BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Profesionalitas
guru memang menjadi salah satu syarat utama mewujudkan pendidikan bermutu. Oleh
karenanya, pemerintah telah mengupayakan langkah-langkah strategis untuk
meningkatkan profesionalitas guru-guru di Tanah Air. Menyadari begitu
pentingnya peran guru, pemerintah mencanangkan guru sebagai profesi pada
tanggal 2 Desember 2004. Melalui pencanangan ini diharapkan status sosial guru
akan meningkat secara signifikan dan tidak lagi hanya dilirik oleh mereka yang kepepet
mencari kerja.[1] UU guru dan dosen dianggap sangat dibutuhkan untuk melengkapi Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]
Profesionalitas
guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi itu sendiri masih
dipertanyakan banyak pihak. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifat
formalitas belaka, tidak menyentuh substansinya. Oleh sebab itu, kriteria atau
ukuran yang digunakan pemerintah sebagai syarat guru mendapatkan sertifikat
profesi perlu ditinjau lebih dalam.
Berdasarkan pemaparan di atas,
tulisan ini bermaksud menganalisis seberapa jauh UU No. 14 Tahun 2003 tentang
Guru dan Dosen mengatur tentang profesionalisme guru.
B.
Rumusan
Masalah
Berangkat dari latar belakang
masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah menganalisis
seberapa jauh UU No. 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen mengatur tentang profesionalisme
guru.
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari kajian makalah
adalah untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana UU
No. 14 Tayun 2005 tentang Guru dan Dosen berpengaruh terhadap keprofesionalan
guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Lahirnya UU Guru dan Dosen
Sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,"
dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.", UU Guru dan Dosen juga
lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas
maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman,
kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan
kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud
meliputi, Sistem Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan
Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya dengan Guru sebagai
pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi
diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang
menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UU
Guru dan Dosen dan Pasal 28
ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang
dimaksud meliputi:
1.
Kompetensi pedagogik;
2.
Kompetensi kepribadian;
3.
Kompetensi profesional; dan
4.
Kompetensi sosial.
B.
Isi Pokok UU Guru dan Dosen
UU Guru dan Dosen terdiri dari 84
pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam beberapa bagian.
Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7
pasal) yang terdiri dari:
a.
Ketentuan Umum,
b.
Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan
c.
Prinsip Profesionalitas.
Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal)
yang terdiri dari :
a.
Kualifikasi, Kompetensi, dan
Sertifikasi,
b.
Hak dan Kewajiban,
c.
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
d.
Pengangkatan, Penempatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian,
e.
Pembinaan dan Pengembangan,
f.
Penghargaan,
g.
Perlindungan,
h.
Cuti, dan
i.
Organisasi Profesi.
Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal)
yang terdiri dari
a.
Kualifikasi, Kompetensi,
Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,
b.
Hak dan Kewajiban Dosen,
c.
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
d.
Pengangkatan, Penempatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian,
e.
Pembinaan dan Pengembangan,
f.
Penghargaan,
g.
Perlindungan, dan
h.
Cuti.
Keempat, pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal), bagian akhir ini terdiri
dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut di atas
pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen Profesional dengan
kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya. Dan Dalam
makalah ini akn lebih difokuskan pada pembahasan mengenai profesionalisme guru.
C.
Guru Profesional
Dalam Pasal 1 UU No 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[3]
Guru profesional sebagaimana
dimaksud dalam pasal tersebut adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[4]
Menurut Oemar Hamalik, guru
profesional, harus memiliki persyaratan yang meliputi: memiliki bakat sebagai
guru, memiliki keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan
terintegrasi, memiliki mental yang sehat, berbadan sehat, memiliki pengalaman
dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa pancasila, dan seorang
warga negara yang baik.[5]
Apa yang disampaikan Oemar Hamalik
tersebut, tidak jauh beda dengan pasal yang tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pasal 8,
9, dan 10, sebagai berikut:
Pasal 8: Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9: Kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10: (1) Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
Kemudian dalam tugas
keprofesionalannya, guru mempunyai tugas:
- Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
- Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
- Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
- Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
- Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[6]
Tipe Guru
Profesional sebagaimana digambarkan dalam UU Guru dan Dosen di atas menurut
penulis sudahlah baik, sehingga tidak perlu untuk dibahas lebih jauh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Misi dari UU Guru dan Dosen ini
tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya adalah
dengan meningkatkan keprofesionalan guru. Sayangnya, dalam teknis pelaksanaanya
beberapa pasal yang mengatur keprofesionalan guru mengalami hambatan dan
kendala baik teknis maupun teoritis.
Membaca UU Guru dan Dosen ini kita
seperti berhadapan dengan utopia negara tentang pekerjaan mendidik, yang sama
halnya dengan karyawan. Seorang yang ingin dikatakan guru profesional maka
harus memiliki sertifikat profesi, yang mana sertifikat tersebut mesti di up
date melalui uji kompetensi. Hal ini membuat guru menjadi tertekan, dan
akibatnya tugasnya menjadi terbengkelai.
Pemberian tunjangan profesi yang
tidak merata dengan syarat-syarat yang berat juga telah menimbulkan kecemburuan
di kalangan guru, yang berimbas pada kinerja.
B.
Saran
Undang-undang No 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen sudah semestinya untuk ditinjau kembali untuk kemudian
direvisi pada pasal-pasal yang kurang bijaksana. Guru memang sudah selayaknya
mendapatkan tunjangan profesi, dan semestinya pemerintah tidak pilih kasih
memberikan kesejahteraan kepada guru. Sebab, semua guru, baik yang sertifikasi
atau belum mesti bekerja secara profesional, dan karenanya patut untuk
mendapatkan kesejahteraan yang sama. Semoga Sistem Pendidikan Indonesia akan
semakin baik. Aminn.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaningtyas.
2005. Ilusi tentang Guru dan Profesionalisme, Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma,.
Hamalik,
Oemar. 2001.
Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Kunandar.
2007. Guru Profesional. PT Raja Grafindo: Jakarta.
Muhaimin,
Dkk. 1999. Kontroversi Pemkiran Fazlur Rahman: Sudi Kritis Pembaharuan
Pendidikan Islam, Dinamika: Cirebon.
Muhaminin
dan Abdul Mujib. 1993. Pemiiran Pendidikan IslamL Kajian Filosofi dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Trigenda Karya: Bandung.
Musbikin,
Imam. 2010. Guru yang Menakjubkan. Buku Biru: Yogyakarta.
Natsir,
Nanat Fatah. 2007. Jurnal EDUCATIONIST No. I Vol. I Januari 2007,
Pemberdayaan Kualitas Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam, UPI: Bandung.
Prasetyo, Eko. 2007. Guru,
Mendidik itu Melawan, Cet. 2. Jogjakarta: Resist Book.
Sulaiman,
Tathiyah Hasan, 1986. Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. CV.
Diponegoro: Bandung.
Suyitno,
Tanzeh, Ahmad. 2006. Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Elkaf.
UU No. 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[1] Darmaningtyas, Ilusi tentang Guru dan Profesionalisme, (Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma, 2005), hlm. 197.
1 komentar:
komentarTerimakasih, sanagt bermanfaat...
Reply