A. Hakikat Anak Usia
Dini
1.
Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah
anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undang-undang Sisdiknas tahun
2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan anak. Menurut Mansur (2005:
88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya.
Pada masa ini
merupakan masa emas atau golden age, karena anak mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang.
Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan
anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun
perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet
Suyanto, 2005: 6).
Sesuai dengan
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut dilakukan
melalui Pendidikan anak usia dini (PAUD).
Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal,
nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB),
taman penitipan anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan lingkungan
seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan satuan PAUD sejenis
(SPS).
Maleong menyebutkan
bahwa ragam pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga
kelompok yaitu kelompok taman penitipan anak (TPA) usia 0-6 tahun); kelompok
bermain (KB) usia 2-6 tahun; kelompok satuan PADU sejenis (SPS) usia 0-6 tahun
(Harun, 2009: 43).
Dari uraian di
atas, penulis menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada
rentang usia 0-6 tahun yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat, sehingga diperlukan stimulasi yang tepat agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan maksimal. Pemberian
stimulasi tersebut harus diberikan melalui
lingungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok
bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.
2. Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini
memiliki karakteristik yag berbeda dengan orang dewasa, karena anak usia dini
tumbuh dan berkembang dengan banyak cara dan berbeda. Kartini Kartono (1990:
109) menjelaskan bahwa anak usia dini memiliki karakteristik 1) bersifat
egosentris naif, 2) mempunyai relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang
sifatnya sederhana dan primitif, 3) ada kesatuan jasmani dan rohani yang
hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas, 4) sikap hidup yang
fisiognomis, yaitu anak secara langsung membertikan atribut/sifat lahiriah atau
materiel terhadap setiap penghayatanya.
Pendapat lain
tentang karakteristik anak usia dini dikemukakan oleh Sofia Hartati (2005: 8-9)
sebagai berikut: 1) memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) merupakan pribadi
yang unik, 3) suka berfantasi dan berimajinasi, 4) masa potensial untuk
belajar, 5) memiliki sikap egosentris, 6)memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek,
7) merupakan bagian dari mahluk sosial.
Sementara itu,
Rusdinal (2005: 16) menambahkan bahwa karakteristik anak usia 5-7 tahun adalah
sebagai berikut: 1) anak pada masa praoperasional, belajar melalui pengalaman
konkret dan dengan orientasi dan tujuan sesaat, 2) anak suka menyebutkan
nama-nama benda yang ada disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar
melalui bahasa lisan dan pada masa ini berkembang pesat, 4) anak memerlukan
struktur kegiatan yang lebih jelas dan spesifik.
Secara lebih rinci,
Syamsuar Mochthar (1987: 230) mengungkapkan tentang karakteristik anak usia
dini, adalah sebagai berikut:
a. Anak usia 4-5 tahun
1) Gerakan lebih terkoordinasi
2) Senang bernain dengan kata
3) Dapat duduk diam dan menyelesaikan tugas
dengan hati-hati
4) Dapat mengurus diri sendiri
5) Sudah dapat membedakan satu dengan banyak
b. Anak usia 5-6 tahun
1). Gerakan lebih terkontrol
2). Perkembangan bahasa sudah cukup baik
3). Dapat bermain dan berkawan
4). Peka terhadap situasi sosial
5). Mengetahui perbedaan kelamin dan status
6). Dapat berhitung 1-10
Berdasarkan
karakteristik yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa anak usia 5-6
tahun (kelompok B), mereka dapat melakukan gerakan yang terkoordinasi,
perkembangan bahasa sudah baik dan mampu berinteraksi sosial. Usia ini juga
merupakan masa sensitif bagi anak untuk belajar bahasa. Dengan koordinasi gerakan
yang baik anak mampu menggerakan mata-tangan untuk mewujudkan imajinasinya
kedalam bentuk gambar, sehingga penggunaan gambar karya anak dapat membantu
meningkatkan kemampuan bicara anak.
3. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini
a.
Perkembangan Fisik/Motorik
Perkembangan
fisik/motorik akan mempengaruhi kehidupan anak baik secara langsung ataupun
tidak langsung (Hurlock, 1978: 114). Hurlock menambahkan bahwa secara langsung,
perkembangan fisik akan menentukan kemampuan dalam bergerak. Secara tidak
langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaimana anak
memandang dirinya sendiri dan orang lain.
Perkembangan fisik
meliputi perkembangan badan , otot kasar dan otot halus, yang selanjutnya lebih
disebut dengan motorik kasar dan motorik halus (Slamet Suyanto, 2005: 49).
Perkembangan motorik kasar berhubungan dengan gerakan dasar yang terkoordinasi
dengan otak seperti berlari, berjalan, melompat, memukul dan menarik. Sedangkan
motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan yang lebih spesifik seperti
menulis, melipat, menggunting, mengancingkan baju dan mengikat tali
sepatu.
Berk menyatakan
bahwa anak usia lima tahun memiliki banyak tenaga seperti anak usia empat
tahun, tetapi keterampilan gerak motorik
halus maupun kasar sudah mulai terarah dan terfokus pada tindakan mereka (Caroll
Seefelt dan Barbara A.Wasik, 2008: 67).
Keterampilan gerak motorik menjadi lebih diperhalus dan keterampilan gerak motorik kasar menjadi lebih
gesit dan serasi.
Pada usia
kanak-kanak 4-6 tahun, keterampilan dalam menggunakan otot tangan dan otot kaki
sudah mulai berfungsi. Keterampilan yang berhubungan dengan tangan adalah
kemampuan memasukan sendok kedalam mulut, menyisir rambut, mengikat tali sepatu
sendiri, mengancingkan baju, melempar dan menangkap bola, menggunting,
menggores pensil atau krayon, melipat kertas, membentuk dengan lilin serta
mengecat gambar dalam pola tertentu.
Dari kajian tentang
perkembangan fisik-motorik diatas dapat diketahui bahwa pada anak usia 5-6
tahun (kelompok B) otot kasar dan otot halus anak sudah berkembang. Anak memiliki banyak tenaga untuk melakukan
kegiatan dan umumnya mereka sangat aktif. Anak sudah dapat melakukan gerakan
yang terkordinasi. Keterampilan yang menggunakan otot kaki dan tangan sudah berkembang
dengan baik. Anak sudah dapat menggunakan tanganya untuk menggoreskan pensil
atau krayon sehingga anak dapat membuat gambar yang diinginkanya. Gambar karya
anak tersebut akan digunakan dalam rangka peningkatan kemampuan bicara anak.
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan
kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga
dapat berpikir (Mansur, 2005: 33). Keat menyatakan bahwa perkembangan kognitif
merupakan proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan
pengetahuan, pembuatan perbandingan, berfikir dan mengerti (Endang Purwanti dan
Nur Widodo, 2005: 40).
Proses mental yang
dimaksud adalah proses pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi,
intelegensi, belajar, pemecahan masalah dan pembentukan konsep. Hal ini juga
menjangkau kreativitas, imajinasi dan ingatan. Anak usia 5-6 tahun berada pada
tahap praoperasional. Pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berfikir yang
jelas. Anak mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan
gambar. Penguasaan bahasa anak sudah sistematis, anak dapat melakukan permainan
simbolis. Namun, pada tahap ini anak masih egosentris. (Slamet Suyanto, 2005:
55).
Sementara itu
Santrock (2007: 253) menyatakan bahwa pada tahap pra-operasional, anak mulai
merepresentasikan dunianya dengan kata-kata, bayangan dan gambar-gambar. Anak
mulai berfikir simbolik, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme
tumbuh, dan keyakinan magis mulai terkonstruksi. Pada tahap praoperasional
dapat dibagi dalam sub-sub tahap, yaitu sub tahapan fungsi simbolik dan sub
tahapan pemikiran intuitif.
Sub tahap fungsi
simbolik terjadi antara usia 2 sampai 4 tahun. Dalam sub tahap ini anak mulai
dapat menggambarkan secara mental sebuah objek yang tidak ada. Menurut
DeLoache, kemampuan ini akan sangat memperluas dunia anak. Pada usia ini anak–anak
mulai menggunakan desain-desain acak untuk menggambar orang, rumah, mobil, awan
dan sebagainya (Santrock, 2007: 253). Mereka mulai menggunakan bahasa dan
melakukan permainan “pura-pura”. Namun pada sub tahap ini anak masih berfikir
egosentris dan animisme. Anak belum
mampu membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain.
Sub-tahap pemikiran
intuitif, terjadi antara usia 4 sampai 7 tahaun. Anak mulai mempraktikan penalaran primitif
dan ingin mengetahui jawaban dari berbagai pertanyaan. Namun anak masih
berfikir secara sentralisasi, yaitu pemusatan perhatian pada suatu
kerakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Cara berfikir anak pada tahap
ini masih irreversible (tidak dapat dibalik). Anak belum mampu meniadakan suatu
tindakan dari arah sebaliknya.
Caroll Seefelt dan
Barbara A.Wasik (2008: 81) menyatakan bahwa imajinasi anak anak usia 5
tahun mulai berkembang, masih berfikir
hal yang konkret, dapat melihat benda dari kategori yang berbeda, senang
menyortir dan mengelompokan, pemahaman konsep meningkat, dan mengetahui tentang
apa yang asli dan palsu. Dari kajian
mengenai perkembangan kognitif anak diketahui bahwa unsur yang menonjol pada
tahap pre-operasional adalah mulai digunakanya bahasa simbolis yang berupa
gambaran dan bahasa ucapan. Anak dapat berbicara tanpa dibatasi waktu sekarang
dan dapat membicarakan satu hal bersama-sama. Dengan bahasa anak dapat mengenal
bermacam benda dan mengetahui nama-nama benda
yang dikenal melalui pendengaran dan penglihatanya. Perkembangan bahasa
ini akan sangat memperlancar perkembangan kognitif anak.
c. Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa
anak berkembang menurut hukum alami, yaitu mengikuti bakat, kodrat dan ritme
yang alami. Menurut Lenneberg perkembangan bahasa anak berjalan sesuai jadwal
biologisnya (Eni Zubaidah, 2003: 13). Hal ini dapat digunakan sebagai dasar
mengapa anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada umur
tertentu belum dapat berbicara. Perkembangan bahasa tidaklah ditentukan pada
umur, namun mengarah pada perkembangan motoriknya. Namun perkembang tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Bahasa anak akan muncul dan berkembang
melalui berbagai situasi interaksi sosial dengan orang dewasa (Kartini Kartono,
1995: 127).
Bahasa memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Suhartono (2005:
13-14) menyatakan bahwa peranan bahasa bagi anak usia dini diantaranya sebagai
sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan
sarana agar anak mampu membaca dan menulis.
Melalui bahasa seseorang
dapat menyampaikan keinginan dan pendapatnya kepada orang lain. Anak-anak usia
5 tahun telah mampu menghimpun 8000 kosakata. Mereka dapat membuat kalimat pertanyaan,
kalimat negatif, kalimat tunggal, kalimat mejemuk, serta bentuk penyususunan
lainnya. Mereka telah belajar menggunakan bahasa dalam situasi yang berbeda
(Gleason dalam Slamet Suyanto, 2005: 74).
Mansur (2005: 36),
menyatakan bahwa kemampuan bahasa berkaitan erat dengan kemampuan kognitif
anak, walaupun mulanya bahasa dan pikiran merupakan dua aspek yang berbeda.
Namun sejalan dengan perkembangan kognitif anak, bahasa menjadi ungkapan dari
pikiran. Ninio dan Snow seperti yang dikutip Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik
(2008: 76) menambahkan bahwa, anak usia 5 tahun semakin pintar dalam kemampuan
mereka mengkomunikasikan gagasan dan perasaan mereka dengan kata-kata.
Menurut Caroll
Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 74) karakteristik perkembangan bahasa anak
adalah sebagai berikut:
a. Anak pada usia 4 tahun:
1) Menguasai 4.000 – 6.000 kata
2) Mampu berbicara dalam kalimat 5-6 kata
3) Dapat berrpartisipasi dalam percakapan,
sudah mampu mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapinya.
4) Dapat belajar tentang kata mana yang
diterima secara sosial dan mana yang tidak.
b. Anak pada usia 5 tahun:
1) Perbendaharaan kosakata mencapai 5000 –
8.000 kata.
2) Stuktur kalimat menjadi lebih rumit.
3) Berbicara dengan lancar, benar dan jelas
tata bahasa kecuali pada beberapa kesalahan pelafalan.
4) Dapat menggunakan kata ganti orang dengan
benar.
5) Mampu mendengarkan orang yang sedang
berbicara
6) Senang menggunakan bahasa untuk permainan
dan cerita.
Berdasarkan kajian
mengenai perkembangan bahasa anak diketahui bahwa perkembangan bahasa anak terjadi dalam interaksi dengan
lingkungan. Bahasa merupakan ungkapan dari apa yang difikirkan anak, sehingga
bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam berkomunikasi dengan orang
lain. Dalam karakteristik perkembangan bahasa yang telah disampaikan, dapat
diketahui bahwa anak usia 5-6 tahun (kelompok B) sudah mampu berbicara dengan
struktur kalimat yang lebih rumit dan anak senang menggunakan bahasa untuk
menceritakan gagasan, pengalaman, pengetahuan dan apa yang dipikirkanya kepada
orang lain, sehingga gambar karya anak dapat dipilih dalam rangka meningkatkan
kemampuan bicara anak.
Hal itu dilakukan
dengan cara meminta anak menjelaskan hasil gambar yang dibuatnya. Dengan
demikian kemampuan bicara anak dapat diketahui.
d. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan
perasaan atau afeksi yang melibatkan perpaduan antara gejolak fisiologis dan
gelaja perilaku yang terlihat (Mansur, 2005: 56). Perkembangan emosi memainkan
peranan yang penting dalam kehidupan terutama dalam hal penyesuaian pribadi dan
sosial anak dengan lingkungan. Adapun dampak perkembangan emosi adalah sebgaai
berikut: 1) emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari, 2) emosi
menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan, 3) emosi merupakan suatu bentuk
komunikasi, 4) emosi mengganggu aktifitas mental, dan 6) reaksi emosi yang
diulang-ulang akan menjadi kebiasaan (Soemantri, 2004: 142-143).
Seiring dengan
bertambahnya usia anak, berbagai ekspresi emosi diekspresikan secara lebih
terpola karena anak sudah dapat mempelajari reaksi orang lain (Yudha M Saputra
dan Rudyanto, 2005: 26). Reaksi emosi yang timbul berubah lebih proporsional,
seperti sikap tidak menerima dengan cemberut dan sikap tidak patuh atau nakal.
Yudha M Saputra dan Rudyanto (2005: 145) menambahkan beberapa ciri-ciri emosi
pada anak antara lain: 1) emosi anak berlangsung singkat dan sementara, 2)
terlihat lebih kuat dan hebat, 3) bersifat sementara, 4) sering terjadi dan 5)
dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
Menurut Ericson,
anak usia TK berada pada tahap innititive vs guilt yang sedang
berkembang kearah industry vs inferiority (Slamet Suyanto, 2005: 72).
Ismail menyatakan bahwa pada tahap ini anak mengalami perkembangan yang positif
dalam kreativitas, banyak ide, imajinasi, bernani mencoba, berani mengambil
resiko dan mudah bergaul (Harun, 2009: 120). Pada tahap ini anak dapat
menunjukan sikap inisiatif, yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak
bebas dan mulai berinteraksi dengan lingkungan. Mereka dituntut untuk
mengembangkan perilaku yang diharapkan dalam lingkungan sosialnya, serta
bertanggungjawab atas apa yang dilakukanya. Hal ini ditunjang dengan
perkembangan motorik dan bahasanya yang sudah dapat menjelaskan dan mencoba apa
yang dia inginkan.
Menurut Caroll
Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 71-72), ada beberapa karakteristik
perkembangan sosial anak usia 5 tahun antara lain:
1) Dapat mengatur emosi dan mengungkapkan
perasaan dengan cara yang bisaditerima secara sosial.
2) Anak mampu memisahkan perasaan dengan
tindakan mereka.
3) Mengahayati perilaku sosial yang pantas.
4) Kekerasan emosi dan ledakan fisik mulai
berkurang karena anak telah mampu mengungkapkan perasaan melalui kata-kata.
5) Dapat melucu atau membuat lelucon
Dari uraian di atas
penulis menyimpulkan bahwa dengan perkembangan motorik dan bahasanya, anak usia
5-6 tahun (TK kelompok B) sudah mampu mengembangkan inisiatif untuk menjelaskan
dan mencoba apa yang dia inginkan. Anak mampu menunjukan reaksi emosi dengan
lebih proporsional, sehingga gambar karya anak dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan bicara anak.
B. Kemampuan
Bicara Anak Usia Dini
1.
Pengertian Kemampuan Bicara Anak Usia Dini
Dalam kamus lengkap
Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti yang pertama
kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada. Kemampuan sendiri
memiliki arti kesanggupan; kecakapan; kekuatan (Depdiknas, 2005: 707).
Bicara secara umum
dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati)
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud
tersebut dapat dipahami orang lain (Depdikbud, 1984: 7). Suhartono (2005: 22)
mendefinisikan bicara sebagai suatu penyampaian maksud tertentu dengan
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa supaya bunyi tersebut dapat dipahami oleh orang yang ada dan
mendengar disekitarnya.
Samuel A Kirk
berpendapat bahwa bicara meliputi kemampuan untuk mengucapkan bunyi-bunyi (Sardjono,
2005: 6). Bunyi-bunyi tersebut merupakan perpaduan bunyi-bunyi yang berupa
kata-kata, kemudian kata-kata tersebut menjadi sesuatu yang mempunyai arti
penuh. Bicara menjadi alat yang membantu
dalam perkembangan suatu bahasa yang formal.
Sementara itu
Hurlock (1978: 176) mengemukakan bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan
artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Menurut
Hurlock, bicara merupakan kemampuan mental motorik yang melibatkan koordinasi
kumpulan otot suara yang berbeda dan aspek mental seseorang untuk mengkaitkan
arti dengan bunyi yang dihasilkan.
Sementara itu, De Vreede Verekamp mengemukakan bahwa bicara atau wicara
sebagai suatu kemungkinan manusia mengucapkan bunyi-bunyi bahasa melalui organ
artikulasi atau merupakan perbuatan manusia yang bersifat individual (Sardjono,
2005: 6).
Organ bicara
tersebut antara lain telinga, alat bicara seperti: bibir, lidah, pipi, selaput suara,
langit-langit dan rahang, dan alat pernafasan seperti: paru-paru dan hidung. Seseorang
akan dapat berbicara dengan baik apabila seluruh organ bicara anak tidak mengalami
gangguan.
Hariyadi dan
Zamzani (1997: 54) berpendapat bahwa bicara pada hakikatnya merupakan suatu
proses berkomunikasi, sebab didalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke
tempat lain. Bicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Sebagai mahluk
sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa
sebagai alat utamanya. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain
untuk menyampaikan ide, pikiran dan gagasanya. Stewart dan Kenner Zimmer
memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang
esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktivitas
individu maupun kelompok (Suhartono, 2005: 21).
Dari berbagai
definisi di atas, penulis menggambil kesimpulan bahwa kemampuan bicara
merupakan kesanggupan, kecakapan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, harapan,
dan pengetahuan kepada orang lain dalam bentuk kata-kata yang berarti agar apa
yang disampaikan anak dapat dimengerti orang lain.
2. Karakteristik Kemampuan Bicara Anak Usia
Dini
Kemampuan bicara
anak tentu saja berbeda dengan kemampuan bicara orang dewasa. Ada dua tipe karakteristik bicara anak
(Hurlock, 1976: 191) yaitu:
a. Berbicara yang berpusat pada diri sendiri
(egosentrik), anak berbicara bagi kesenangan diri mereka sendiri. Mereka tidak
berusaha untuk bertukar ide atau memperhatikan perdapat orang lain. Bicara
egosentris adalah percakapan semu atau monolog.
b. Bicara yang berpusat pada orang lain
(sosialisasi) adalah bicara yang diseasuakan dengan harapan orang lain yang
diajak bicara. Hal ini dapat terjadi bila anak mampu memandang situasi dari
sudut pandang orang lain.
Menurut Piaget
perkembangan bahasa (termasuk bicara) pada tahap praoperasi merupakan transisi
dari sifat sifat egosentris ke interkomunikasi
sosial (Paul Saparno, 2001: 55). Ginsberg dan Opper menyebutkan bahwa
anak-anak menggunakan bahasa secara nonkomunikatif dan komunikatif (Paul
Saparno, 2001: 55):
a. Penggunaan bahasa nonkomunikatif
Ada tiga macam
penggunaan bahasa yang nonkomunikatif (Paul Saparno, 2001: 56-57) antara lain:
1)
Anak menirukan apa saja yang baru saja ia dengar. Ia menirukan orang
lain tanpa sadar.
2) Anak berbicara sendirian (monolog).
Seorang anak kadang berbicara keras secara sendirian tanpa mau berkomunikasi
dengan orang lain seperti saat bermain.
3) Monolog diantara teman-teman. Seorang anak
kadang berbicara dengan diri sendiri agak keras meskipun ia berada di tengah
teman-temanya. Beberapa anak yang sedang duduk bersama dapat berbicara
sendiri-sendiri tanpa ada maksud untuk berhubungan dengan teman yang lain.
b. Penggunaan bahasa komunikatif.
Seorang anak mulai
mencoba berhubungan dengan orang lain. Misalnya, anak mencoba menjelaskan
bagaimana permaian berfungsi atau kadang mengkritik teman lain. Mereka saling
berbicara dan menanggapi apa yang dikatakan temanya, meskipun masih sering
salah komunikasi.
Bredekamp dan
Copple menyebutkan karakteristik kemampuan anak usia 5 tahun adalah sebagai
berikut (Ramli, 2005: 189 & 192-193):
a. Menggunakan kosa kata sekitar 5.000 sampai
8.000 dengan sering bermaian dengan kata-kata; melafalkan kata dengan sedikit
kesukaran, kecuali bunyi-bunyi tertentu seperti “r”.
b. Menggunakan kalimat yang lebih sempurna dan
kompleks.
c. Bergantian dalam percakapan, jarang menyela
irang lain; mendengarkan pembicaraan lain jika iformasi baru dan menarik;
menunjukan sisa-sisa egosentrisme dalam pembicaraan. Misalnya, menganggap
pendengar akan memahami apa yang dimaksudkan.
d. Berbagi pengalaman secara verbal; mengetahui
kata yang terdapat pada berbagai lagu.
e. Suka menindakkan peran oarang lain, pamer di
depan oarang baru atau menjadi sangat malu di saat yang tak terduga.
f. Mengingat baris puisi sederhana dan mengukang
kalimat dan ungkapan secara penuh dari orang lain, termasuk petunjuk dan iklan
TV.
g. Menunjukan ketrampilan dalam menggunakan
cara-cara komunikasi konvesional lengkap dengan titi nada dan perubahan nada
suara.
h. Menggunakan isyarat nonverbal, seperti
ungkapan wajah tertentu dalam menggoda sebaya.
i. Dapat bercerita dan menceritakan kembali
dengan praktik; suka mengulang cerita, puisi, dan lagu-lagu; suka menindakkan
sandiwara atau cerita.
j. Menunjukan kelancaran berbicara dalam
mengungkapkan gagasan.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan dan diketahui bahwa karakteristik anak usia 5-6 tahun sudah
menuju pada bicara yang berpusat pada orang lain (sosialisasi) dan pembicaran
yang komunikatif. Anak dapat memahami pembicaraan orang yang sedang
bercakap-cakap dengannya. Perbendaharaan kosakata anak semakin meningkat dan
mampu berbicara dengan susunan kalimat yang lebih kompleks, sehingga
pembicaraan anak sudah dapat dimengerti dan dipahami orang lain.
3. Aspek-aspek Kemampuan Bicara Anak Usia
Dini
Suhartono (2005:
138) menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan bicara terdapat beberapa
aspek yang harus dilakukan yaitu merangsang minat untuk berbicara, latihan
menggabungkan bunyi bahasa, memperkaya perbendaharaan kosakata, pengenalan
kalimat sederhana dan mengenalkan lambang tulisan. Sedangkan menurut Hurlock
(1978: 185), berbicara mencakup tiga proses terpisah tetapi saling berkaitan
satu sama lain, yaitu: belajar pengucapan kata, membangun kosakata, membentuk
kalimat. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Harun dkk (2009: 134), yang
menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak dapat dilihat pada tingkat kemampuan
pengucapan, penguasaan kosakata dan kalimat.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat diambil beberapa poin untuk mewakili aspek kemampuan
bicara anak yaitu:
a) Minat
untuk berbicara
Menurut Suhartono
(2005: 138) merangsang minat untuk berbicara dimaksudkan supaya anak memiliki
keberanian untuk mengungkapkan apa-apa yang ada dalam pikirannya sesuai dengan
kegiatanya sehari-hari.
b) Pengucapan
Mengucapkan kata
merupakan tugas utama dalam belajar berbicara. Pengucapan dipelajari anak
dengan cara meniru. Suhartono (2005: 42) menambahkan bahwa kata yang diucapkan
bisanya adalah kata-kata yang sederhana, mudah diucapkan dan memiliki arti
konkret. Biasanya kata-kata tersebut adalah kata benda, kejadian dan
orang-orang disekitar anak.
c) Pengembangan kosakata
Kemampuan
selanjutnya adalah mengembangkan jumlah kosakata. Dalam mengembangkan kosakata,
anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi.
Anak-anak lebih
dahulu mempelajari arti kata yang sangat dibutuhkanya. Caroll Seefelt dan
Barbara A.Wasik (2008: 74) menyatakan bahwa anak usia 5 tahun memiliki 5000 –
8000 kata. Kosakata yang paling banyak digunakan adalah kosakata umum, seperti
kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan.
Peningkatan
kosakata tidak hanya diperoleh karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga
mempelajari arti kata baru bagi kata-kata lama.
d) Pembentukan kalimat
Pembentukan kalimat
adalah menggabungkan kata kedalam kalimat yang tata bahasanya betul dan dapat
dipahami orang lain. Harun dkk (2009: 246) menyatakan bahwa kemampuan membuat kalimat
sederhana bagi anak TK merupakan bagian yang substansial dalam pengembangan
bahasa. Anak usia TK telah mampu membuat kalimat sederhana yang terdiri atas
6-8 kata (Eni Zubaidah, 2003: 22). Dalam bukunya, Harun dkk (2009: 248)
menambahkan bahwa selain kemampuan
membuat kalimat sederhana, kemampuan anak dalam mengucapkan kalimat juga
sangat berpengaruh pada kemampuan bicara anak.
Anak akan lancar
dalam berbicara manakala anak terlatih untuk mempraktekkannya dalam
interaksinya dengan lingkungan. Dari
beberapa poin di atas penulis menyimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek yang
menjadi kriteria dalam menilai kemampuan bicara anak yaitu keberanian mengungkapkan
gagasan, penguasaan kosakata, kemampuan membuat dan mengucapkan kalimat dengan
lancar.
4. Tahapan Perkembangan Bicara Anak Usia Dini
Setiap anak
memiliki komponen pemerolehan bahasa yang sama. Hal tersebut dilihat dari segi
perkembangan bahasa anak normal. Jalongo (Eni Zubaidah, 2003: 14) menyebutkan
bahwa kesemua komponen tersebut dapat dilihat dari gejala dan tingkah laku anak
yang meliputi fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatiknya. Untuk anak normal tahapan tersebut terbagi
dalam dua periode (Eni Zubaidah, 2003: 14) yaitu:
a. Periode Pralinguistik
Tahap pertama
periode ini ditandai dengan keluarnya suara tangis dan bunti-bunyi yang lain.
Setelah anak belajar mengeluarkan suara dalam bentuk tangis, anak mulai belajar
mengoceh (babling stage). Jalongo mengelompokan perkembangan bahasa anak
tahap pralinguistik ini terjadi sejak lahir sampai mencapai usia 11 bulan (Eni
Zubaidah, 2003: 18). Tahap ini disebut juga tahap omong kosong, atau tahap kata
tanpa makna. Anak tidak menghasilkan suatu kata yang dapat dikenal, tetapi
mereka berbuat seolah-olah mengatur ucapan-ucapan mereka sesuai pola suku kata.
Anak mulai menghasilkan bunyi konsonan-vokal dengan satu suku kata yang sering
diulang-ulang (Tarigan, 1984: 264).
b. Periode Linguistik
Periode linguistik
berada pada tahap suku kata dimana anak hanya mengulang kata yang telah
didengarnya. Jalongo mengelompokan perkembangan linguistik sebagai tahap kedua
dan seterusnya, dan ditabelkan sebagai berikut (Eni Zubaidah, 2003:
21-23):
Tabel 1. Perkembangan Linguistik Anak
Usia Anak
|
Ciri Perkembangan
|
1-2 tahun
Sekitar 2 tahun
Sekitar 3 tahun
4 tahun
5-6 tahun
|
Anak menggunakan holofrase, kosakata satu kata terdiri dari 3-6 kata
Anak menggunakan bahasa telegrafic yang terdiri dari 2-3kata
Kosakata yang digunakan terdiri dari 3-50 kata Sosial: peningkatan dalam berkomunikasi,
anak mulai menggunakan percakapan
Kosakata; banyak kata bertambah setiap hari; yakni 200-300 kata Sosial: anak berusaha untuk berkomunikasi
dan menunjukan frustasi jika tidak
memahami kemampuan orang lain (dewasa) untuk memahami, anak meningkat
dramatis.
Penerapan pengucapan dan tata bahasa; kosakata mencapai 1400-1600 kata
Kompleks, susunan kalimat dan tata bahasa yang benar, menggunakan awalan;
kata kerja sekarang, kemarin yang akan datang, rata-rata panjang kalimat
meningkat menjadi 68 kata
Sosial: anak memiliki kontrol yang baik dari elemen percakapan.
|
Menurut Suhartono
(2005: 52) anak usia TK berada pada tahap perkembangan bicara kombinatori.
Suhartono (2005: 52-53) menambahlkan bahwa ciri-ciri pada tahap ini adalah
:
a. Anak mampu menggunakan bahasa dalam bentuk
negatif, interigatif.
b. Kalimat yang diucapkan sudah mengarah pada
kalimat pendek dan sederhana.
c. Berani mengatakan tidak jika disuruh
melakukan sesuatu.
d. Dapat menunjukan ketidaksetujuan.
e. Bicara lebih teratur dan terstruktur.
f. Bicara anak sudah dapat dipahami orang lain
g. Anak mampu merespon pembicaraan orang lain
baik positif maupun negatif.
Sementara itu
Mangantar Simanjuntak dan Soenjono Dardjowidjojo menyatakan bahwa tingkat perkembangan bahasa
adalah sebagai berikut (Suhartono, 2005: 82-84):
a. Tingkat membabel (0-1 tahun)
Tingkat membabel
terbagi atas dua hal yaitu cooing dan babbling. Anak sudah mampu
mengucapkan pola suku kata yang berbentuk konsonan vokal (KV).
b. Masa holofrasa (1-2 tahun),
Pada mulanya anak
menggunakan satu kata, yaitu kata benda atau kata kerja, yang kemudian
digabungkan dengan isyarat untuk mengungkapkan suatu pikiran utuh (Hurlock,
1976: 189). Contoh: kata (cucu) berarti susu, untuk menyampaikan “saya ingin
minum susu”.
c. Masa ucapan dua kata (2-2,6 tahun)
Anak sudah mampu
mengucapkan dua kata seperti “ma susu“
yang berarti mama“saya minta susu”. Hurlock (1978: 189) menambahkan
bahwa pada usia dua tahun, anak mampu menggabungkan kata kedalam kalimat pendek
yang seringkali berupa kalimat tak lengkap yang berisi satu atau dua kata
benda, satu kata kerja, dan kadang-kadang satu kata sifat atau kata keterangan.
Menurut Soenjono (200: 128), pada saat anak menggunakan ujaran dua kata, ujaran
tiga katapun sudah mulai digunakan.
d. Masa permulaan tata bahasa (2,6- 3 tahun)
Anak mulai dapat
menggunakan bentuk bahasa yang lebih rumit. Kalimat yang diucapkan umumnya
berupa kata tugas seperti “papa pergi ke kantor”.
e. Masa menjelang tatabahasa dewasa (3-4 tahun)
Anak dapat
menghasilkan kosakata yang lebih rumit. Anak telah mampu menggunkaan imbuhan
secara lengkap dan juga mempunyai subjek, predikat, dan objek bahkan keterangan
bila diperlukan.
f. Masa kecakapan penuh (4-5 tahun)
Anak yang normal
telah mempunyai kemampuan berbicara sesaui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa
ibunya. Anak mampu memahami apa-apa yang disampaikan orang lain kepadanya atau
apa yang ingin di sampaikanya kepada orang lain dengan baik. Hurlock (1978: 189) menambahkan bahwa pada
usia 4 tahun kalimat anak sudah lengkap berisi semua unsur kalimat.
Anak dikatakan
dapat berbicara apabila sudah dapat menggunakan bahasa, yaitu apabila anak
dapat mengeluarkan kata-kata yang berarti untuk dapat berhubungan dengan orang
lain (Muhammad Azmi, 2006: 35). Anak mampu berkomunikasi dengan ujaran yang
tepat dan jelas. Menurut Endang Supartini (2003: 65) dalam berkomunikasi,
pembicaraan kita diharapkan selalu runtut, suara diikuti suara, kata diikuti
kata, kalimat per kalimat. Beberapa orang mampu berbicara dengan lancar, namun
beberapa orang saat berbicara masih diselingi eng.......eng....., eng ... atau
eh...eh...eh, atau melakukan pengulangan (Endang Supartini, 2003: 66).
Soenjono (2005:
142) menambahkan bahwa ujaran yang ideal memiliki rangkaian kata-kata yang
terangkai dengan rapi dan diujarkan dalam rangkaian yang tidak terputus-putus.
Dari uraian di atas
diketahui bahwa anak usia 5-6 tahun telah mampu menyusun kalimat yang lebih
kompleks yang terdiri atas semua unsur kalimat. Anak juga dapat membuat kalimat
yang terdiri atas beberapa anak kalimat dan mampu berbicara dengan 6-8 kata
perkalimat. Anak dapat berbicara lancar
dengan ujaran yang tepat dan jelas, berbicara dengan runtut tanpa selingan
eng...eng...eng. Anak mengetahui
bagaimana caranya berbicara agar apa yang disampaikanya dapat dimengerti orang
lain.
C.
Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
Slamet Suyanto
(2005: 161) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa untuk anak TK adalah untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi oral, mengenal huruf dan membaca,
mendengar dan memahami perintah, menulis dan menggunakan literatur. Suyanto
(2005:171) menambahkan bahwa pembelajaran bahasa untuk anak usia dini diarahkan
pada kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan (simbolis). Oleh
karena itu, belajar bahasa sering dibagi menjadi dua bagian yaitu belajar
bahasa untuk komunikasi dan belajar literasi, yaitu membaca dan menulis.
Sesuai dengan
kurikulum tahun 2010, karakteristik perkembangan anak usia 4-6 tahun adalah
sebagai berikut:
1. Dapat berbicaradengan menggunakan kalimat
sederhana
2. Mampu melaksanakan perintah lisan secara
berurutan dengan benar
3. Senang mendengarkan dan menceritakan kembali
cerita sederhana dengan urut dan mudah dipahami
4. Menyebutkan nama, jenis kelamin, dan umurnya,
menyebut nama panggilan orang lain
5. Mengerti bentuk pertanyaan dengan menggunakan
kata apa, siapa, dan mengapa
6. Dapat mengajukan pertanyaan dengan
menggunakan kata apa, siapa dan mengapa
7. Dapat menggunakan kata depan
8. Dapat mengulang lagu anak dan menyanyikan
lagu sederhana
9. Dapat menjawab telepon dan menyampaikan pesan
sederhana
10. Dapat berperan serta dalam suatu percakapan
dan tidak mendominasi untuk selalu ingin belajar
Secara lebih rinci
dalam kurikulum 2010 diuraikan lingkup perkembangan dan capaian perkembangan
bahasa sebagai berikut:
1. Menerima bahasa
Capaian
perkembangan: mengerti beberapa perintah secara bersamaan; mengulang kalimat
yang lebih kompleks; memahami aturan dalam permainan.
2. Mengungkapkan bahasa
Capaian
perkembangan: menjawab pertanyaan yang lebih kompleks; menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki bunyi yang sama; berkomunikasi secara lisan, memilik
perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca; Menyusun
kalimat sederhana dalam struktur yang lengkap; memiliki banyak kata-kata untuk
mengekspresikan ide pada orang lain; melanjutkan sebagain cerita atau dongeng
yang telah diperdengarkan.
3. Keaksaraan
Capain
perkembangan: menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal; mengenal suara
huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya; menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama; memahami hubungan antara bunyi
dan bentuk huruf; membaca nama sendiri dan menulis nama sendiri. Dari uraian di
atas diketahui bahwa pembelajaran bahasa
pada anak TK di arahkan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis.