakang Masalah 
     Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang karena sifatnya mutlak dan kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan bangsa tersebut mengingat sanagat pentingnya pendidikan bagi kehidupan maka dalam prosesnya harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Proses pendidikan dapat dilalui melalui proses pembelajaran di mana proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum pemerintah agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Materi Konsep Cahaya
Konsep Cahaya Dalam Fisika

    Kesulitan yang dihadapi seorang guru dalam proses pembelajaran di kelas adalah bagaimana materi pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai siswa secara tuntas. Kesulitan tersebut dikarena siswa bukan hanya individu dengan segala keunikan yang dimiliki tetapi mereka juga sebagai mahluk sosial dengan latar belakang berbeda satu sama lainnya. Maka untuk dapat mengatasi kesulitan menyampaikan materi bersifat abstrak diperlukan kreatifitas guru dalam memilih media pembelajaran yang tepat guna alasan penggunaan media pembelajaran berpengaruh terhadap tingginya proses belajar siswa dapat dilihat dari manfaat media pembelajaran dan berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Salah satunya komponen media pembelajaran yaitu alat peraga sederhana. Menurut Nuryani (2009:88) “Dengan bantuan penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran diharapkan dapat memberikan permasalahan-permasalahan menjadi lebih menarik bagi anak yang sedang melakukan kegiatan belajar”. Karena penemuan-penemuan yang diperoleh dari aktivitas anak biasanya bermula dari munculnya hal-hal yang merupakan tanda tanya, maka permasalahan yang diselidiki jawabannya itu harus didasarkan pada objek yang menarik perhatian anak. Jadi bila memungkinkan hal itu haruslah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang mengarah pada bahan diskusi dalam berbagai cabang penyelidikan, misalnya dari buku, dari guru atau bahkan dari anak sendiri. Hal itu dapat ditentukan melalui peragaan dari guru dan diskusi yang melibatkan seluruh kelas atau oleh kelompok kecil/seorang anak yang bekerja dengan lembar kerja. Dengan menggunakan suatu lembar kerja, mereka dapat menggunakan bahan-bahan yang dirancang untuk mengarahkan dalam menjawab pertanyaan yang akan membantu mereka menemukan suatu jawaban yang dimaksudkan pada arti pertanyaannya. Oleh karena itu, sebaiknya setiap alat peraga dilengkapi dengan kartu-kartu atau lembar kerja atau petunjuk penggunaan alat untuk menjawab permasalahan.
    Berdasarkan obserasi yang penulis lakukan di di MTsN Kembang Tanjong penggunaan alat peraga belum digunakan secara sempurna dalam proses belajar mengajar di kelas. Materi pembelajaran cahaya merupakan salah satu materi yang diajarkan di sekolah menengah di harapkan guru dalam mengajarkan materi ini menggunakan alat peraga untuk melakukan demonstrasi di depan kelas, atau di ruang laboratorium. Sehingga dengan adanya alat peraga dapat memperjelas dan menimbulkan motivasi siswa agar efektif dalam mengikuti proses belajar mengajar fisika dan pemahaman siswa tentang materi ini lebih mendalam.
    Di MTsN Kembang Tanjong guru sangatlah jarang menggunakan alat peraga dalam proses belajar mengajar. Siswa hanya mendengar dan menulis apa yang di berikan oleh guru, ini akan mengakibatkan siswa bosan dalam menerima pelajaran. 
    Dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang maksimal dari suatu pengajaran sangatlah tergantung pada keikutsertaan bermacam-macam perangkat yang mendukung proses pembelajaran seperti guru, siswa, metode-metode, dan media. Berdasarkan kenyataan di atas penulis ingin mengajukan permasalahan bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga dalam pembelajaran fisika di MTsN Kembang Tanjong, maka penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Sederhana Terhadap Hasil Belajar Konsep Cahaya siswa kelas VIII di MTsN Kembang Tanjong”
1.2 Rumusan Masalah
    Sehubungan dengan permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh penggunaan alat peraga sederhana terhadap hasil belajar siswa pada konsep cahaya siswa kelas VIII di MTsN Kembang Tanjong?”.
1.3 Tujuan Penelitian
     Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga sederhana terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya di MTsN Kembang Tanjong.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 
  1. Sebagai bahan masukan bagi guru dalam memilih media yang efektif dalam proses belajar mengajar khususnya pada pelajaran fisika.
  2. Bagi siswa, melalui pemanfaatan alat peraga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran fisika.
  3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam mempersiapkan diri sebagai calon pengajar dan pendidik dimasa yang akan datang.
1.5 Aggapan Dasar dan Hipotesis
1.5.1 Aggapan Dasar
     Anggapan dasar atau postulat menurut Arikunto adalah suatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti,yang berfungsi sebagai tempat berpijak bagi peneliti dalam pelaksanaan penelitiannya. Anggapan dasar dalam penelitiaan ini adalah ”alat peraga digunakan dalam rangka mengekfektifkan komunikasi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran dan materi pelajaran cahaya merupakan salah satu materi Fisika yang harus di ajarkan pada SMP/MTs kelas VIII”.
1.5.1 Hipotesis
     Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ”Terdapat pengaruh penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya di MTsN Kembang Tanjong”.
1.6 Definisi operasional
     Untuk memperjelas pengertian yang terkadung pada judul penelitian ini, agar tidak terjadi salah tafsir terhadap judul penelitian makna peneliti akan memberi penjelasan judul sebagai berikut:
  1. Peningkatan hasil belajar fisika adalah usaha-usaha guru untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya pada mata pelajaran fisika. Salah satu usaha guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan alat peraga.
  2. Menggunakan alat peraga sederhana pada konsep cahaya adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien. Alat peraga dalam fisika konsep cahaya dapat berupa suatu animasi yang menggambarkan peristiwa fisika yang nantinya akan dianalisis bagaimana hal itu bisa terjadi. Dapat juga berupa alat praktikum yang menunjukkan peristiwa fisika secara langsung kepada siswa.

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PELUANG UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 2 PEUKAN BARO

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PELUANG UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 2 PEUKAN BARO 

1.1 Latar Belakang Masalah
     Kemajuan masyarakat modern dewasa ini tidak mungkin dicapai tanpa kehadiran sekolah sebagai organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan secara formal. Namun sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, karena masih ada institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah. Justru semua institusi pendidikan dimaksud harus berkolaborasi dalam mengoptimalkan pembinaan anak sebagai generasi penerus.
Pembelajaran Matematika Realistik (RME)
Pendekatan Matematika Realistik

     Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi untuk bertahan pada keadaan yang berubah, dan tidak pasti. Kemampuan ini menumbuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan kerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti ini salah satunya dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antara konsepnya, sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.
     Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang sangat penting yang harus dipelajari siswa pada tiap jenjang pendidikan. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Studi (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa Internasional dan berada pada rangking 34 dari 38 negara. Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian tentang konsep sangat lemah. Jenning dan Dunne (Zainurie, 2008:3) mengatakan bahwa: “Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real”. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi kembali ide-ide matematika. Zamroni dan Zainurie (2008:4) mengatakan bahwa: “Pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajarn di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna”.
     Menurut Panhuizen (Zainurie, 2008:5) “Bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika”. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas tertentu pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-sehari.
     Upaya mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pendidikan matematika tersebut, sekarang ini telah dikembangkan beberapa metode, model dan pendekatan pembelajaran. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (Mathematize Of Everyday Experience) dalam menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah Pendekatan Matematika Realistik (PMR) atau sering disebut dengan Realistic Mathematics Education (RME) (Nurhadi, 2003:12).
     Matematika Realistik adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan dewasa ini. Dengan pendekatan ini guru berupaya agar siswa memahami konsep matematika dengan baik melalui Contextual Problem Solving (situasi dalam kehidupan nyata). Siswa dimotivasi untuk aktif menemukan jawaban atau strategi penyelesaian persoalan kontekstual yang diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain itu, guru juga harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mampu merancang kegiatan belajar yang bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa. Dengan demikian, penerapan pendekatan realistik ini diharapkan mampu membuat matematika itu menjadi lebih menarik bagi siswa dan dapat menguatkan konsep-konsep matematika siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Tarigan, 2006:25).
     Pokok bahasan peluang merupakan salah satu materi matematika yang sangat erat hubungannya dengan dunia siswa. Tanpa mereka sadari, dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai hal-hal yang berkaitan dengan peluang dan siswa sendiri sering melakukannya, salah satu contohnya adalah bermain dadu. Dengan skema yang telah dimiliki oleh anak, maka dibutuhkan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada mereka agar bisa mengaitkan skema tersebut ke dalam bentuk matematika. Salah satu pendekatan yang sesuai dengan masalah di atas adalah pendekatan matematika realistik, karena pendekatan ini lebih mementingkan potensi yang ada pada diri siswa dan dalam pembelajarannya siswa diberi kesempatan untuk memilih model matematika yang mereka inginkan.
     Pemilihan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan peluang, karena melalui pendekatan realistik diharapkan siswa bisa menemukan dan mengkonstruksi ide-ide matematika dengan mengaitkan pada skema yang telah mereka miliki. Sedangkan peluang berhubungan langsung dengan kehidupan nyata mereka, sekaligus menjadi skema dalam menemukan ide-ide matematika. Sehingga pembelajaran dengan pendekatan ini dapat mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat pada guru berubah menjadi terpusat pada siswa. Pemilihan pokok bahasan peluang juga dikarenakan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika yang mengajar di sekolah yang akan diteliti, menurutnya nilai yang diperoleh siswa rendah pada pokok bahasan peluang.
     Sekolah yang menjadi objek dari penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Peukan Baro, karena selama ini guru matematika SMP tersebut belum pernah menerapkan pendekatan matematika realistik, tetapi masih menggunakan pembelajaran matematika konvensional. Hal ini peneliti ketahui dari hasil wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 2 Peukan baro sebelum melakukan penelitian di sekolah tersebut. Oleh karena itu, penulis bermaksud memberikan inovasi baru dalam pembelajaran matematika, dengan harapan hasil belajar siswa meningkat. 
     Berdasarkan uraian diatas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Peluang dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Peukan Baro”. 
1.2 Rumusan Masalah 
     Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah: ”Bagaimanakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan matematika realistik dengan siswa yang diajarkan tanpa menggunakan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan peluang di SMP Negeri 2 Peukan Baro”.
1.3 Tujuan Penelitian
     Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan matematika realistik dengan siswa yang diajarkan tanpa menggunakan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan peluang di SMP Negeri 2 Peukan Baro”.
1.4 Hipotesis
     Hipotesis adalah suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati. Dalam penelitian ini yang menjadi hipotesis adalah prestasi siswa yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari pada prestasi siswa yang diajarkan tanpa menggunakan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan peluang di SMP Negeri 2 Peukan Baro.
1.5 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
  1. Bagi siswa, hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan efektifitas belajar siswa.
  2. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru matematika dalam usaha meningkatkan hasil belajar mengajar matematika dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik.
  3. Bagi sekolah menengah, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran pada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pelajaran matematika di sekolah.
1.6 Organisasi Laporan Penelitian
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, manfaat penelitian, dan organisasi laporan penelitian.
Bab II membahas tentang landasan teoritis yang memuat pendekatan matematika realistik, pengertian pendekatan matematika realistik, karakteristik pendekatan matematika realistik, PMRI (Pendekatan Matematika Realistik Indonesia), keunggulan dan kelemahan pendekatan matematika realistik, pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, dan pokok bahasan peluang. 
Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan Jenis Penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV merupakan bab hasil penelitian yang membahas tentang analisis hasil penelitian, tinjauan terhadap hipotesis, dan pembahasan.
Bab V merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.