Euthanasia AIDS

Euthanasia AIDS

BAB I 
PENDAHULUAN 
1. Latar Belakang 
Perkembangan dunia yang semakin maju, peradaban manusia tampil gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan hukum kemasyarakatan dunia bisa bergeser, sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bersangkutan. Masalah euthanasia dan AIDS telah lama dipertimbangkan oleh beberapa kalangan. Mengenai pembahasan euthanasia dan AIDS ini masih terus di perdebatkan, terutama ketika masalahnya dikaitkan dengan pertanyaan bahwa menentukan mati itu hak siapa, dan dari sudut mana ia dilihat. Dengan adanya makalah ini, kami berharap dapat mengungkapkan suatu pandangan konprehensif mengenai euthanasia dan AIDS menurut hukum menurut 5 agama. 
Euthanasia AIDS
Euthanasia AIDS
2. Rumusan Masalah 
  1. Apa itu euthanasia dan AIDS? 
  2. Bagaimana euthanasia dan AIDS menurut agama Islam? 
  3. Bagaimana euthanasia dan AIDS menurut agama Hindhu? 
  4. Bagaimana euthanasia dan AIDS menurut agama Budha? 
  5. Bagaimana euthanasia dan AIDS menurut agama Kristen Katolik? 
  6. Bagaimana euthanasia dan AIDS menurut agama Kisten Protestan? 
BAB II 
Euthanasia AIDS
Mesin eutanasia yang digunakan untuk menyuntikkan obat-obatan mematikan dalam dosis tinggi. Layar komputer jinjing memandu pengguna melalui beberapa tahapan dan pertanyaan guna memastikan bahwa sipengguna telah benar-benar siap untuk dalam keputusannya tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan bantuan mesin yang diatur dari komputer. 

1. Pengertian Euthanasia Dan AIDS 

a. Pengertian Euthanasia 
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. 
Euthanasia adalah tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. 

b. Pengertian AIDS 

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. 
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. 
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. 

2. Euthanasia dan AIDS Menurut Pandangan Islam 

a. Euthanasia Menurut Pandangan Islam 
Syariat Islam jelas mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori melakukan pembunuhan dengan sengaja (al-qatl al-‘amâd), walaupun niatnya baik, yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya. 
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan, baik pembunuhan terhadap jiwa orang lain maupun diri sendiri, misalnya firman Allah Swt.: “Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. (QS al-An‘am [6]: 151). 
Dari dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif, karena sengaja melakukan pembunuhan terhadap pasien, sekalipun atas permintaan keluarga atau si pasien. Demikian halnya bagi si pasien, tindakan tersebut bisa dikategorikan tindakan putus asa dan membunuh diri sendiri yang diharamkan. 
Karena itu, apapun alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita), tindakan euthanasia aktif tersebut jelas tidak dapat diterima. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lain yang tidak diketahui dan terjangkau oleh manusia, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah suatu musibah menimpa seseorang Muslim, kecuali Allah menghapuskan dengan musibah itu dosanya, hatta sekadar duri yang menusuknya”. (HR al-Bukhari dan Muslim). 
Hadis di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadis ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadis terakhir ini menjadi indikasi (qarînah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandûb), bukan wajib (Zallum, 1998: 69), termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. 
Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !” 
Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup. Dan sebagaimana tidak boleh menganiaya orang hidup dengan membe­dah perutnya, atau memenggal lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan tulangnya, maka begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh dilakukan terhadap mayat. 

b. AIDS Menurut Pandangan Islam 

Mayoritas umat Islam menganggap AIDS sebagai “penjara dosa” yaitu konsekuensi final dari perbuatan dosa, seperti penggunaan narkoba atau perzinaan. Padahal, fakta menunjukkan bahwa 500.000 jiwa anak-anak terinfeksi penyakit AIDS di tahun 2005 menghapus anggapan bahwa HIV/AIDS bukanlah konsekuensi dosa. Hal ini menunjukkan bahwa korban HIV/AIDS tidak hanya para pendosa tersebut, tetapi juga anak-anak yang tidak berdosa. 
Islam memiliki “sistem kehidupan yang berprinsip pada amar ma’ruf nahi munkar”, sehingga sistem ini dapat menjaga setiap individu, keluarga, dan masyarakat muslim dari serangan penyakit sosial dan moral. Umat Islam tidak hanya diwajibkan melakukan kebaikan untuk mereka sendiri, tetapi juga diwajibkan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan. 
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Imran: 104) 
Dalam ajaran Islam, perilaku menyimpang misalnya perzinaan – yang dapat memberikan kontribusi pada penyebaran HIV/AIDS – adalah perbuatan terkutuk. 
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا 
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra: 32). 
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Islam melarang segala jenis kegiatan yang mengarah kepada perzinaan, termasuk diantaranya seks pranikah, prostitusi, homoseks dan penggunaan narkoba. 
Program penanggulangan HIV/AIDS dan pendidikan seks di sekolah umum yang diperkenalkan kepada remaja merupakan upaya strategis yang mengarah pada prilaku “safe sex”. Umat Islam mesti melaksanakan pendidikan seks dan informasi seputar AIDS berdasarkan perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga semua pesan moral tersebut diberikan masih dalam jalur-jalur keislaman. 

3. Euthanasia dan AIDS Menurut Agama Hindu 

a. Euthanasia Menurut Agama Hindu 
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah menjadi penghalang “moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa merupakan prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapapun juga. 
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan “karma” buruk. Kehidupan manusia merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. 
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan “karma” nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal. 
Di dalam ajaran Hindu dijelaskan bahwa sesungguhnya hampir tidak ada peristiwa/hal yang terjadi di jagad raya ini, lepas/terbebas dari hukum “Karma Phala” (sebab akibat). Setiap peristiwa yang terjadi (akibat) jelas dikarenakan/diakibatkan oleh satu “penyebab”, sebaliknya “sebab” (dikehendaki atau tidak) niscaya akan ada akibatnya. Semua ini tak dapat dihindari, sebab demikianlah dititahkan oleh Sang Pencipta (Tuhan), sebagaimana dapat dikaji dari nilai-nilai tersurat dalam Sloka Sarasamuccaya ,Sloka 7,berikut ini : 
  1. Karmabhumiriya bhahman, Phalabhumirasau mata 
  2. Iha yat kurute karma tat, paratropabhujyate 
Artinya : 
Sebab kelahiran sebagai manusia sekarang ini akibat baik atau buruknya karma itu juga yang akhirnya dinikmati karma phala itu.Maksudnya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya, selesai menikmati menjelmalah ia kembali, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sengsara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja, itulah yang diikuti sebagai pribahasa, kelahiran dari surga (swarga cyuta), kelahiran dari neraka (neraka cyuta) baik buruk karma itu di surga, tanda ada pahalanya. Karena itu pergunakanlah sebaik-baiknya hidup ini untuk melakukan perbuatan baik. 

b. AIDS Menurut Agama Hindu 

Hindu memandang bahwa HIV/AIDS ada didunia ini dimaksudkan sebagai rem/pengendali perilaku manusia terutama yang cenderung akan menyimpang dari dharma (kebaikan/kebajikan/moralitas). Adharma atau perbuatan yang tidak baik yang bertentangan dengan agama hendaknya dihindari sehingga tujuan hidup didunia yaitu Catur Purusa Artha dapat tercapai. 

4. Euthanasia dan AIDS Menurut Pandangan Agama Budha 

a. Euthanasia Menurut Pandangan Agama Budha 
Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak dibenarkan dalam agama Buddha karena perbuatan membunuh atau mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun dengan alasan kasih sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis. Perbuatan membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan kasih sayang atau karuna. 
Orang yang memiliki kasih sayang tidak mungkin akan melakukan perbuatan mengakhiri hidup seseorang karena ia menyadari bahwa sesungguhnya hidup merupakan milik yang paling berharga bagi setiap makhluk. Ia yang memiliki kasih sayang tentu akan menghargai kehidupan setiap makhluk. Ia yang memiliki kasih sayang tentu selalu ingin berusaha untuk menghilangkan penderitaan makhluk lain, tetapi tentunya niat yang luhur ini diwujudkan dengan cara yang benar dan tepat. Terhadap orang yang sedang sakit parah, ia akan mengusahakan secara maksimal agar orang tersebut dapat sembuh. 
Sang Buddha pernah bersabda sebagai berikut: “Orang itu, jika meninggal dunia pada saat itu, pasti tumimbal lahir di alam dewa, sebab batin orang itu tenang. Orang itu, jika meninggal dunia pada saat itu, pasti tumimbal lahir di alam neraka, sebab batin orang itu gelisah”. Dari sabda Sang Buddha tersebut di atas, jelas bahwa batin atau pikiran seseorang pada saat ia akan meninggal dunia sangat menentukan keadaan kehidupannya yang akan datang. Jika seseorang yang akan meninggal dunia itu mempunyai pikiran yang tenang dan penuh cinta kasih, maka ia akan terlahir kembali di alam yang menyenangkan. Namun, sebaliknya jika mempunyai pikiran yang tidak tenang dan penuh dengan kebencian, maka ia akan terlahir kembali di alam yang menyedihkan. 

b. AIDS Menurut Pandangan Agama Budha 

Penyakit Aids baru dikenal manusia secara luas sekitar 20-30 tahun yang lalu. Konon, virus HIV yang menyebabkan penyakit Aids itu ditemukan di benua Afrika. Pada awalnya, penyakit itu hanya menjangkiti golongan tertentu, yaitu komunitas homosexual. Karenanya, masyarakat biasa tidak begitu merasa khawatir akan bahaya penularannya. 
Seperti telah diketahui, cara penularan virus HIV adalah melalui kontak langsung, di antaranya dengan hubungan seks dan melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan virus tersebut. Ia menyerang fungsi kekebalan tubuh, sehingga tubuh tidak bisa lagi memproduksi antibodi terhadap serangan kuman, selemah apa pun kuman itu. Keganasan penyakit Aids telah disejajarkan dengan kanker ganas yang juga tak terobati hingga kini. 
Salah satu korban Aids yang terkenal adalah bintang film terkenal dari Hollywood, yaitu Rock Hudson. Si ganteng yang dikenal sebagai seorang homo itu meninggal dunia di tahun delapan puluhan, karena digerogoti virus HIV. Menjelang akhir hayatnya, ia benar-benar kehilangan ketampanannya yang dulu menjadi kebanggaan dan dipuja penggemarnya. Yang tinggal hanyalah kulit dibungkus daging yang hampir mengering sama sekali. Dan salah satu korban terkenal dari Indonesia adalah peragawan cakep Frans Daromes yang juga meninggal pada tahun delapan puluhan. Ia juga dikenal sebagai seorang homosexual. 
Namun, kiranya tidak semua kaum homosexual itu anti perempuan. Maka, mereka menularkannya pada perempuan, dalam hal ini tentu saja pada para pelacur, pada awalnya. Sejak saat itu, kesimaharajalelaan penyakit Aids tidak lagi bisa dibendung. Penduduk dunia menjadi cemas dibuatnya. Lebih-lebih lagi obat pembunuh virus itu sampai kini belum ditemukan. Entah telah berapa milyar dollar dihabiskan untuk meriset obat anti Aids. Tapi, ada pula yang mengatakan mampu mengobati penyakit Aids, yaitu siapa lagi kalau bukan para paranormal sakti dan sebagian ‘ahli’ meditasi. Memang, kesempitan ini menjadi suatu kesempatan bagi mereka untuk unjuk diri dengan iklannya yang katanya mampu mengobati penderita dari jarak dekat, bahkan juga dari jarak jauh. 
Menurut radio BBC Inggris, virus HIV telah menjangkiti satu juta orang penduduk negeri tirai bambu, China yang komunis itu. Diperkirakan jumlah itu akan meningkat pesat hingga sepuluh juta orang di tahun 2005 nanti. Kepesatan penularan itu disebabkan karena maraknya pelacuran, penggunaan obat-obat narkotika [terutama yang metode suntik] dan proses donor darah yang kurang mengindahkan faktor suci hama di negeri itu. 
Diberitakan pula, di seluruh dunia ada 22 [dua puluh dua] juta orang yang telah meninggal akibat penyakit ini. Korban terbanyak terdapat di benua Afrika. Di sana ada 16 [enam belas] juta orang telah meninggal dunia. Dikhawatirkan, penduduk benua itu akan mengalami kepunahan dalam waktu tak lama lagi, bila tak segera bisa diatasi. Amat mengerikan! 
Tapi, virus HIV itu tak peduli pada para periset yang sedang sibuk, apa lagi pada para paranormal sakti maupun pada para ‘ahli’ meditasi. Ia dengan tenangnya [tapi rakus] mengganyang manusia dari segala lapisan. Yang benar, tentu tidak semua lapisan, karena masih ada lapisan yang mungkin tak terjangkau olehnya, yaitu orang-orang yang bisa menjaga diri dengan pandangan benarnya. 
Pandangan benar? Apakah agama Buddha mempunyai pandangan benar dalam hal ini? Ya, tentu; walau ada sementara orang [mudah-mudahan tidak banyak!] yang berpandangan tidak benar, sehingga membuka lowongan bagi penularan penyakit Aids khususnya, penyakit kelamin pada umumnya. Pandangan benar ini amat penting. Tanpa adanya pandangan benar [sammaditthi], seseorang bisa dikatakan lengah atau bahkan sesat [micchaditthi]. 
Pandangan benar mana pula yang dengan ‘tegas’ mampu menghindarkan seseorang dari penularan virus HIV? Tentu saja pandangan benar terhadap sila! Sila yang berkenaan dengan penyakit ini adalah sila ketiga, kamesumicchacara veramani dan sila kelima, suramerayamajja pamadatthana veramani. 
Kebanyakan umat Buddha mengartikan ‘kamesumicchacara veramani’ sebagai ‘menghindarkan diri dari perselingkuhan’. Hanya ‘perselingkuhan’! Nah, di sinilah letak kelengahannya. Kalau hanya diartikan sebagai perselingkuhan, berarti hubungan sex pranikah, pelacuran [menjadi pelacur dan pelanggannya], homosexual, lesbianisme, sadisme, masochisme, hubungan kelamin dengan binatang dan penyimpangan-penyimpangan perilaku sex lainnya serta menjadi bintang film blue tidaklah melanggar sila. 

5. Euthanasia dan AIDS Menurut Agama Kristen Katolik 

a. Euthanasia Menurut Agama Kristen Katolik 
Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII tidak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, Paus Yohanes Paulus II prihatin dengan semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam ensiklik “Evangelium Vitae” (No. 64) memperingatkan kita agar melawan “gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian’. Katekismus Gereja Katolik (No 2276-2279) memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik. Mengenai masalah ini, prinsip-prinsip berikut mengikat secara moral: Pertama, Gereja Katolik berpegang teguh bahwa baik martabat setiap individu maupun anugerah hidup adalah kudus. Kedua, setiap orang terikat untuk melewatkan hidupnya sesuai rencana Allah dan dengan keterbukaan terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan kepenuhan hidup di surga. Ketiga, dengan sengaja mengakhiri hidup sendiri adalah bunuh diri dan merupakan penolakan terhadap rencana Allah. 
Eutanasia secara harfiah diterjemahkan sebagai kematian yang baik atau kematian tanpa penderitaan, adalah “tindakan atau pantang tindakan menurut hakikatnya atau dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, dengan demikian menghentikan setiap rasa sakit” (Declaratio de Euthanasia). Dengan kata lain, eutanasia menyangkut mengakhiri hidup dengan sengaja melalui suatu tindakan langsung, seperti suntik mati, atau dengan suatu pantang, seperti membiarkan kelaparan atau kehausan. Perlu dicatat bahwa eutanasia biasa dikenal sebagai “membunuh karena kasihan”; istilah ini paling tepat sebab tindakan yang dilakukan bertujuan untuk membunuh dengan sengaja, tak peduli betapa baik tujuannya, misalnya, untuk mengakhiri penderitaan. Para Uskup Gereja Katolik mengukuhkan bahwa eutanasia itu pelanggaran berat hukum Allah, karena berarti pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut moril tidak dapat diterima” (Evangelium Vitae, No. 65). 

b. AIDS Menurut Agama Kristen Katolik 

Sebenarnya kasus HIV/ AIDS pertama kali secara resmi ditemukan tahun 1981 di Amerika Serikat tetapi para ahli meyakini bahwa pada saat itu banyak manusia di seluruh dunia yang sudah terinfeksi HIV. Diperkirakan pada tahun 1980 ada sekitar 100.000 orang di seluruh dunia terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang tertular virus itu tidak menyadari bahwa mereka sedang tertular. Sekarang, lebih dari 30 juta orang, termasuk 1 juta anak, hidup dengan HIV. 
Cara penularan HIV melalui tiga media: melalui kontak darah (pemakaian jarum suntik yang tidak steril dan secara bergantian, transfusi darah dan kontak langsung dengan darah orang yang mengidap virus HIV), melalui cairan kelamin (air mani, cairan vagina dan hubungan seksual) dan melalui keturunan (dari ibu ke anak). Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang salah satu jenis sel darah putih yang bertugas untuk mengobati dan menangkal infeksi. Sel darah putih ini termasuk limfosit yang disebut T-4 sel atau CD-4. Virus ini juga mempunyai kemampuan untuk menyamarkan genetiknya menjadi genetik sel yang ditumpanginya. 
Berdasarkan data-data tersebut kita dapat menarik beberapa keprihatinan pokok yang berkaitan dengan saudara kita yang terkontaminasi oleh HIV/ AIDS dan narkoba. Pertama, kita perlu menempatkan mereka yang terkena HIV/ AIDS sebagai pribadi yang utuh dengan segala dimensinya, yang sungguh mengharapkan bantuan. Saudara kita yang terkena HIV/ AIDS sadar atau tidak mengalami proses dehumanisasi karena kesalahpahaman, stigmatisasi dan diskriminasi. Mereka sebenarnya adalah korban, entah karena kesalahan mereka sendiri atau bukan, tetapi pada saat ini yang mereka butuhkan bukan khotbah tetapi pertolongan untuk mengembalikan 3 Lihat hal.2 dalam Evangelum Vitae (Injil Kehidupan) seri Dokumen Gerejawi No. 41 oleh Paus Yohanes Paulus II, Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta tahun 1996. 

6. Euthanasia dan Aids Menurut Agama Kristen Protestan 

a. Euthanasia Menurut Agama Kristen Protestan 
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia. 
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya : 
  1. Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : ” penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut”. 
  2. Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi. 
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik. 
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan. 
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah “bunuh diri” dan “pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut “kekudusan kehidupan” sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut. 

b. AIDS Menurut Agama Kristen Protestan 

Manusia ketika mengalami tekanan, mereka menggunakan istilah taat. Ketaatan yang diajarkan dunia, suatu saat akan hilang, sirna, dan bersifat kondisional. Sejarah membuktikan, ketaatan akibat tekanan akan meledak menjadi perlawanan yang luar biasa! Michael Foucault, ‘orang gila’, homoseksual, tapi jadi dekan psikologi dan menjadi pimpinan tertinggi di universitas, Amerika. Dia ke Amerika bukan karena ada tawaran rektor tapi karena di Amerika ada perkumpulan gay paling besar di dunia. Akhirnya dia mati mengenaskan, AIDS. Buku-buku karangannya diterjemahkan ke berbagai bahasa dan banyak diminati oleh orang-orang dunia. Ironis, orang yang gila menulis buku tapi banyak orang mengagumi dan membeli bukunya. Apa yang terjadi? Pasti ada kesamaan antara penulis dengan pembaca. Michael Foucault mengajarkan, dunia penuh dengan kekuasaan dan semua kekuasaan adalah kejahatan, jadi mari kita lawan semua kekuasaan, mari kita menjadi orang yang anti otoritas karena semua otoritas adalah kejahatan! All power, all authority is evil. Semua orang setuju dengan pernyataan tersebut. Dengan kata lain, dia mau berkata,”Mari kita jadi penguasa.” Orang yang anti kekuasaan, tapi dia mau jadi penguasa dan tidak mau dikuasai. Dia tidak sadar, waktu teriak anti kekuasaan, dia sedang berkuasa dan waktu sedang berkuasa, dia jahat tetapi dia selalu menuduh orang lain yang berkuasa itu jahat. Dia tidak pernah melihat diri sendiri dimana kalau dia berkuasa, dia juga jahat. 
Ketaatan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kebencian, pemberontakan. Hal itu sudah melekat di kepala kita, maka ketika mendengar kata taat, langsung dihubungkan dengan penguasa, dan melihat penguasa, langsung dihubungkan dengan kejahatan, ketidakpuasan, pemberontakan. 
Orang yang taat karena dibeli, dibayar, maka suatu saat jika ada orang yang membayar lebih mahal maka dia akan pindah pada orang lain. Apa bedanya dengan dunia bisnis? Harga diri manusia menjadi rendah karena bukannya menjalankan ketaatan yang sejati tetapi menjadi jual beli diri. Moral, nilai hidup, harkat diri manusia turun sampai ke titik yang terendah, tidak beda dengan binatang. 
BAB III 
PENUTUP 
1. Kesimpulan 
  1. Euthanasia adalah tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. 
  2. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. 
2. Saran 
  1. Tindakan mengakhiri hidup seseorang adalah tindakan melaggar HAM. 
  2. Setiap manusia memiliki hak untuk hidup, jadi hormatilah seseorang tersebut walaupun ia dalam keadaan sakit. 
  3. Ingatlah hidup dan mati adalah kehendak Allah. 
  4. AIDS adalah penyakit berbahaya yang sampai saat ini belum di temukan obatnya. Penyakit AIDS di sebabkan oleh jarum suntik dan seks bebas yang di sebabkan oleh pergaulan bebas. 
DAFTAR PUSTAKA
Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
BUKU PANDUAN BELAJAR SPK, KURIKULUM 1994 Penerbit. DEPDIKBUD/DEPKES, tahun 1997
Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta ; EGC
Brosur AIDS, yang diedarkan oleh Exposa bekerjasama dengan DEPKES, tahun 1999
Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor, 1996.
Masyfuk.1993.Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta : CV Haji Masagung.
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta ; Media Aesculapius
Sofwan Dahlan, 2003, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang hal 37
Yusuf Qaradhawi.2002. Fatwa-Fatwa kontemporer.Jakarta : Gema Insani
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »